Dua pekan setelah program vaksinasi Covid-19 tahap pertama mulai digelar, cakupan imunisasi masih tergolong rendah. Pendataan dan distribusi vaksin menjadi kendala.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masalah pendataan dan distribusi vaksin menyebabkan program vaksinasi Covid-19 tahap pertama yang diprioritaskan untuk tenaga kesehatan masih tersendat. Upaya mengejar cakupan vaksinasi dilakukan seiring perbaikan manajemen pendataan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Rabu (27/1/2021), mengatakan, 300.000 tenaga kesehatan telah disuntik dari target 1,48 juta orang yang harus divaksinasi Covid-19. Kendala di tahap awal ini terutama buruknya sistem pendataan, selain distribusi. ”Terakhir, 58.000 orang disuntik per hari,” ujarnya.
Rabu (27/1) pagi, Presiden Joko Widodo untuk kali kedua divaksin Covid-19 bersama sejumlah tokoh. Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro menyebut, vaksinasi ini baru memberi perlindungan optimal 14-28 hari setelah suntikan kedua.
Presiden mengungkapkan, dua pekan setelah program vaksinasi Covid-19 dimulai, cakupan masih rendah. Padahal, dengan 30.000 vaksinator tersebar di sekitar 10.000 puskesmas dan 3.000 rumah sakit, vaksinasi semestinya bisa dilakukan pada 900.000 sampai satu juta orang per hari. ”Itu perlu waktu dan manajemen lapangan yang baik,” kata Presiden.
Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi mengatakan, registrasi peserta vaksin dengan sistem daring Peduli Lindungi menyulitkan vaksinasi Covid-19. ”Akhirnya kini dibuat manual di fasilitas kesehatan (faskes) dan mulai berjalan baik,” katanya.
Adib mengingatkan, selain bekerja di faskes, banyak tenaga kesehatan praktik pribadi dan butuh vaksin. Mereka diharapkan juga dipermudah mengakses vaksinasi Covid-19.
Menurut Dekan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Hari Hendarto, selain dokter di faskes, ada banyak calon dokter menjalani koas, dokter baru lulus dan internship di area terpencil, serta dokter yang menempuh pendidikan spesialis. ”Mereka berisiko tinggi terpapar dan mesti mendapat prioritas,” ujarnya.
Budi mengakui, banyak tenaga kesehatan sulit mendaftar, bahkan tak terdaftar di Kementerian Kesehatan. ”Banyak tenaga kesehatan bekerja di klinik dan database kita tak memasukkan mereka,” katanya.
Budi lantas memutuskan memberikan vaksin bagi semua tenaga kesehatan (nakes) yang memiliki surat tanda registrasi (STR), bukti tertulis dari pemerintah kepada nakes dengan sertifikat kompetensi. ”Jangan terlalu rumit. Mereka yang punya STR, apalagi yang ada izin praktik, berhak divaksin. Ini sekaligus datanya dimasukkan,” katanya.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengingatkan, selain memastikan cakupan sesuai target, mutu vaksin harus dijaga tetap sama saat disuntikkan. ”Ada beberapa vaksin sensitif suhu, tak boleh terlalu lama terpapar suhu tinggi. Ini jadi kendala pengiriman vaksin ke daerah pinggiran,” ujarnya.
Jangan terlalu rumit. Mereka yang punya STR, apalagi yang ada izin praktik, berhak divaksin. Ini sekaligus datanya dimasukkan.
Program vaksinasi Covid-19 di Indonesia juga terhambat penolakan sebagian warga. Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi, tingkat ketidakpercayaan terhadap vaksin Covid-19 cukup tinggi. Survei Kemenkes-Unicef pada September 2020 menemukan hanya dua pertiga responden bersedia menerima vaksin.
Budi menjelaskan, vaksin merupakan strategi keempat mengatasi pandemi. ”Sesuai saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang pertama mesti dibenahi adalah sistem kesehatan dan perilaku. Kedua, diagnostik meliputi tes, lacak, dan isolasi. Lalu perawatan, baru vaksin,” ujarnya.
Menurut Satuan Tugas Penanganan Covid-19, penambahan kasus baru di Indonesia sebanyak 11.948 orang sehingga total 1.024.298 kasus. Jumlah kematian mencapai rekor harian tertinggi, yakni 387 jiwa, sehingga total 28.855 korban jiwa.
Data WHO menunjukkan, tren penambahan kematian harian di Indonesia akibat Covid-19 tertinggi di Asia. Tingginya angka ini menunjukkan RS kewalahan.
Berdasarkan data Kemenkes, tingkat keterisian tempat tidur RS secara nasional 63,66 persen. Keterisian RS di 11 provinsi di atas batas ketetapan WHO 60 persen, antara lain DKI Jakarta (82 persen), Banten (80 persen), DI Yogyakarta (76 persen), Jawa Barat (72 persen), dan Bali (70 persen).
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir menyampaikan, jumlah kasus aktif 164.113 orang. Dari jumlah itu, 20 persen diprediksi harus dirawat di RS. ”Harus diantisipasi dengan menambah tempat tidur,” katanya.
Situasi di daerah
Dari pantauan tim Kompas, vaksinasi di sejumlah daerah berjalan lambat karena terkendala pendataan dan distribusi. Di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, pendaftaran dilakukan manual karena sistem pendaftaran terkendala. ”Setelah manual, pendaftaran lebih cepat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Pontianak Sidiq Handanu.
Di Maluku, tiga kabupaten mulai menggelar vaksinasi, yakni Kepulauan Tanimbar, Seram Bagian Barat, dan Kepulauan Aru. Selanjutnya vaksin akan dikirim ke puskesmas di sejumlah pulau. Gelombang tinggi mengancam distribusi vaksin tersebut.
Menurut data vaksinasi Dinas Kesehatan Jateng per 27 Januari pukul 13.20, capaian vaksinasi 12 daerah di bawah 50 persen dari target. Tiga daerah dengan capaian terendah adalah Brebes 0,13 persen, Kabupaten Pekalongan 19,22 persen, dan Kota Tegal 33,29 persen.
Di Provinsi Aceh, vaksinasi Covid-19 baru dilakukan di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Sementara 21 kabupaten/kota lainnya baru dimulai pada Februari 2021.
Ekonom dan Menteri Keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri, menekankan, pemulihan ekonomi tak terjadi selama tidak ada pemulihan kesehatan. Kunci pemulihan ekonomi adalah mobilitas agar kegiatan rumah tangga dan dunia usaha bisa normal lagi. Pengendalian Covid-19 juga akan memengaruhi pemulihan ekonomi jangka panjang (BRO/ESA/FRN/COK/AIN/XTI/RTG/GIO/VAN/INA/TAN/AIK/KRN)