Luka kaki akibat penyakit diabetes melitus agar ditangani sejak dini agar tak menjadi lebih parah. Pengobatan lebih dini bisa menjauhkan dari tindakan amputasi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Luka yang muncul akibat komplikasi diabetes melitus perlu ditangani secara tepat dan cepat. Jika tidak segera diobati, luka kaki dapat semakin memburuk hingga menjadi ulkus atau luka membusuk yang perlu diamputasi.
Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) Mardi Santoso mengatakan, ulkus kaki diabetik merupakan luka kaki akibat komplikasi akut penyakit diabetes melitus. Pada kondisi ini, jaringan pada kulit akan mengalami destruksi atau kerusakan yang akhirnya menyebabkan luka menjadi bernanah.
”Apabila menjadi borok kehitaman dan berbau busuk akibat progresivitas kerusakan atau kematian jaringan, itu menjadi tanda perburukan dari ulkus. Untuk itu, luka yang muncul pada pasien diabetes tidak boleh disepelekan. Sebaiknya langsung diobati dan diatangani di fasilitas pelayanan kesehatan,” ujarnya, di Jakarta, Selasa (6/4/2021).
Dari beberapa riset menemukan prevalensi kejadian ulkus diabetik berkisar 15-24 persen.
Ulkus biasanya dipicu penyempitan pembuluh darah tepi. Hal ini menyebabkan jaringan di bagian kaki mengalami kematian karena tidak teraliri darah serta kekurangan oksigen dan nutrisi. Kadar gula darah yang tinggi membuat kuman lebih mudah berkembang biak sehingga infeksi pada luka semakin menyebar.
Prevalensi ulkus diabetik cukup banyak ditemukan pada pasien DM (diabetes melitus). Di Inggris, tercatat sekitar 10 persen pasien DM mengalami ulkus dan di Amerika Serikat sekitar 3 persen. Prevalensi ini lebih banyak terjadi pada pasien usia lanjut. Di Indonesia belum ada data nasional yang tercatat, tetapi dari beberapa riset menemukan prevalensi kejadian ulkus diabetik berkisar 15-24 persen.
Mardi menyampaikan, penanganan luka diabetik dilakukan berdasarkan kriteria dari kedalaman luka. Luka dengan tingkat kedalaman luka antara 1 dan 2 bisa lebih mudah diatasi. Akan tetapi, jika kedalamam luka sudah pada tingkat 4 dan 5, penyembuhan menjadi lebih sulit. Tidak sedikit yang kemudian harus diamputasi.
Secara umum, sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk mengelola ulkus, antara lain, pengangkatan jaringan yang luka atau rusak (debridemen), merawat ulkus, mengurangi tekanan, menangani infeksi, mengendalikan gula darah, dan melalui pembedahan.
”Setiap pasien DM harus sadar akan kondisinya dan segera menangani kondisi komplikasi yang dimiliki. Selain dengan mengelola hidup sehat, mengonsumsi obat secara teratur ataupun menggunakan insulin untuk mengendalikan gula darah perlu diperhatikan,” tuturnya.
Antidiabetics Product Manager, Daewoong Pharmaceutical Korea, Jung Hye-min mengatakan, industri pun berperan untuk meningkatkan kualitas pengobatan bagi pasien diabetes, termasuk pasien diabetes dengan luka pada kaki. Inovasi pun dilakukan untuk memudahkan pengobatan.
Di antaranya, pengembangan obat semprot untuk mengobati ulkus kaki diabetik. Dengan obat jenis semprot, penggunaannya bisa dilakukan tanpa menyentuh langsung luka sehingga lebih higienis dan nyaman digunakan.
Komplikasi
Risiko yang besar akibat diabetes, kata Mardi, perlu disadari dan diperhatikan oleh masyarakat. Itu terutama untuk mencegah terjadinya diabetes. Apabila memiliki diabetes pun harus segera dikendalikan agar tidak sampai mengalami komplikasi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, penderita diabetes akan meningkat dua kali lipat pada 2030 menjadi 700 juta orang dibandingkan dengan jumlah pasien diabetes pada 2014 yang tercatat 346 juta orang. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan prevalensi diabetes melitus secara nasional 8,5 persen. Jumlah ini diperkirakan semakin tinggi dengan adanya pandemi. Aktivitas fisik yang kurang dan pola makan yang tidak sehat menjadi pemicu utamanya.
”Kewaspadaan masyarakat, terutama yang memiliki diabetes, harus semakin meningkat dengan adanya penularan Covid-19. Pasalnya, diabetes melitus menjadi komorbid yang dapat memperburuk kondisi kesehatan seseorang jika tertular Covid-19,” kata Mardi.
Menurut penelitian dari tim penanggulangan Covid-19 di Indonesia, angka kematian pada pasien diabetes yang terinfeksi Covid-19 meningkat 8,3 kali lipat dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki diabetes. Dari data pun menunjukkan, diabetes menjadi penyebab kematian terbesar kedua pada pasien Covid-19 dengan komorbid setelah hipertensi.