Dengan Perencanaan dan Persiapan, Pasien Diabetes Bisa Berpuasa
Puasa tetap diperbolehkan pada sebagian penyandang diabetes asal dilakukan secara terencana dan terpantau.
JAKARTA, KOMPAS — Pasien diabetes perlu mengenali perkembangan kondisinya sebelum menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Ada sejumlah persiapan yang perlu dilakukan pasien diabetes sebelum mulai berpuasa.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyatakan, beberapa pasien diabetes bisa menjalankan ibadah puasa tanpa masalah. Misalnya pasien yang terkontrol obat tunggal dengan baik, gula darahnya stabil, dan tidak mempunyai komplikasi berat.
”Puasa tetap diperbolehkan pada sebagian penyandang diabetes asal dilakukan secara terencana dan terpantau,” katanya dalam webinar ”Puasa Sehat bagi Penyandang Diabetes” pada Rabu (7/4/2021).
Webinar ini diselenggarakan oleh Divisi Endokrin Metabolik dan Diabetes Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Jaya. Acara ini juga didukung Kalbe Nutritionals dan Diabetasol Indonesia.
Sementara itu, beberapa pasien bisa berpuasa dengan pemantauan ketat dari dokter. Misalnya pasien yang terkontrol baik dengan obat oral kombinasi atau pasien yang menggunakan insulin dosis tunggal.
”Pemantauan ini dilakukan agar tidak terjadi hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah,” ujarnya.
Hipoglikemia yang mungkin timbul ketika orang berpuasa bisa dikenali dari beberapa gejala, misalnya gemetar, keringat berlebih, cemas, hilang keseimbangan, dan cepat lapar. Jika gejala ini timbul, disarankan agar pasien segera membatalkan puasa.
Sementara itu, pasien diabetes yang menggunakan insulin dosis terbagi disarankan untuk tidak berpuasa. Misalnya pasien menggunakan tiga atau empat kali suntikan insulin. Sebab, jika pasien tidak makan akan terjadi perubahan metabolisme.
”Kalau pasien tidak makan, tetapi memakai insulin, gula darahnya akan drop. Hal ini dapat berakibat fatal,” ujar Dante.
Pasien yang tidak terkontrol baik dan mempunyai stres metabolik berat disarankan untuk tidak berpuasa. Imbauan ini juga berlaku bagi pasien yang memiliki penyakit berat dan pasien yang sedang hamil.
”Pada saat hamil, pasien membutuhkan energi yang cukup untuk kebutuhan bayi dan ibunya. Jika dipaksakan berpuasa dapat berakibat buruk,” tambah Dante.
Baca juga : Teh dan Kopi Turunkan Risiko Kematian Penderita Diabetes
Ada beberapa kondisi yang membuat pasien diabetes memiliki risiko tinggi ketika berpuasa. Misalnya, pasien yang pernah mengalami hipoglikemia berat dan ketoasidosis (kadar gula darah tinggi) dalam tiga bulan terakhir.
”Pasien dengan gula darah 400 miligram/desiliter (mg/dL) atau lebih dari 300 mg/dL juga sangat riskan saat berpuasa dan dapat memberikan efek samping yang berat,” katanya.
Selain itu, ada pula beberapa kondisi yang menyebabkan pasien memiliki risiko sedang ketika berpuasa. Misalnya pasien yang tinggal seorang diri dan aktif menggunakan insulin, pasien usia tua yang terganggu kesehatannya, dan pasien yang harus bekerja fisik berat.
Menurut Dante, pasien diabetes perlu menyiapkan perencanaan sebelum berpuasa secara individual. Perencanaan ini idealnya disiapkan 1-2 pekan sebelum berpuasa.
”Saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan perencanaan. Pasien satu dengan yang lain akan berbeda,” katanya.
Makanan harus disesuaikan dengan kebutuhan kalori. Hindari juga jumlah makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak sekaligus. Pasien disarankan untuk makan sahur selambat mungkin dan makan buka sesegera mungkin. Minum sebanyak mungkin, terutama setelah berbuka puasa.
”Karena ada kemungkinan pasien diabetes mengalami dehidrasi akibat gula darah yang meningkat, minuman harus direncanakan minimal dua liter sehari. Bisa dicicil sedikit demi sedikit dari buka puasa hingga sahur,” kata Dante.
Baca juga : Segera Tangani Luka akibat Diabetes Melitus
Dante menyarankan agar saat sahur pasien mengonsumsi karbohidrat kompleks atau yang dicerna secara lambat, misalnya nasi, roti, dan ubi-ubian. Hal ini berfungsi mempertahankan gula darah yang cukup lama saat berpuasa.
Saat berbuka puasa, pasien perlu memperbanyak karbohidrat simpleks, misalnya minuman manis. Hal ini akan meningkatkan gula darah yang turun menjadi naik sesegera mungkin. Hindari karbohidrat kompleks dan lemak saat berbuka puasa.
Tidak berpuasa
Menurut Ustaz Firanda Andirja, ibadah puasa Ramadhan merupakan kewajiban bagi umat Muslim yang mampu. Bagi umat Islam yang uzur atau berhalangan bisa mendapatkan keringanan.
”Waktu berpuasa sekitar 14 jam. Tentu butuh fisik yang baik untuk melaksanakan ibadah ini,” katanya.
Secara umum terdapat dua macam uzur, yakni uzur yang bisa hilang dan uzur yang tidak dapat hilang. Uzur yang dapat hilang, misalnya, sakit, musafir, haid, atau nifas. Sementara uzur yang tidak dapat hilang, misalnya, orang tua, pekerja keras, atau sakit parah.
”Kelompok uzur pertama bisa melakukan qada puasa di luar bulan Ramadhan, sedangkan kelompok uzur kedua bisa membayar fidiah berupa makanan untuk orang miskin,” katanya.
Mengutip beberapa pernyataan dari ulama, Firanda mengatakan bahwa penyakit yang memberatkan dapat menjadikan seseorang menjadi uzur. Sakit yang dimaksud adalah sakit yang membuat seseorang kepayahan jika berpuasa.
”Kalau sakitnya ringan, tetap wajib berpuasa. Namun, kalau ternyata puasa membuat lebih parah, sebaiknya segera berbuka,” katanya.
Seseorang juga disarankan tidak berpuasa saat sakit apabila puasa tersebut akan memperparah dan menunda kesembuhan penyakitnya. Bahkan, puasa diharamkan apabila berpotensi menyebabkan kematian akibat penyakitnya.
”Bagi yang sakitnya menahun, boleh membayar fidiah, seperti diabetes yang dialami menahun,” katanya.