Pandemi Covid-19 Masih Panjang, Antisipasi Potensi Masalah Psikologis
Masalah psikologis perlu diantisipasi karena publik masih harus hidup dengan pandemi Covid-19 untuk waktu yang lama. Beberapa masalah yang muncul karena lamanya pandemi Covid-19 adalah cemas, depresi, dan trauma.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menargetkan 15 bulan untuk memvaksin 181 juta penduduk dari Covid-19. Selama itu, warga masih harus hidup dengan pandemi. Selain mematuhi protokol kesehatan, warga juga perlu mengantisipasi masalah psikologis yang dapat muncul, seperti cemas, depresi, dan trauma.
Ketua Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia Eunike Sri Tyas Suci mengatakan, masalah kejiwaan dapat muncul karena publik tidak tahu pasti kapan pandemi usai. Ini karena pandemi antara lain memengaruhi kondisi ekonomi warga, membatasi mobilitas, dan menyebabkan kelelahan atau pandemic fatigue.
”Masalah lain adalah potensi munculnya konflik domestik di rumah, baik antara suami dan istri, kakak dan adik, dan siapa pun di dalam rumah. Ini karena mereka tidak terbiasa berada di dalam rumah terlalu lama dan selalu punya kesibukan masing-masing, khususnya di kota,” kata Eunike saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (5/1/2021).
Kasus Covid-19 yang terus meningkat juga dikhawatirkan berdampak ke kesehatan jiwa penduduk. Sebelumnya, masyarakat terdeteksi mengalami sejumlah masalah psikologis, seperti cemas, depresi, dan trauma.
Ini sesuai dengan hasil swaperiksa oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). Swaperiksa dilakukan terhadap 4.010 responden dan rilis Oktober 2020. Hasilnya, sebanyak 75 persen responden mengalami trauma psikologis, 65 persen cemas, dan 62 persen depresi. Masalah psikologis ini paling banyak ditemui di kelompok usia 17-29 tahun dan di atas 60 tahun.
Masalah kejiwaan dapat muncul karena publik tidak tahu pasti kapan pandemi usai. Ini karena pandemi antara lain memengaruhi kondisi ekonomi warga, membatasi mobilitas, dan menyebabkan kelelahan atau pandemic fatigue.
Berdasarkan survei serupa pada Mei 2020, ada 69 persen dari 2.364 responden mengalami masalah psikologis. Dari jumlah itu, sebanyak 77 persen mengalami trauma, 68 persen cemas, dan 67 persen depresi.
Kesehatan jiwa lansia juga diperkirakan terdampak. Lansia dapat measa kesepian dan bosan. Menurut Eunike, anggota keluarga lain dapat mencari kegiatan yang bisa dilakukan semua keluarga di semua usia, misalnya bermain kartu.
Hal ini pun tampak di survei University of Michigan di Amerika Serikat melalui National Poll on Healthy Aging (NPHA) pada Juni 2020. Survei melibatkan 2.074 lansia berusia 50-80 tahun di AS. Survei serupa juga dilakukan pada Maret 2020. Hasilnya dipublikasi di laman NPHA, September 2020.
Hasilnya, 41 persen lansia merasa kesepian pada periode Maret-Juni 2020. Di periode yang sama, ada 56 persen lansia merasa terisolasi dan 46 persen jarang melakukan kontak sosial, baik dengan teman, tetangga, maupun keluarga.
Pandemi mengasah ketangguhan seseorang. Orang yang tangguh ialah yang setidaknya dapat menyeimbangkan aspek negatif dan positif dari pandemi.
”Dengan berlanjutnya pandemi, sangat penting untuk memerhatikan dukungan sosial dan emosional bagi para lansia. Hubungan antara kesepian dan kesehatan masih perlu studi lebih lanjut. Selagi kami melakukannya, kita dapat meluangkan waktu untuk menengok tetangga, teman, dan kerabat lansia dengan cara aman untuk menghindari virus korona,” kata John Piette, profesor di University of Michigan yang terlibat dalam survei.
Publik kini dinilai mengalami pandemic fatigue setelah 10 bulan menghadapi pandemi. Hal ini ditandai dengan demotivasi publik untuk mematuhi peraturan. Eunike mengatakan, hal ini perlu diatasi karena sikap abai orang yang lelah dapat membahayakan orang lain.
”Mari kembali ke diri sendiri untuk menjaga perilaku supaya tidak menginfeksi orang lain. Itu kalau kita mau peduli terhadap orang lain, utamanya tenaga kesehatan yang kelelahan menangani pasien Covid-19,” ujarnya.
Menurut Sekretaris Jenderal Asian Federation of Psychiatric Association Nova Riyanti Yusuf, pandemi mengasah ketangguhan seseorang. Orang yang tangguh ialah yang setidaknya dapat menyeimbangkan aspek negatif dan positif dari pandemi.
Untuk menghadapi pandemi, Nova menyarankan publik untuk membuat jadwal atau target harian. Target itu bisa jadi hal-hal sederhana yang mudah dilakukan. Membuat target membuat orang merasa termotivasi dan merasa senang ketika dapat mencapainya.
”Itu penting untuk membuat hari-hari menjadi bermakna. Jadi, hari tidak berlalu begitu saja,” kata Nova.