Penelitian terbaru menunjukkan, setidaknya terdapat tujuh bentuk gejala penyakit pada Covid-19. Catatan-catatan ilmiah ini penting untuk mempelajari berbagai hal terkait penyakit baru yang menjadi pandemi ini.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai penyakit baru, gejala sakit yang disebabkan infeksi SARS-CoV-2 terus bermunculan. Penelitian terbaru menunjukkan, setidaknya ada tujuh bentuk gejala penyakit pada Covid-19, yang bahkan dalam taraf ringan bisa meninggalkan perubahan signifikan dalam sistem kekebalan tubuh.
Penelitian ini diterbitkan di jurnal European Journal of Allergy and Clinical Immunology pada 31 Oktober 2020 oleh tim ilmuwan yang dipimpin ahli imunologi Winfried F Pickl dan ahli alergi Rudolf Valenta, dari Medical University of Vienna, Vienna, Austria. Temuan ini dapat memainkan peran penting dalam pengobatan pasien dan dalam pengembangan vaksin yang manjur.
Studi melibatkan 109 orang yang sembuh dari penyakit dan 98 orang sehat sebagai kelompok kontrol. Mereka menganalisis sampel darah perifer keseluruhan dan menentukan tingkat antibodi spesifik SARS-CoV‐2 pada pasien sembuh yang memiliki penyakit ringan sekitar 10 minggu setelah infeksi. Lebih lanjut, mereka menghubungkan perubahan imunologi dengan parameter klinis dan demografis.
Berdasarkan kajian ini, para peneliti mampu menunjukkan bahwa berbagai gejala terkait Covid-19 bisa dikelompokkan menjadi tujuh. Pertama ”gejala seperti flu” meliputi demam, menggigil, kelelahan, dan batuk.
Kedua ”gejala demam biasa” ditandai dengan rinitis, bersin, tenggorokan kering, dan hidung tersumbat. Ketiga ”nyeri sendi dan otot”, keempat ”peradangan mata dan mukosa”, kelima ”masalah paru-paru” disertai dengan pneumonia dan sesak napas, keenam ”masalah gastrointestinal”, termasuk diare, mual, dan sakit kepala, serta ketujuh ”hilangnya indera penciuman dan pengecap serta gejala lainnya”.
”Dalam kelompok terakhir kami menemukan bahwa hilangnya bau dan rasa terutama memengaruhi individu dengan sistem kekebalan baru, diukur dengan jumlah sel kekebalan (limfosit T) yang baru saja beremigrasi dari kelenjar timus. Ini berarti kami mampu untuk secara jelas membedakan sistemik (misalnya, kelompok 1 dan 3) dari bentuk khusus organ (misalnya kelompok 6 dan 7) dari penyakit primer Covid-19 primer,” kata Pickl, dalam keterangan tertulis, Senin (2/11/2020).
Kajian dari Pickl dan tim ini melengkapi sejumlah kajian sebelumnya terkait gejala Covid-19. Seperti dipetakan oleh covid.joinzoe.com dengan menggunakan data kesehatan dari 4 juta orang pengguna aplikasi, para ilmuwan di Inggris memetakan adanyai enam subtipe gejala Covid-19, yang sebagian besar bersesuian dengan kajian Pickl ini. Hanya saja, data dari covid.joinzoe.com ini menambahkan, muntah, diare, dan kram perut bisa menjadi tanda infeksi virus korona pada anak-anak.
Jejak di darah
Dalam kajian di jurnal Alergy ini, para ilmuwan juga menemukan bahwa Covid-19 dapat meninggalkan perubahan lama yang dapat dideteksi dalam darah pasien yang sembuh, sangat mirip dengan sidik jari. Misalnya, jumlah granulosit, yang bertanggung jawab dalam sistem kekebalan untuk melawan bakteri patogen, pada orang yang sembuh dari Covid-19 secara signifikan lebih rendah dari biasanya.
Pickl menjelaskan, pada orang yang pernah terinfeksi Covid-19, kompartemen sel T CD4 dan CD8 mengembangkan sel memori dan sel T CD8 tetap aktif dengan kuat. Ini menunjukkan bahwa sistem kekebalan masih secara intensif menangani penyakit beberapa minggu setelah infeksi awal.
”Pada saat yang sama, sel pengatur sangat berkurang dan itu mungkin kombinasi yang berbahaya, yang dapat menyebabkan autoimunitas,” katanya.
Dari penelitian ini ditemukan, peningkatan tingkat sel kekebalan penghasil antibodi terdeteksi dalam darah pasien yang sembuh, semakin tinggi demam pasien yang terkena selama perjalanan penyakit ringan, semakin tinggi tingkat antibodi terhadap virus.
”Temuan ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang penyakit ini dan membantu kami dalam pengembangan vaksin potensial karena kami sekarang memiliki akses ke biomarker yang menjanjikan dan dapat melakukan pemantauan yang lebih baik,” demikian laporan kajian ini.
Selain itu, penelitian tersebut menunjukkan bahwa sistem kekebalan manusia menjadi berlipat ganda saat bertahan melawan Covid-19 dengan aksi gabungan sel kekebalan dan antibodi. Sel juga mampu menghafal ”gerakan” tertentu dari virus dan meresponnya.