Vaksinasi Covid-19 untuk Semua, Memastikan Keamanan sampai ke Masyarakat
Meski bukan senjata pamungkas pengendalian pandemi, vaksinasi Covid-19 tetap diupayakan secara optimal. Mulai dari negosiasi untuk mendapatkan vaksin yang terbatas itu hingga kesiapan distribusi jadi tantangan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·6 menit baca
Sekalipun bukan senjata pamungkas untuk mengendalikan pandemi, vaksinasi Covid-19 tetap diupayakan secara optimal oleh pemerintah. Berbagai pendekatan dan diplomasi dengan berbagai pihak di tingkat global sudah gencar dilakukan sejak pertengahan tahun lalu hingga akhirnya diperkirakan lebih dari 600 juta dosis bisa didapatkan.
Berbagai opsi perlu disiapkan agar kebutuhan vaksin yang diperlukan untuk melindungi bangsa Indonesia bisa tercapai. Dari perhitungan Kementerian Kesehatan, setidaknya sebanyak 181.554.465 orang dari seluruh penduduk Indonesia harus divaksinasi agar tercipta kekebalan komunitas (herd immunity) untuk melawan virus korona penyebab Covid-19. Kekebalan ini hanya dapat terbentuk apabila cakupan vaksinasi tinggi dan merata di seluruh wilayah.
Jumlah sasaran penerima vaksin tersebut, menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi sudah dihitung dengan mempertimbangkan tingkat efikasi vaksin serta angka reproduksi atau penyebaran virus di Indonesia. Dengan angka reproduksi mencapai 3 yang artinya setiap satu orang bisa menularkan virus ke tiga orang, serta perkiraan tingkat efikasi vaksin sekitar 60 persen, vaksinasi harus diberikan ke 70 persen penduduk.
Vaksinasi kali ini belum bisa diberikan kepada seluruh penduduk Indonesia yang kini diperkirakan 269 juta jiwa. Mereka yang berusia di bawah 18 tahun, ibu hamil, ibu menyusui, pernah terpapar Covid-19, dan orang dengan komorbid belum bisa mengikuti vaksinasi.
Dengan demikian, jumlah penduduk yang mendapatkan vaksinasi menjadi 181 juta jiwa. Jumlah 181 juta jiwa didapatkan dari jumlah penduduk seluruh Indonesia dikurangi mereka yang masuk kriteria belum bisa mendapatkan vaksinasi.
"Kita targetkan 100 persen dari jumlah itu akan divaksinasi,” kata Nadia yang kini juga menjadi juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan.
Penduduk usia di bawah 18 tahun, ibu hamil, ibu menyusui, serta orang dengan komorbid (penyakit penyerta) tidak menjadi target sasaran vaksinasi Covid-19 karena sampai saat ini belum ada hasil uji klinis yang menjadikan kelompok usia tersebut dalam proses pengujian. Itu artinya belum ada bukti keamanan vaksin jika diberikan pada kelompok tersebut.
Sementara alasan mengapa vaksin juga tidak diberikan pada kelompok orang yang sudah pernah terpapar Covid-19 yakni karena kelompok ini dinilai sudah memiliki kekebalan dari virus SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19. Meski begitu, hal ini masih harus diteliti lagi karena tidak sedikit kasus reinfeksi atau infeksi ulang pada penyintas Covid-19.
Vaksin yang sudah diproduksi secara baik dari sisi kualitas dan keamanannya jangan sampai menjadi rusak karena proses distribusi yang tidak benar. (Honesti Basyir)
Sesuai petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, vaksinasi Covid-19 bertujuan untuk mengurangi transmisi atau penularan Covid-19 di masyarakat. Vaksinasi juga bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Covid-19, mencapai kekebalan kelompok di masyarakat, dan melindungi masyarakat agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi.
Menghadirkan vaksin
Dengan jumlah penduduk yang besar, kebutuhan vaksin pun menjadi sangat tinggi. Setiap satu orang membutuhkan dua dosis vaksin, khususnya untuk vaksin CoronaVac buatan Sinovac. Dengan target sasaran sekitar 181 juta penduduk, jumlah vaksin yang disiapkan minimal 362 juta dosis. Itu belum termasuk kebutuhan vaksin untuk wastage rate sebesar 15 persen sesuai petunjuk dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dengan begitu, total kebutuhan dosis vaksin menjadi sekitar 427 juta dosis. Pengertian wastage rate adalah vaksin sisa, tidak terpakai, rusak, dan hilang. Vaksin ini juga dimanfaatkan sebagai persediaan jika ada kemungkinan kekurangan vaksin atau kebutuhan darurat lainnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan, pemerintah telah berupaya untuk bisa memenuhi jumlah tersebut. Dari berbagai diplomasi yang telah dilakukan, setidaknya ada lima pihak yang sudah berhasil dijajaki untuk mendistribusikan vaksin Covid-19 ke Indonesia.
Dari kerjasama bilateral, empat produsen vaksin telah dihubungi, yakni Sinovac, China; Novavac, Kanada; AstraZeneca, Inggris, dan Prizer-BioNTech (AS-Jerman). Sementara dari kerjasama multilateral, Indonesia juga akan mendapatkan pasokan vaksin melalui skema kemitraan global dari Dewan Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI).
Diperkirakan, jumlah dosis vaksin yang bisa diperoleh sampai akhir tahun 2021 sebanyak 329 juta dosis. Total vaksin yang diperoleh untuk mencapai kebutuhan target sasaran vaksinasi baru bisa didapatkan sampai Maret 2022. Perkiraan inilah yang menjadi dasar Kementerian Kesehatan menargetkan vaksinasi bisa selesai selama 15 bulan.
“Kita coba terus melakukan nego (negosiasi) dengan produsen vaksin tersebut agar pasokannya bisa dipercepat sehingga bisa memenuhi target Presiden untuk menuntaskan vaksinasi selama 12 bulan,” ucap Budi.
Distribusi vaksin
Terkait dengan distribusi vaksin Covid-19, PT Bio Farma menjadi pihak yang ditunjuk untuk bertanggung jawab mendistribusikan vaksin dari gudang Bio Farma menuju gudang di dinas kesehatan provinsi. Sementara distribusi vaksin dari dinas kesehatan provinsi ke fasilitas pelayanan kesehatan akan dipantau oleh Kementerian Kesehatan.
Saat ini, setidaknya sudah ada 3 juta vaksin jadi buatan Sinovac yang sudah tiba di Indonesia. Sekitar 1,2 juta diantaranya sudah didistribusikan ke 34 provinsi di Indonesia. Rencananya, vaksin lainnya akan didistribusikan kembali pada akhir Januari 2021.
Pada gelombang pertama, pemberian vaksinasi akan dilakukan mulai Januari-April 2021. Pada tahap kedua, vaksinasi dilakukan mulai April 2021 sampai Maret 2022.
Untuk tahap pertama, terdapat tiga kelompok yang menjadi sasaran vaksinasi, yakni prioritas pertama pada petugas kesehatan (1,4 juta), kemudian petugas pelayanan publik (17,4 juta), dan lansia (21,5 juta). Sementara itu, sasaran pada tahap kedua adalah masyarakat rentan di daerah tinggi penularan (63,9 juta) dan masyarakat lainnya yang ditentukan dari pendekatan kluster penularan (77,4 juta).
Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir menyampaikan, ada dua skema dalam mengakses vaksin buatan Sinovac, yaitu melalui penyediaan tiga juta dosis vaksin jadi dan 140 juta dosis dalam bentuk bahan baku (bulk). Sebanyak tiga juga vaksin jadi sudah tiba di Indonesia, sementara untuk bahan baku vaksin akan dikirimkan secara bertahap dengan 15 juta dosis yang sudah diterima.
Setelah PT Bio Farma mendapatkan persetujuan cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) bahan baku tersebut sudah mulai diproduksi pada 14 Januari 2021. Vaksin yang diproduksi ini rencananya akan didistribusikan mulai Februari 2021.
“Proses distribusi merupakan persoalan yang kritis. Vaksin yang sudah diproduksi secara baik dari sisi kualitas dan keamanannya jangan sampai menjadi rusak karena proses distribusi yang tidak benar. Karena itu, strategi detail dalam distribusi sangat dibutuhkan,” tutur Honesti.
Untuk memastikan distribusi rantai dingin (cold chain) vaksin Covid-19 tetap terjaga, ia menyatakan, PT Bio Farma telah mengembangkan sistem pemantauan yang terintegrasi melalui aplikasi Bio Tracking yang dapat memantau kendaraan logistik, tempat penyimpanan vaksin, dan tempat pendinginan di tingkat provinsi. Itu termasuk pada suhu, posisi, dan waktu kedaluarsa vaksin.
“Tantangan yang dihadapi sekarang yaitu memastikan kapasitas tempat penyimpanan vaksin dengan suhu 2-8 derajat celsius bisa tersedia di seluruh daerah. Komunikasi dengan Kementerian Kesehatan masih terus kami lakukan agar kekurangan kapasitas di tingkat kabupaten/kota sampai di fasilitas kesehatan seperti puskesmas bisa segera teratasi,” ucap dia.