Setelah gagal mencapai berbagai target untuk mengakhiri epidemi HIV, dunia kini menghadirkan ambisi dengan target baru yang harus dicapai pada 2025.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
NEW YORK, RABU — Dunia berupaya kembali ke jalur yang tepat untuk mengakhiri epidemi AIDS pada 2030 melalui Deklarasi Politik dengan target-target yang ambisius yang harus dicapai tahun 2025. Adopsi Deklarasi Politik ini dilakukan pada Pertemuan Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HIV/AIDS atau UNHLM on HIV/ADIS di New York, Amerika Serikat, Selasa (8/6/2021), bertepatan dengan 40 tahun ditemukannya kasus AIDS pertama di dunia.
Target-target ambisius dalam Deklarasi Politik itu termasuk menurunkan jumlah infeksi baru HIV di bawah 370.000 dan menekan kematian terkait AIDS di bawah 250.000. Kemudian memastikan 95 persen orang yang berisiko HIV mendapatkan pilihan pencegahan HIV, 95 orang yang hidup dengan HIV mengetahui statusnya, 95 persen orang yang mengetahui statusnya berada dalam pengobatan HIV, 95 persen dari mereka yang berobat telah tersupresi virusnya, serta mengeliminasi kasus HIV baru pada anak.
Target dan komitmen global tersebut sangat krusial khususnya bagi negara-negara yang masih belum mencapai target yang ditetapkan untuk tahun 2020 yang lalu.
Adopsi Deklarasi Politik ini adalah satu langkah yang penting untuk memastikan kita tidak meninggalkan satu orangpun dalam proses menuju akhir AIDS pada tahun 2030.
”Kemajuan menuju akhir AIDS di ASEAN masih tidak merata, walaupun beberapa negara telah mencapai kemajuan yang signifikan, ada yang masih mengalami peningkatan infeksi HIV baru, terutama di antara kelompok yang paling rentan terinfeksi dan orang muda,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam pernyataannya mewakili ASEAN di UNHLM-HIV/AIDS.
”ASEAN mengetahui bahwa ketidaksetaraan telah berkontribusi pada pencapaian target HIV yang tidak merata di daerah kita. Beberapa kelompok—orang yang hidup, berisiko dan terdampak oleh HIV—masih mempunyai kerentanan tinggi terhadap infeksi HIV,” tambah Budi.
Capaian pengendalian HIV/AIDS 2020
Beberapa negara di ASEAN, termasuk Indonesia, tidak berhasil mencapai target 90-90-90 pada tahun 2020. Target ini yakni 90 persen orang dengan HIV mengetahui statusnya, 90 persen dari orang dengan HIV mengakses pengobatan antiretroviral, dan 90 persen dari orang yang berobat mencapai level supresi viral hingga tidak bisa menularkan virus kepada orang lain.
Di tingkat global, sebanyak 1,5 juta infeksi HIV baru justru terjadi pada 2020 atau tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan tahun yang sama. Target menekan kematian yang terkait dengan AIDS juga tidak tercapai. Masih ada sebanyak 690.000 kematian terkait AIDS pada 2020.
Dalam pernyataannya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan, target global yang ditetapkan oleh Deklarasi Politik mengakhiri AIDS pada Sidang Umum PBB tahun 2016 meleset sangat jauh. Sebanyak 1,7 juta kasus baru HIV tahun 2019 tiga kali lipat lebih besar daripada target tahun 2020 yang di bawah 500.000 kasus. Selain itu, sebanyak 690.000 kematian terkait AIDS tahun 2019 juga jauh melebihi target tahun 2020 yang menekan kematian di bawah 500.000 setahun.
Stigma
Menurut data UNAIDS, 98 infeksi baru HIV di Asia Pasifik terjadi pada kelompok populasi kunci, yaitu laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), klien pekerja seks dan pasangan populasi kunci, pengguna narkotika suntik, pekerja seks dan transjender. Mereka juga rentan terhadap kekerasan, stigma, diskriminasi, dan hukum yang diskriminatif.
Krittayawan Boonto, Direktur UNAIDS Indonesia, mengatakan, populasi kunci di Indonesia masih mengalami stigma dan diskriminasi yang mencegah mereka menikmati hak atas kesehatan. Mengakhiri AIDS tidak dapat dilakukan tanpa mengakhiri ketidaksetaraan sebagai faktor pendorong epidemi di dunia. ”Adopsi Deklarasi Politik ini adalah satu langkah yang penting untuk memastikan kita tidak meninggalkan satu orang pun dalam proses menuju akhir AIDS pada tahun 2030,” ujarnya.
Dalam Deklarasi Politik, negara-negara berkomitmen untuk memastikan kurang dari 10 orang dengan HIV dan berisiko HIV mengalami stigma dan diskriminasi pada 2025.
Deklarasi Politik itu juga menggarisbawahi pentingnya peran komunitas dalam respons HIV. ”Komunitas HIV dan populasi kunci di Indonesia paling mengetahui kebutuhan orang dengan HIV dan orang yang berisiko HIV. Kami bergerak bersama dengan layanan publik untuk menjangkau orang untuk tes dan memastikan mereka masih dalam pengobatan. Kami menyambut baik komitmen dunia untuk meningkatkan peran kepemimpinan komunitas dengan prinsip keterlibatan yang lebih besar orang dengan HIV/AIDS,” tutur Meirinda Sebayang, Koordinator Nasional Jaringan Indonesia Positif (JIP).