Badan Pengawas Obat dan Makanan akan ada di setiap titik distribusi untuk mengawal vaksin Covid-19 yang akan diberikan kepada masyarakat. Hal itu bertujuan untuk menjamin keamanan dan mutu vaksin.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses distribusi menentukan mutu vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat. Meski keamanan vaksin terjamin pada proses produksi, mutu vaksin bisa turun jika tidak didistribusikan dengan baik. Karena itu, pemantauan dan pengawalan ketat diperlukan pada seluruh proses vaksinasi Covid-19.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K Lukito menyampaikan, pengawasan distribusi harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari vaksin keluar dari tempat produksi, instalasi farmasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sampai akhirnya digunakan masyarakat. Semua proses ini dipastikan memenuhi syarat cara distribusi obat yang baik.
”Badan POM akan ada di tiap titik distribusi untuk mengawal rantai dingin vaksin yang akan diberikan. Suhu penyimpanan vaksin 2-8 derajat celsius menjadi hal krusial untuk menjamin mutu dan khasiat vaksin terjaga stabilitasnya,” tuturnya dalam konferensi pers yang diikuti secara virtual dari Jakarta, Jumat (29/1/2021).
Penny menjelaskan, seluruh instalasi farmasi pemerintah yang menjadi titik penyimpanan vaksin Covid-19 perlu konsisten memperhatikan proses pendistribusian dan pengelolaan vaksin sesuai cara yang baik. Itu meliputi, antara lain, mematuhi prosedur standar operasi (SOP), panduan dan pedoman yang berlaku, serta tidak ragu mengoreksi jika terjadi ketidaksesuaian.
Untuk distribusi vaksin Covid-19 buatan Sinovac, proses distribusi dilakukan oleh PT Bio Farma. Dari gudang penyimpanan milik PT Bio Farma, vaksin akan didistribusikan ke instalasi farmasi pemerintah di tingkat provinsi dan selanjutnya dikirimkan ke fasilitas kesehatan di masyarakat melalui instalasi farmasi di kabupaten/kota.
Badan POM akan ada di tiap titik distribusi untuk mengawal rantai dingin vaksin yang akan diberikan.
”Jaminan terhadap keamanan, khasiat, dan mutu vaksin merupakan tanggung jawab bersama. Pengelolaan vaksin yang baik akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin dan program vaksinasi,” kata Penny.
Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir menuturkan, pengawasan proses distribusi vaksin Covid-19 akan dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Secara ketat, standar mutu vaksin bisa dipantau mulai dari suhu tempat penyimpanan hingga kualitas vaksin itu sendiri.
”Kita jaga terus konsistensi (mutu dan kualitas)-nya. Kita juga tidak mau nanti vaksin yang sudah bagus secara uji klinis juga pada proses produksi menjadi tidak baik karena proses distribusi yang salah. Kita pastikan mutu tetap terjamin sampai diterima masyarakat,” tuturnya.
Penny menambahkan, masyarakat diharapkan berperan mendukung keberhasilan proses vaksinasi. Selain proaktif untuk divaksinasi, masyarakat juga diminta turut melaporkan jika mengalami kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI). Hal itu penting agar tindak lanjut yang diperlukan bisa segera dijalankan.
Meskipun sudah menjalani vaksinasi, masyarakat diminta tetap mematuhi protokol kesehatan secara ketat. Prinsip 5M, yakni menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas, tetap menjadi kunci utama untuk mencegah penularan Covid-19.
Sanksi
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam siaran pers menyampaikan, persoalan kapasitas rumah sakit juga harus menjadi perhatian semua pihak. Jumlah kasus yang terus meningkat dengan kapasitas rumah sakit terbatas membuat sebagian pasien tidak dapat tertampung di rumah sakit.
Karena itu, ia mengingatkan seluruh rumah sakit agar mengalokasikan tempat tidur bagi perawatan pasien Covid-19 minimal 40 persen dari kapasitas yang tersedia. Ini khususnya untuk rumah sakit dengan tingkat keterisian tempat tidur melampaui 80 persen.
”Menteri Kesehatan sudah membuat surat edaran bahwa (rumah sakit) minimal mengalokasikan 40 persen tempat tidur untuk layanan Covid-19. Jika ada rumah sakit yang tidak patuh, perlu kita beri sanksi,” ucap Muhadjir.
Ia menambahkan, perbaikan manajemen tata kelola pasien juga perlu dilakukan. Setiap pasien yang datang harus dikenali status suspeknya, misalnya dengan gejala ringan, gejala sedang, gejala berat, ataupun tanpa gejala. Dengan begitu, rumah sakit dapat memprioritaskan pasien yang harus dirawat di rumah sakit dan pasien yang harus menjalani layanan intensif.
”Tentu saja ketika harus merujuk ke rumah sakit juga harus yang berat dulu, kemudian yang sedang. Sementara yang ringan dan tidak bergejala cukup melakukan isolasi mandiri,” ucap Muhadjir.