Mutasi baru B.1.1.7 yang lebih menular semakin mendominasi dan menggantikan varian virus SARS-CoV-2 yang lebih awal. Namun, belum diketemukannya varian ini di Indonesia diduga karena keterbatasan surveilans.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mutasi baru B.1.1.7 yang lebih menular semakin mendominasi dan menggantikan varian virus SARS-CoV-2 yang lebih awal. Malaysia juga sudah melaporkan adanya mutasi baru dari Inggris ini, tetapi Indonesia sejauh ini belum menemukannya karena keterbatasan surveilans molekuler.
”Sejauh ini dari WGS (pengurutan total genom) dari sampel di Indonesia belum ditemukan varian baru (SARS-CoV-2 penyebab Covid-19) dari Inggris,” kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio, di Jakarta, Selasa (12/1/2021).
Dikatakannya, sejauh ini Lembaga Eijkman sudah mendaftarkan 57 data genom sampel SARS-CoV-2 yang ditemukan di Indonesia ke Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), bank data genom virus. Adapun Balai Litbang Kementerian Kesehatan telah mendaftarkan 46 data genom, Universitas Airlangga 29 data genom, Universitas Gadjah Mada 19 data genom, Institut Teknologi Bandung-Universitas Padjajaran 17 genom, Universitas Sebelas Maret 10 genom, Laboratorium Kesehatan Jawa Barat-Institut Teknologi Bandung 7 genom, Universitas Islam Negeri 5 genom, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2 genom, dan Universitas Indonesia 1 genom.
Semakin tinggi kasusnya dan semakin lama berada di inang, peluang terjadinya mutasi virus semakin tinggi.
Amin mengatakan sampel terbaru yang dilaporkannya ke GISAID berasal dari virus yang diisolasi pada 14 Desember 2020. Beberapa lainnya diisolasi pada bulan Oktober dan November 2020.
Menurut dia, saat ini Lembaga Eijkman mulai menganalisis lebih banyak lagi virus yang didapatkan pada bulan November dan Desember 2020. ”Eijkman sudah memulai proyek analisis 1.000 WGS,” katanya.
Proyek ini, menurut dia, untuk meningkatkan surveilans molekuler. Di antaranya adalah mendeteksi keberadaan mutasi SARS-CoV-2 di Indonesia.
Peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium Covid-19 Genomics UK, Riza Arief Putranto, mengatakan, Indonesia sejauh ini sangat tertinggal dalam surveilans molekuler dibandingkan dengan negara lain. Ini yang menyebabkan kemungkinan masuknya mutasi baru B.1.1.7 di Indonesia belum diketahui.
Sangat dominan
Riza mengatakan, sebaran B.1.1.7 saat ini semakin dominan di Inggris dan semakin meluas di negara-negara lain. Disebutkan, sudah 100 persen hasil pengurutan genom virus SARS-CoV-2 di Inggris dari bulan September hingga Januari adalah varian B.1.1.7. Ini menunjukkan penyebaran varian itu sangat cepat sehingga bisa menggeser varian sebelumnya.
Sementara itu, setelah Singapura, Vietnam, dan Thailand, negara tetangga di Asia Tenggara yang juga telah melaporkan adanya B.1.1.7 adalah Malaysia. ”Saya khawatir varian ini sebenarnya juga sudah masuk ke Indonesia. Kita perlu surveilans molekuler. Beberapa negara menyasar sampel dari pelancong dari Inggris atau yang punya riwayat kontak,” tuturnya.
Sementara itu, secara global, dari 353.580 total genom yang telah didaftarkan di GISAID, terdapat 13.233 varian B.1.1.7 atau sekitar 3,7 persen. ”Saat ini secara global varian D614G masih dominan di dunia. Namun, varian B.1.1.7 melesat tajam dan mungkin bisa menggantikan D614G. Meski demikian, dalam varian B.1.1.7 sebenarnya juga mengandung mutasi D614G,” paparnya.
Mutasi D614G telah ditemukan di Indonesia sejak Agustus 2020 dan saat ini telah mendominasi sekitar 67 persen dari genom virus korona baru ini di Indonesia. Varian D614G sebelumnya juga diketahui lebih menular, tetapi B.1.1.7 sekitar 71 persen lebih menular.
Riza mengatakan, SARS-CoV-2 termasuk virus yang terus bermutasi. ”Total kejadian mutasi genom SARS-CoV-2 sejak ditemukan di Wuhan sudah sebanyak 29.000 huruf atau pasangan basa sebanyak 14.958 dan sebanyak 9.490 di antaranya menyebabkan perubahan asam amino,” tuturnya.
Potensi mutasi
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, Indonesia berpeluang menjadi tempat mutasi SARS-CoV-2 karena penularannya yang tak terkendali dan banyaknya orang yang terinfeksi. ”Mutasi merupakan proses adaptasi virus terhadap lingkungannya, dalam hal ini inangnya. Semakin tinggi kasusnya dan semakin lama berada di inang, peluang terjadinya mutasi virus semakin tinggi,” ungkapnya.
Dicky mengingatkan, Indonesia pernah menjadi tempat mutasi strain virus Flu Burung H5N1 yang dianggap lebih membahayakan. ”Karena itu, upaya pengendalian kasus menjadi sangat penting, selain untuk menurunkan risiko kematian juga dalam rangka mencegah risiko terjadinya mutasi virus,” ujarnya.
Menurut Dicky, mutasi SARS-CoV-2, merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi. Selain berpotensi lebih menular, sangat mungkin ke depan juga akan muncul mutasi-mutasi baru yang lebih mematikan dan menyebabkan vaksin yang dikembangkan menjadi tidak efektif lagi.
Dia mengingatkan, upaya mengendalikan wabah di Indonesia tidak bisa semata-mata dengan mengandalkan vaksin. Namun, hal ini juga harus dengan mengoptimalkan tes, lacak, dan isolasi, selain juga menegakkan protokol kesehatan.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan penambahan kasus di Indonesia pada Selasa mencapai 10.047 sehingga secara kumulatif telah mencapai 846.765 kasus. Jumlah kasus aktif mencapai 126.313 orang.
Adapun penambahan kematian mencapai rekor tertinggi, yaitu sebanyak 302 orang dan secara kumulatif mencapai 24.645 orang. Penambahan kematian terbanyak terdapat di Jawa Tengah, yaitu 99 orang, Jawa Timur 65 orang, Jakarta 34 orang, Jawa Barat 15 orang, Lampung 13 orang, dan berbagai provinsi lain.