Mengenalkan Covid-19 kepada Anak, Orangtua Penting Jadi Contoh
Informasi dan pengetahuan akan Covid-19 pada anak masih minim. Mereka perlu mendapatkan informasi tersebut sesuai usianya. Peran orangtua dalam memberikan pemahaman dan belajar bersama anak terkait Covid-19 diperlukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memberikan penjelasan terkait Covid-19 kepada anak bukan perkara yang mudah. Tidak sedikit pula orangtua yang belum memahami penyakit ini dengan baik. Karena itu, cara paling mudah yang bisa dilakukan adalah dengan belajar bersama dan memberikan contoh yang benar kepada anak.
Dokter spesialis anak yang juga pelatih Covid-19 dari Dokter Lintas Batas (MSF) Indonesia, Yulianto Santoso Kurniawan, mengatakan, pendekatan dalam memberikan pemahaman terkait Covid-19 perlu disesuaikan dengan usia anak. Pada usia bayi, kondisi psikologis orangtua amat berperan. Jika orangtua panik dan tidak tenang dalam menghadapi pandemi, bayi pun biasanya akan bisa merasakannya.
”Lain hal dengan anak balita (berusia di bawah lima tahun). Mereka itu belum bisa diajak berpikir abstrak. Jadi, pemahaman yang diberikan sifatnya harus jelas dan lugas, misalnya langsung minta untuk cuci tangan, memakai masker, dan tidak berkumpul dengan orang lain,” tuturnya dalam diskusi daring Kompas Talks bertajuk ”Dunia Anak dalam Pandemi”, Sabtu (12/12/2020).
Dalam diskusi yang diinisiasi oleh harian Kompas bersama Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tersebut juga diluncurkan buku Aktivitas Anak: Apa itu Covid-19? yang disusun oleh Dokter Lintas Batas. Buku ini diharapkan dapat membantu orangtua untuk memberikan pemahaman tentang Covid-19 pada anak dengan cara yang mudah dan menyenangkan.
Yulianto menambahkan, pemahaman yang diberikan kepada remaja tentang Covid-19 juga membutuhkan pendekatan yang berbeda. Remaja umumnya sudah bisa diajak berpikir abstrak. Dengan begitu, mereka perlu diajak diskusi serta dijelaskan untung rugi dan sebab akibat dari tindakan yang dilakukan pada penularan Covid-19.
Selain itu, orangtua pun harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Pemahaman bahwa Covid-19 bisa dicegah perlu dibuktikan dengan tindakan nyata. Apabila orangtua ingin anaknya disiplin menggunakan masker, orangtua pun perlu memperlihatkan bahwa ia selalu memakai masker ketika berinteraksi dengan orang lain.
Begitu pula untuk menerapkan kebiasaan mencuci tangan dan menjaga jarak. ”Kuncinya itu orangtua. Yakinkan bahwa orangtua dan anak sedang belajar bersama untuk bisa mencegah Covid-19. Jadi, jangan tegang dan jangan panik karena sudah menjalankan protokol kesehatan dengan baik,” katanya.
Administrator komunitas Facebook dari Parenting Indonesia Support #SekolahdiRumah Tenik Hartono menuturkan, usia remaja menjadi salah satu kelompok usia dengan tantangan yang cukup besar dalam memberikan pemahaman terkait Covid-19. Sebagian besar dari remaja sangat terpengaruh dengan teman sebayanya. Terkadang, nasihat dari orangtua justru diabaikan.
Karena itu, orangtua perlu memberikan pemahaman secara terus-menerus. Anak pun perlu diajak untuk diskusi dan melihat langsung persoalan. Selain itu, anak perlu dilibatkan dalam mencari informasi yang tentunya tetap didampingi orangtua agar tidak mendapatkan info yang salah.
”Sayangnya, saat ini panduan untuk orangtua dalam mengedukasi anak tentang Covid-19 masih kurang. Edukasi yang diberikan pemerintah masih lebih menyasar ke usia dewasa. Edukasi dalam pembelajaran sekolah pun belum banyak membahas soal penyakit ini,” ujar Tenik.
Sekolah tatap muka
Kurangnya pemahaman anak soal penularan Covid-19 serta upaya pencegahannya, menurut Tenik, membuat pembelajaran tatap muka belum bisa diterapkan dengan baik. Ini terutama di tengah kasus penularan Covid-19 yang masih meningkat di tengah masyarakat.
Sistem belajar di rumah sebaiknya masih terus dilanjutkan dengan panduan dan perbaikan lebih lanjut. Guru dan orangtua sebaiknya tidak terlalu menaruh ekspektasi yang tinggi pada prestasi anak selama masa pandemi.
Kondisi pandemi ini tidak mungkin menuntut anak untuk bisa mendapatkan peringkat pertama di kelasnya. (Tenik Hartono)
”Yang penting anak-anak tetap sekolah dan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Kondisi pandemi ini tidak mungkin menuntut anak untuk bisa mendapatkan peringkat pertama di kelasnya. Biarkan anak berkembang dan menempuh pendidikan dengan berbagai keterbatasan selama pandemi dengan nyaman dan tanpa tekanan,” ucap Tenik.
Yulianto mengatakan, setidaknya ada dua aspek yang perlu diperhatikan sebelum memulai pembelajaran tatap muka, yakni sistem kesehatan dan sistem pendidikan yang menunjang. Pastikan ketika sekolah akan dibuka, kapasitas layanan kesehatan mencukupi setidaknya di bawah 70 persen dari kapasitas yang tersedia. Ini diperlukan untuk mengantisipasi jika ada lonjakan kasus baru.
Selain itu, pada sistem pendidikan, semua fasilitas penunjang di sekolah harus sudah terpenuhi. Itu, antara lain, tersedianya fasilitas cuci tangan, pemahaman anak untuk bisa menjaga jarak, serta ketersediaan masker sesuai dengan ukuran anak.