Rekor Kematian, Pasien Covid-19 Tak Tertangani Lagi
Penambahan korban jiwa karena Covid-19 di Indonesia capai angka tertinggi 346 orang. Jumlah kasus pun semakin membesar. Penambahan kapasitas tempat tidur di rumah sakit pun tak mampu menampung pasien.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus Covid-19 di Indonesia semakin membesar, menyebabkan rumah sakit tak lagi mampu menampung pasien sekalipun sudah ada penambahan tempat tidur. Kematian harian mencapai rekor tertinggi. Situasi ini dikhawatirkan terus berlanjut mengingat gelombang pandemi belum mencapai puncaknya.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan, penambahan kasus di Indonesia pada Kamis (21/1/2021) mencapai 11.703 kasus yang didapatkan dari 43.725 orang. Artinya, rasio tes positif mencapai 26,7 persen, sedikit lebih rendah daripada rata-rata seminggu sebesar 28 persen.
Sebagian besar kasus Covid-19 di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Mengacu pada laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga 20 Januari 2021, sebanyak 64,3 persen atau 604.274 kasus dari jumlah kumulatif Covid-19 yang dikonfirmasi berada di Jawa. DKI Jakarta memiliki jumlah kasus terkonfirmasi tertinggi per satu juta penduduk, diikuti Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat, dan Bali.
Laporan WHO ini juga menunjukkan, proporsi tes positif meningkat tajam setelah 23 November 2020 dan mencapai 25 persen pada 17 Januari 2021. Selain menandai tingginya penularan di komunitas, tingginya rasio tes positif juga menunjukkan kurangnya jumlah pemeriksaan.
Sesuai standar WHO, jumlah tes minimal di tiap daerah minimal satu orang per 1.000 populasi per minggu. Tolok ukur deteksi kasus minimum ini baru dicapai DKI Jakarta, Yogyakarta, Sumatera Barat dan Kalimantan Timur selama tiga minggu terakhir, tetapi tidak satu pun dari provinsi-provinsi ini yang memiliki proporsi tes positif kurang dari 5 persen.
Jakarta, misalnya, memiliki rasio tes positif dalam seminggu 16,9 persen, Yogyakarta mendekati 25 persen, Kalimantan Timur 35 persen, dan hanya Sumatera Barat yang mendekati 5 persen.
”Rasio tes positif yang sangat tinggi menunjukkan, jumlah orang yang terinfeksi di komunitas sudah jauh lebih tinggi daripada kasus yang ditemukan. Apalagi, data yang masuk baru yang positif dari PCR, data yang dari tes cepat antigen belum dimasukkan,” kata epidemiolog kolaborator LaporCovid19, Iqbal Elyazar.
Iqbal mengatakan, tingginya rasio tes positif di sejumlah daerah yang telah memenuhi jumlah minimal tes, seperti Jakarta, disebabkan tidak berjalannya proses pelacakan kasus. Hal ini menyebabkan cakupan tes sangat terbatas, yaitu pada orang-orang yang bergejala atau memiliki kontak erat sehingga kemungkinan positif sangat tinggi.
”Informasi yang kami dapatkan, sebagian besar pemeriksaan di Jakarta adalah tes mandiri dan biasanya yang bergejala. Sementara untuk tracing dibatasi Kementerian Kesehatan hanya 200 orang per hari. Kemungkinan ini juga terjadi di daerah lain,” kata Iqbal.
Menurut Iqbal, pemerintah harus menyediakan lebih banyak reagen PCR untuk membantu meningkatkan pelacakan kasus di daerah. Jika hal itu belum memungkinkan, bisa dibantu dengan tes cepat antigen, tetapi datanya harus diinput dalam sistem sehingga bisa terpantau.
Menurut dia, tes banyak saja tidak cukup. Cakupannya harus luas dengan tujuan untuk mencari kasus-kasus baru, terutama mereka yang tanpa gejala untuk kemudian diisolasi. Tanpa tes, lacak, dan isolasi yang baik, rantai penularan akan terus terjadi dan wabah akan terus membesar. Pada akhirnya tingkat kematian juga akan meningkat.
Korban meningkat
Penambahan korban jiwa karena Covid-19 pada Kamis mencapai 346 orang, merupakan rekor tertinggi selama ini. Penambahan kematian tertinggi terdapat di Jawa Tengah sebesar 101 orang, Jawa Barat, 73 orang, Jawa Timur 60 orang, Jakarta 30 orang, dan Kalimantan Timur 11 orang. Sejumlah korban lainnya terdapat di 20 provinsi lainnya.
Mengacu data WHO per 20 Januari 2021, secara akumulatif, angka kematian pasien terkonfirmasi Covid-19 di DKI Jakarta merupakan mencapai 361 kematian per satu juta penduduk, merupakan yang tertinggi di Indonesia, diikuti oleh Kalimantan Timur, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Bali. Jumlah kematian Covid-19 yang dikonfirmasi pada periode 11-17 Januari 2020 mencapai 0,57 per 100.000 populasi, merupakan yang tertinggi sejak kasus pertama dilaporkan.
Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam siaran pers daring menyebutkan, selama pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali, tren keterpakaian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit rujukan cenderung fluktuatif. Hanya Provinsi Jawa Tengah dan Bali yang mulai membaik dengan angka BOR di bawah 70 persen.
”Jawa Tengah sejak 20 Januari lalu telah berhasil mencapai angka 69,61 persen, sedangkan Bali adalah daerah dengan angka BOR yang selalu di bawah 70 persen,” sebut Wiku.
Namun, menurut Yemiko, sukarelawan bantu warga dari LaporCovid19, angka BOR di tiap daerah kerap tidak menggambarkan situasi sesungguhnya karena datanya tidak termutakhirkan dengan baik. Buktinya, setiap hari semakin banyak warga yang melaporkan kesulitan mendapatkan tempat perawatan ICU.
”Hari ini satu pasien positif Covid-19 meninggal di puskesmas di Tangerang Selatan setelah dua hari mencari ICU,” ujarnya.
Menurut Yemiko, keluarga sudah berupaya mencari ICU ke berbagai rumah sakit. LaporCovid19 juga telah menghubungi Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (STPGDT) di 75 rumah sakit di wilayah Jabodetabek. Namun, semuanya tidak lagi memiliki ruang ICU. Padahal, data BOR di Jakarta menunjukkan, masih ada 38 ICU tekanan negatif dengan ventilator di Jakarta.