Riset terbaru menunjukkan kampanye pengurangan konsumsi garam terbukti sukses menurunkan penyakit kardiovaskuler di Afrika. Langkah itu murah dan efektif terlebih bila didukung dengan kebijakan pemerintah.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Mengurangi konsumsi garam pada tingkat populasi menjadi strategi hemat biaya untuk memerangi tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular di Afrika. Strategi ini bisa diterapkan di negara lain, termasuk Indonesia, di mana penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian nomor satu.
Dalam studi yang diterbitkan di British Medical Journal Open pada 26 November 2020, para peneliti dari Griffith\'s School of Medicine dan University of Oxford mengevaluasi dampak kesehatan dan efektivitas kampanye pengurangan garam di seluruh populasi di Kamerun. Kampanye ini dilakukan di media massa, program pendidikan berbasis sekolah dan beralih dari garam masak biasa ke pengganti garam rendah natrium.
Penulis utama, Leopold Aminde, mengatakan, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menanggung beban epidemi penyakit tidak menular global, dengan penyakit kardiovaskular menjadi penyumbang utama. "Sekitar satu dari tiga orang dewasa Kamerun memiliki tekanan darah tinggi, dan konsumsi garam yang berlebihan merupakan faktor utama yang mendasari," kata Aminde, peneliti pascadoktoral Universitas Griffith.
Negara-negara berpenghasilan tinggi telah menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi garam pada tingkat populasi menjadi strategi yang hemat biaya untuk memerangi tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular. "Namun, sangat sedikit penelitian yang menilai dampak dari strategi semacam itu di Afrika," kata dia.
Menurut Aminde, sekitar tiga perempat garam yang dikonsumsi di Kamerun dan negara miskin dan berkembang ditambahkan selama memasak atau saat makan. “Oleh karena itu, strategi untuk mengurangi asupan garam perlu menargetkan konsumen," kata dia.
Langkah hemat biaya
Tim peneliti menemukan, kampanye media massa, program pendidikan sekolah nasional, dan mengganti garam masak biasa menjadi garam rendah natrium dapat mencegah antara 10.000 hingga lebih dari 80.000 kematian akibat penyakit jantung dan stroke di Kamerun.
Ketiga intervensi kampanye tersebut dinilai sangat hemat biaya, namun terbukti efektif menekan konsumsi garam, dan pada akhirnya mengurangi biaya perawatan pasien penyakit kardiovaskular. Dalam kajian ditemukan, kemungkinan penghematan biaya mencapai 84 persen untuk program edukasi melalui sekolah, 89 persen untuk kampanye media massa, dan 99 persen untuk pengganti garam rendah natrium.
"Ini sangat menjanjikan bagi negara miskin dan berkembang seperti Kamerun dengan sumber daya terbatas, \'\' kata Lennert Veerman, penulis senior dan profesor kesehatan masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Griffith.
Berbeda dengan negara-negara miskin dan berkembang, untuk negara berpenghasilan tinggi seperti Australia, menurut para peneliti, strategi pengurangan garam perlu fokus pada industri makanan yang menempatkan garam berlebih pada makanan olahan. Ini bisa termasuk menetapkan batasan wajib dalam kandungan garam dari makanan olahan, atau kebijakan fiskal seperti pajak produk makanan dengan konten garam di atas ambang tertentu.
"Kita harus memainkan peran kita dengan menjauhkan tempat garam dan kecap dari meja makan dan menggunakan bumbu lain untuk penyedap," kata dia.
Data dari Institute for Health Metrics and Evaluation, lembaga statistik kesehatan asal Amerika Serikat, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di Indonesia, mencapai 36,3 persen dari total kematian di Indonesia pada 2016. Terkait dengan Covid-19, penyakit kardiovaskular juga menjadi penyerta yang meningkatkan risiko keparahan dan kematian, selain diabetes.