Badan POM Setujui Penggunaan Darurat Vaksin Covid-19 Buatan Sinovac
Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengeluarkan persetujuan penggunaan darurat untuk vaksin Covid-19 Sinovac, China.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengeluarkan persetujuan penggunaan darurat untuk vaksin Covid-19 CoronaVac buatan Sinovac, China. Persetujuan ini salah satunya diberikan berdasarkan analisis dari uji klinis fase III yang dilakukan di Bandung dengan efikasi sebesar 65,3 persen.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K Lukito di Jakarta, Senin (11/1/2021) mengatakan, hasil analisis terhadap efikasi vaksin CoronaVac dari uji klinik di Bandung menujukkan harapan bahwa vaksin ini mampu menurunkan angka kejadian Covid-19 hingga 65,3 persen. Selain itu, berdasarkan uji klinik fase III, data imunogenitas atau kemampuan antibodi untuk membunuh dan menetralkan virus mencapai 99,23 persen pada tiga bulan setelah penyuntikan dilakukan.
Vaksin Covid-19 buatan Sinovac pun dinyatakan telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Itu didasarkan pada data yang telah didapatkan serta mengacu pada persyaratan dari panduan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dalam pemberian persetujuan penggunaan darurat (EUA/ Emergency use of authorization).
Dengan mengikuti kajian ilmiah berdasarkan uji klinis di Bandung, kami yakin vaksin CoronaVac aman. (Sri Rezeki Hadinegoro)
Adapun standar persyaratan efikasi vaksin yang ditetapkan oleh WHO minimal 50 persen. Selain efikasi vaksin dari uji klinik fase III di Bandung, EUA yang dikeluarkan Badan POM juga merujuk pada uji klinik di Turki yang dilaporkan mencapai 91,25 persen dan Brasil sebesar 78 persen.
“Pada hari ini, Senin tanggal 11 Januari 2021, Badan POM memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergensi atau EUA untuk vaksin Covid-19 yang pertama kali kepada vaksin CoronaVac produksi Sinovac Biotech in cooperation yang bekerjasama dengan PT Bio Farma,” tuturnya.
Setidaknya ada lima kriteria yang ditetapkan oleh WHO dalam penetapan EUA. Itu antara lain, telah ditetapkan mengalami keadaan darurat kesehatan masyarakat oleh pemerintah; terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan dan khasiat dari obat dan vaksin berdasarkan data nonklinik, klinik dan pedoman penatalaksanaan penyakit; serta memiliki mutu yang memenuhi standar dengan cara pembuatan obat yang baik.
Selain itu, EUA bisa diberikan jika obat atau vaksin memiliki kemanfaatan yang lebih besar dari risiko serta belum ada alternatif pengobatan dan penatalaksanaan yang memadai untuk diagnosa, pencegahan, dan pengobatan dari penyakit.
Penny menuturkan, vaksin CoronaVac telah dipastikan aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang. Efek samping tersebut terdiri dari efek samping lokal seperti nyeri, iritasi, pembengkakan, serta efek samping sistemik seperti nyeri otot, fetik, dan demam.
Sementara, efek samping dengan derajat berat yang dilaporkan seperti sakit kepala, gangguan kulit, dan diare dilaporkan sekitar 0,1-1 persen. Efek samping ini dinilai tidak berbahaya dan dapat pulih kembali.
Ia mengatakan, evaluasi penggunaan vaksin tersebut akan terus dilakukan oleh Badan POM, termasuk pada proses produksi, distribusi, dan kejadian ikutan paska-imuniasi (KIPI) yang dihasilkan. Tingkat efikasi dari vaksin juga bisa berubah sesuai dengan hasil evaluasi tersebut.
Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro memastikan, seluruh prosedur yang dilakukan Badan POM dalam mengeluarkan izin EUA untuk vaksin Covid-19 buatan Sinovac telah sesuai dengan standar yang berlaku. Aspek independensi juga selalu diperlihatkan dalam berbagai proses pengkajian yang dilakukan.
“Dengan mengikuti kajian ilmiah berdasarkan uji klinis di Bandung, kami yakin vaksin CoronaVac aman dan bermanfaat dalam melengkapi protokol kesehatan dalam upaya meredakan pandemi Covid-19. Petugas kesehatan juga diharapakan merasa aman dalam menerima vaksin sebagai prioritas pertama,” kata dia.
Terkait dengan target cakupan penerima vaksin untuk mencapai kekebalan komunitas (herd immunity), Sri mengatakan, ketentuan besaran target tersebut tidak berhubungan langsung dengan tingkat efikasi dari vaksin yang akan diberikan. Ketetapan penerima vaksin sekitar 70 persen dari penduduk atau sekitar 180 juta penduduk Indonesia dinilai sudah sesuai.
Jika tingkat penularan Covid-19 sekitar tiga orang dari satu kasus, target orang yang harus divaksin sekitar dua pertiga dari total penduduk atau sekitar 180 juta penduduk di Indonesia. “Kalau misalnya (efikasi) masih diatas 50 persen, saya kira kita masih bisa memakai angka yang sudah kita hitung, kecuali kalau di bawah 50 persen mungkin akan berbeda,” ucapnya.
Ketua Perhimpunan Alergi Imunologi Indoensia Iris Rengganis menambahkan, sekalipun vaksinasi telah dilakukan, masyarakat tetap harus menaati protokol kesehatan dengan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). Upaya pengendalian dengan 3T (tracing, testing, dan treatmen) juga tetap dijalankan dengan masif.
“Jangan tejadi miss komunikasi kenapa setelah vaksin pertama diberikan tetap bisa tertular. Itu karena vaksin ini baru bisa optimal membentuk antibodi jika sudah diberikan sampai dua kali suntikan diberikan. Jadi selama dua minggu pemberian dilakukan, kita harus tetap melaksanakan 3M dan 3T,” tutunya.
Fatwa MUI
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Ni’am Sholeh menyatakan, Fatwa MUI terkait dengan penggunaan vaksin Covid-19 produksi Sinovac dan PT Bio Farma sudah dituntaskan. Itu telah dinyatakan dalam Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2021 tentang Produk Vaksin Covid-19 dari Sinovac Life Sciences China dan PT Bio Farrma. Hal ini seiring dengan persetujuan EUA yang diberikan oleh Badan POM.
“Menetapkan fatwa ketentuan hukumnya, vaksin Covid-19 produksi Sinovac Life Sciences China dan PT Bio Farma hukumnya suci dan halal. Yang kedua, vaksin Covid-19 produksi Sinovac Life Sciences China dan PT Bio Farma boleh digunakan untuk umat islam sepanjang terjamin keamannya menurut ahli yang kredibel dan kompeten, daam hal ini adalah Badan POM,” katanya.
Secara terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung yang juga juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menuturkan, setelah EUA diberikan oleh Badan POM, vaksinasi dipastikan bisa dilakukan ke masyarakat. Ini termasuk untuk produksi dan distribusi vaskin dari PT Bio Farma.
"Kick off (vaksinasi)nya akan dilakukan pada 13 Januari 2021 dengan Presiden sebagai penerima pertama," ucapnya.