Kerumunan Ribuan Orang Berpotensi Menjadi Penyebar Besar Covid-19
Epidemiolog khawatir kerumunan ribuan orang dalam berbagai acara di Jakarta dan sekitarnya beberapa hari terakhir dapat menjadi ”super spreader event”—peristiwa penyebaran super Covid-19.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerumunan ribuan orang memiliki potensi menjadi sebuah super spreader event atau acara penyebaran super Covid-19. Upaya pelacakan dan pengawasan yang sigap terhadap peserta yang mengembangkan gejala perlu dilakukan agar tidak semakin meluas.
Epidemiolog dan pakar biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, Senin (16/11/2020) malam, mengatakan, sudah hampir pasti acara kerumunan ribuan orang akan meningkatkan kasus positif Covid-19.
Terlebih lagi, dengan kondisi Jakarta dengan positivity rate lebih dari 9 persen, sudah hampir pasti setidaknya ada satu orang positif dalam kerumunan sebesar 100 orang saja.
Lalu, umumnya, menurut Iwan, satu orang dapat menularkan ke 2-4 orang lainnya. Namun, ia mengkhawatirkan dalam kondisi kerumunan ini dapat muncul fenomena super spreader atau penyebar super.
”Hal yang kami khawatirkan di Covid-19 ini kalau super spreader itu dari 1 orang ke banyak orang, bisa ke 10 atau 20 orang lainnya,” kata Iwan saat dihubungi dari Jakarta.
Iwan mengatakan, untuk saat ini sulit memastikan berapa potensi jumlah kasus baru dari acara dengan kerumunan ribuan orang. Namun, dalam dua pekan ini akan terlihat betapa besar dampaknya.
Hal ini pun baru terbukti jika proses pelacakan dan pengawasan (tracing and surveillance) benar-benar dilakukan terhadap komunitas orang yang berpartisipasi pada acara tersebut. ”Ini bergantung pada upaya tesnya juga. Kalau kelompok peserta ini ’dihindari’, ya, tidak kelihatan efeknya,” kata Iwan.
Menurut dia, akan sangat sulit untuk melakukan tracing satu per satu terhadap para peserta yang mencapai ribuan. Oleh karena itu, Iwan menilai, perlu bagi otoritas kesehatan untuk mengimbau peserta segera melaporkan diri begitu merasakan gejala.
Bahkan, menurut dia, perlu meniru apa yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia ketika menghadapi kluster penyebaran acara tablig di sebuah masjid di Sri Petaling, Kuala Lumpur, Malaysia, pada 27 Februari-1 Maret lalu.
Pada saat itu, Pemerintah Malaysia meminta siapa pun yang menjadi peserta untuk melaporkan diri untuk dites. ”Kalau bisa begitu, siapa yang datang ke acara, melaporkan diri,” kata Iwan.
Hal yang penting saat ini, kata Iwan, adalah memastikan acara yang mengumpulkan kerumunan dalam jumlah besar tidak terjadi kembali. Mekanisme denda pun dirasanya tidak akan berguna karena bagi yang memiliki uang akan menganggap denda sekadar sebuah biaya untuk menyelenggarakan acara.
”Seharusnya dibubarkan langsung, jangan terpengaruh itu jenis acara apa,” kata Iwan.
Seperti yang diketahui, pada akhir pekan lalu, digelar acara pernikahan dan kegiatan keagaman di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (14/11/2020). Diberitakan, panitia memperkirakan 10.000 orang menghadiri acara tersebut yang merupakan pernikahan anak dari pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Shihab dan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Kondisi ini sebetulnya mirip dengan kluster tablig akbar yang terjadi pada akhir Februari lalu. Saat itu, sekitar 15.000 peserta tablig berkumpul di Masjid Sri Petaling dengan protokol kesehatan yang minimum. Dalam periode dua bulan, jumlah kasus positif yang memiliki kaitan dengan kluster ini bertambah 80 kali lipat.
Peneliti Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Malaysia Sarawak, Labadin J dan Hong BH, pada saat itu, sempat meneliti dinamika penularan Covid-19 kluster tersebut.
Berdasarkan angka positif yang terkonfirmasi, kedua peneliti tersebut melakukan permodelan matematisnya dan menemukan bahwa saat itu diperkirakan ada 40 orang yang berada dalam keadaan terinfeksi.
Dari situ, kemudian permodelan dilakukan untuk memproyeksi penularan yang terjadi di antara 14.500 warga negara Malaysia saja. Dari situ ditemukan bahwa sekitar 2.000 orang dari jumlah tersebut akan terinfeksi.
”Perhitungan kami mengalkulasikan bahwa lebih dari 2.000 partisipan akan terinfeksi jika intervensi tidak dilakukan kepada para peserta tersebut,” tulis Labadin dan Hong dalam publikasi ilmiahnya berjudul Transmission Dynamics of COVID-19 in Malaysia Prior to the Movement Control Order.
Dan, ternyata kerumunan ini berdampak besar pada penyebaran kasus Covid-19 di Malaysia dan Asia Tenggara pada umumnya. Hal ini karena mereka yang terinfeksi ini kemudian kembali ke daerah masing-masing dan mentransimisikan di komunitas masing-masing.
Sebanyak 45 dari 50 kasus Covid-19 pertama Brunei Darussalam bermula dari warga negaranya yang hadir dalam acara tersebut.
Di Malaysia, dengan jumlah peserta terbanyak, kluster tablig akbar menjadi sangat signifikan dampaknya. Pada 14 Maret, dilaporkan 41 kasus Covid-19 baru memiliki kaitan dengan acara tablig akbar, menambah total menjadi 238 kasus.
Dua hari kemudian, kasus total telah meningkat dengan drastis, menjadi 673 kasus. Menteri Kesehatan Malaysia Adham Baba mengatakan, sekitar dua pertiga dari total kasus positif di Malaysia yang ada saat itu berhubungan dengan acara tersebut.
Meski Pemerintah Malaysia telah menggelar pembatasan mobilitas, angka penyebaran dari acara tersebut tetap tidak terbendung.
Dua bulan kemudian, Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah menyatakan bahwa ternyata jumlah total kasus positif yang terkait dengan kluster tablig akbar mencapai 3.347 orang, sekitar 48 persen dari total 6.978 kasus positif saat itu. Artinya, dalam dua bulan, jumlah kasus melonjak lebih dari 80 kali lipat. (REUTERS/THE SUN DAILY MALAYSIA)