Jurus ”Ojol” Melindungi Diri dari Pandemi Covid-19
Di masa pandemi, pengemudi ojek ”online” menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Segala upaya dilakukan supaya jauh dari virus korona.
Oleh
Herlambang Jaluardi dan Budi Suwarna
·5 menit baca
Sejak pandemi Covid-19 melanda, naik ojek jadi tidak biasa. Pengojek dan penumpang mesti membawa aneka kebutuhan untuk perlindungan diri. Semua dilakukan agar mereka tidak terjangkit virus korona baru penyebab pandemi.
Sepuluh bulan sudah Candra yang menjadi pengemudi Grab sejak 2016, bekerja di bawah bayang-bayang pandemi. Selama itu pula ia mengaku selalu diliputi rasa was-was. ”Setiap hari saya bertemu orang yang berbeda-beda di banyak tempat. Kalau di antara mereka ada yang terinfeksi Covid-19, saya kan bisa mungkin tertular,” ujarnya, Jumat (25/12/2020), yang ditemui di sebuah pangkalan ojek di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
Untuk mencegah tertular Covid-19, ia melengkapi diri dengan berbagai alat perlindungan diri. ”Ini alat tempur saya selama muter-muter di jalanan,” ujarnya sambil membuka tas kecilnya.
Di dalam tas itu ada beberapa helai masker cadangan, cairan alkohol, sabun cair, sarung tangan, dan plastik penutup kepala. Ia bilang, ”Setiap penumpang turun, jok sepeda motornya saya semprot atau lap (pakai alkohol). Waktu penumpang lainnya akan naik, jok motor saya semprot lagi. Helm untuk penumpang juga saya semprot sehabis dipakai. Saya berusaha enggak ngobrol sama penumpang supaya enggak ada cipratan.”
Candra selalu memastikan penumpangnya memakai masker. Jika mereka tidak bawa masker, ia akan memberikan masker cadangannya. ”Kalau menolak pakai masker saya enggak akan mau narik. Bisa-bisa saya ditangkap polisi atau kena sanksi dari Grab,” tegasnya.
Sejauh ini, lanjut Candra, penumpang ojol umumnya disiplin memakai masker. Bahkan, banyak di antara mereka yang membawa helm sendiri. Hal ini antara lain dilakukan Putri, karyawan sebuah kantor di kawasan Gambir, Jakarta Pusat. ”Saya selalu bawa helm sendiri sewaktu naik ojek sejak pandemi. Kalau pakai helm bekas orang lain dalam situasi seperti sekarang, enggak deh. Takut saya,” katanya.
Candra mengaku sangat menghargai penumpang yang membawa helm sendiri. ”Lebih baik memang begitu daripada pakai helm milik driver yang dipakai bergantian di antara penumpang,” tutur Candra yang selalu mandi sebersih-bersihnya saat pulang kerja.
Baju, celana, jaket, dan sarung tangan yang ia pakai ia rendam dengan detergen. Semua ia lakukan sebelum masuk ke dalam rumah. ”Jadi, saya mandi di luar rumah pakai kolor doang. Enggak apa-apa dahdiliatin tetangga. Abis khawatir kalau bawa virus ke dalam rumah.”
Untuk meningkatkan keamanan di masa pandemi, Candra mengajukan permintaan protektor--papan plastik pemisah antara pengemudi dan penumpang ojol—ke pihak Grab. Dengan protektor yang dipasang di punggung itu, ia merasa akan lebih aman karena kontak dengan penumpang semakin minim. Selain itu, dengan memakai protektor, pengemudi akan mendapat lebih banyak order dari Grab.
Ia mengaku, selama pandemi pendapatannya turun drastis. Dulu, ia bisa mendapat 15-20 penumpang per hari, sejak pandemi ia hanya mendapat paling banyak 5 penumpang. ”Ibarat kata untuk dapat duit Rp 50.000 aja susah bener. Kadang seharian amsyong, enggak dapet sewa sama sekali. Padahal, pengeluaran pengemudi bertambah antara lain untuk membeli masker dan semprotan (cairan alkohol).”
Ke zona merah
Berbeda dengan Candra, Suganda telah mendapatkan jatah protektor dari Grab sejak beberapa bulan lalu. Dengan protektor pengemudi mendapatkan beberapa keuntungan antara lain pengemudi mendapat order lebih banyak. ”Kami dikasih order sama ke daerah zona merah. Yang lain enggak bisa tembus,” kata Suganda yang sehari rata-rata mendapat 25 order baik mengantar orang atau mengirim barang.
Keuntungan lain, lanjut Suganda, ia merasa lebih aman karena protektor mencegah dia kontak fisik dengan penumpang. Tentu saja, ia juga disiplin memakai masker, mencuci tangan, dan menyemprot helm dan sepeda motor dengan alkohol. ”Ini usaha maksimal yang bisa saya lakukan. Biarlah orang bilang saya kayak kura-kura ninja karena pakai protektor di punggung. Yang penting saya mau selamat dari korona,” ujar Suganda.
Perlindungan diri maksimal juga diterapkan Hamdani yang baru saja menurunkan penumpang di daerah Kemanggisan, Jakarta Barat. Jaket hijau dengan tulisan Go-Jek yang ia pakai terlihat bersih meskipun tidak baru. ”Sekarang lebih rajin ganti jaket. Entar sampe rumah ini dicuci, ganti sama yang baru kering, begitu aja terus,” katanya yang sejak siang baru mengangkut tiga penumpang.
Di punggungnya ada mika tebal transparan sebagai pembatas jarak dengan penumpangnya. Keberadaan mika itu, kata Hamdani, menambah rasa aman baginya. Soalnya, mengobrol dengan penumpang dalam perjalanan jadi makin susah. ”Sejak pandemi ini memang jadi makin jarang ngobrol sama penumpang, udah sama-sama tahu bahaya droplet-lah,” imbuhnya.
Selain jaket dan mika pembatas, perlengkapan wajib lainnya yang dia pakai adalah sarung tangan dan juga masker. Selain helm hitam yang dia pakai, dia menyimpan satu helm lain di bagasi motor matiknya. Helm cadangan itu sudah cukup lama tidak dipakai. Sebab, penumpangnya sekarang rata-rata membawa helm sendiri, selain masker sendiri.
Setiap narik, Hamdani selalu membawa tas pinggang yang dia silangkan di dadanya. Di tas kecil hitam itulah dia simpan charger ponsel, power bank, pembersih tangan, semprotan cairan alkohol, dan seplastik masker. ”Saya sering semprotin jok pakai alkohol ini sebelum dinaikin penumpang. Kadang sengaja saya lakuin di depan penumpang biar dia yakin. Pas turun juga semprot lagi,” ujarnya.
Kelengkapan peralatan kesehatan itu, kata Hamdani, seturut dengan aturan dari perusahaan. Selama pandemi, Gojek membuka pos yang mereka beri nama Posko Aman Mitra Gojek. Di pos itu, suhu tubuh pengemudi dihitung dan dicatat petugas. Pengecekan suhu tubuh pengemudi minimal dilakukan seminggu sekali.
Perangkat kesehatan seperti masker dan penyanitasi tangan dibagikan di pos itu kepada pengemudi. Kendaraan yang mereka tunggangi juga disemprot cairan disinfektan. Dari situs driver.go-jek.com, terlihat ada 43 lokasi posko di sekitaran Jabodetabek. Posko ini juga ada di kota-kota besar lainnya. Di sela-sela kesibukan melayani penumpang, pengemudi harus rutin mampir di pos terdekat.
Namanya sedang wabah, repot sedikit demi kesehatan pantas dilakukan. Yang penting, penumpang dan pengemudi sama-sama tenang.