Sepuluh bulan berjalan, badai pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda melandai. Sembari menanti efektivitas vaksinasi, kerelaan hati penyintas menyumbangkan plasma darah menumbuhkan asa mempercepat penyembuhan.
Oleh
Tatang Mulyana Sinaga/ Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
Richard Harefa (27) menempuh sekitar 70 kilometer menggunakan travel dari Purwakarta menuju Bandung, Jawa Barat, demi menyumbangkan plasma kepada pasien Covid-19. Ia ingin berbagi demi kesembuhan sesama.
Selasa (19/1/2021) siang, hampir satu jam tangan Richard mengepal, mengalirkan darah ke sebuah mesin. Dari mesin itu keluar 500 cc plasma, komponen darah. Cairan berwarna kuning muda itu mengandung antibodi penyintas Covid-19 yang bisa mempercepat penyembuhan pasien. Dalam terapi plasma konvalesen, plasma darah pasien yang sembuh diberikan kepada pasien Covid-19.
”Rasanya tidak berbeda dengan donor darah biasa. Hanya waktunya lebih lama karena ada proses pemisahan plasma darah,” kata pria asal Nias, Sumatera Utara, itu.
Richard, perawat di salah satu rumah sakit di Purwakarta, terinfeksi Covid-19 pada pertengahan Oktober 2020. Setelah sembuh, ia ingin membantu orang yang sedang berjuang melawan penyakit itu.
”Kalau saya diizinkan sembuh, berarti saya ditugaskan membantu orang lain sembuh. Salah satunya berbagi plasma konvalesen,” ujarnya.
Guntur Septapati (44), dokter di Rumah Sakit Al Islam, Bandung, juga menyumbangkan plasmanya. ”Saya belum tahu plasma darah ini akan diberikan kepada siapa. Semoga bisa membantu siapa pun yang sedang berusaha sembuh dari Covid-19,” tuturnya.
Pada November lalu, ia harus mengisolasi diri selama hampir tiga pekan karena terpapar Covid-19. Rasanya semakin menyakitkan saat menjadi saksi keganasan Covid-19 yang merenggut nyawa rekan sejawat, pasien, dan tetangganya.
Layanan donor plasma konvalesen dibuka Palang Merah Indonesia (PMI) Bandung sejak Oktober 2020. Menurut Kepala Subbagian Teknologi Informasi dan Hubungan Masyarakat Unit Transfusi Darah PMI Bandung Budi Wandina, hingga akhir Desember, lebih dari 50 penyintas Covid-19 yang menjadi donor. Jumlah itu masih sangat minim dibandingkan dengan lebih dari 6.000 penyintas di Bandung.
”Permintaan plasma konvalesen sangat banyak. Dalam hitungan jam, plasma yang baru disumbangkan sudah didistribusikan ke sejumlah rumah sakit di Bandung,” ucapnya.
Untuk mengajak penyintas berbagi plasma, Bupati Cirebon Imron Rosyadi juga menyumbangkan plasmanya di Kantor PMI Cirebon, Senin (18/1). Selama 1 jam 15 menit menjalani transfusi, Imron mengumpulkan 625 cc. ”Covid-19 belum ada obatnya. Jadi, ayo berbagi untuk teman-teman pasien,” ajak Imron dalam pencanangan Gerakan Nasional Donor Plasma Konvalesen itu.
Imron terpapar Covid-19 pada Desember lalu. Ia merupakan penyintas ke-89 yang menyumbangkan plasmanya untuk pasien Covid-19. Sejak Oktober 2020, PMI Kabupaten Cirebon mulai menerapkan terapi plasma konvalesen. Setiap penyintas bisa menyumbangkan 400-600 cc plasma darahnya. Adapun kebutuhan setiap pasien sekitar 200 cc.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mendorong kepala daerah dan pejabat publik penyintas Covid-19 untuk menyumbangkan plasma darah. ”Rakyat itu, kan, bagaimana pemimpin. Kalau pemimpinnya kasih contoh baik, insya Allah masyarakat pun akan ikut,” ujarnya.
Kalau pemimpinnya kasih contoh baik, insya Allah masyarakat pun akan ikut.
Kurdin (42), tenaga kesehatan di RSUD Waled, Cirebon, merasakan manfaat terapi plasma. Bapak lima anak ini pernah dirawat lebih dari sebulan karena positif Covid-19. Bahkan, ia sempat dibawa ke unit perawatan intensif (ICU) karena kondisinya memburuk. Dokter menyarankan agar ia memakai ventilator.
Kini, setelah sembuh, Kurdin ingin membagikan plasma kepada orang yang membutuhkan. Hingga kini, dua kali ia menyumbangkan plasmanya.
Sepuluh bulan berjalan, badai pandemi belum menunjukkan tanda-tanda melandai. Sembari menanti efektivitas vaksinasi, kerelaan hati penyintas menyumbangkan plasma darah menumbuhkan asa mempercepat penyembuhan.