Dengan ikut vaksinasi Covid-19, masyarakat tak hanya melindungi diri sendiri, tapi juga keluarga dan negara. Kesuksesan vaksinasi bisa menekan timbulnya korban jiwa serta memberi peluang pemulihan ekonomi dan pendidikan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA/DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah Majelis Ulama Indonesia menyatakan vaksin Covid-19 buatan Sinovac suci dan halal, penyuntikan vaksin tinggal menunggu izin darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai jaminan keamanan. Apabila semua tahap ini nanti terpenuhi, masyarakat diharapkan tidak lagi ragu untuk mendapatkan vaksinasi.
Apalagi, masyarakat yang mengikuti vaksinasi Covid-19 tidak hanya akan melindungi diri sendiri, tetapi juga keluarga, bahkan negara. Selain itu, kesuksesan vaksinasi juga akan menentukan banyak hal.
Di samping terpenting mencegah timbulnya korban jiwa, keberhasilan vaksinasi pun diharapkan bisa mendorong pemulihan ekonomi dan mengatasi ketertinggalan pendidikan. Tanpa vaksin, diprediksi butuh waktu 6-7 tahun untuk mendapatkan kekebalan alami dari penyakit yang sudah memakan banyak korban jiwa ini.
”Mari kita dukung program vaksinasi. Bukan hanya untuk melindungi diri sendiri, melainkan juga membentuk perlindungan dan pertahanan negara. Mudah-mudahan kita semua mau melakukan (vaksinasi) demi kemaslahatan umat manusia,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Seminar Vaksinasi Covid-19 oleh Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Sabtu (9/1/2021).
Indonesia, ujar Budi, telah memesan vaksin, baik dalam produk jadi maupun bahan baku dari sejumlah negara. Sebelumnya, 3 juta vaksin Sinovac dari China telah didatangkan ke Indonesia.
Pada tahap awal vaksinasi, prioritas pada sekitar 1,3 juta tenaga kesehatan (nakes) di seluruh Indonesia. Ini untuk melindungi nakes dan meminimalkan korban jiwa dalam menghadapi pandemi.
”Tenaga kesehatan menjadi yang pertama karena berisiko tinggi. Sudah 520 jiwa tenaga kesehatan di Indonesia yang meninggal dunia. Menghadapi pandemi ini seperti perang dan teman-teman dari nakes ini yang berada di garis terdepan. Saya mesti melindungi orang-orang ini,” ujar Budi.
Akademisi dan dokter spesialis penyakit dalam Unpad, Arto Y Soeroto, menjelaskan, selain Indonesia, negara-negara lain pun memprioritaskan tenaga kesehatan, di antaranya Jerman dan Singapura. Tidak hanya sebagai petugas garis depan, keterlibatan tenaga kesehatan sebagai penerima vaksin ini juga diharapkan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
”Masyarakat lebih percaya tenaga kesehatan yang menyarankan untuk vaksinasi daripada politikus. Karena itu, peran serta tenaga kesehatan dalam program vaksinasi sangat dibutuhkan,” ujarnya.
Meskipun nanti telah dimulai vaksinasi, masyarakat dan petugas diimbau tetap konsisten menjalankan protokol kesehatan. Memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan menjaga jarak agar tidak kendur.
Tidak mudah
Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Sri Rejeki Hadinegoro mengatakan, banyaknya persentase jumlah individu yang memiliki kekebalan di dalam masyarakat akan membentuk herd immunity atau kekebalan kawanan. Kondisi ini diyakini bisa menekan potensi persebaran virus.
Namun, pemberian kekebalan melalui vaksinasi ini tak mudah, di antaranya penolakan dan kekhawatiran terkait keamanan dan keampuhan vaksin, mengingat proses penemuannya sangat cepat.
Menurut Sri, penelitian dan produksi vaksin Covid-19 ini dilakukan pararel sehingga mampu memangkas waktu. Selain itu, penelitian vaksin dengan waktu cepat ini telah melalui tiga hal, antara lain kondisi darurat, bahan dan alat memenuhi persyaratan, serta mendapat jaminan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Karena itu, dia meminta masyarakat dan para sasaran penerima vaksin memercayai produk medis tersebut. ”Pengembangan vaksin Covid-19 berbeda dengan vaksin tradisional,” ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cissy B Kartasasmita mengingatkan agar imunisasi Covid-19 juga memperhatikan dan mengantisipasi adanya kejadian ikutan pasca-imunisasi. ”Sistem pelaporan perlu dipastikan yang juga disertai dengan pemantauan kepada penerima vaksinasi,” katanya.