Uji spesimen secara masif ialah syarat mutlak untuk pengendalian penyakit Covid-19. Faktanya ketersediaan laboratorium pengujian di Indonesia masih timpang. Laboratorium Bergerak Biosafety Level 2 BPPT menawarkan solusi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
Jumlah spesimen yang diperiksa terkait Covid-19 di Indonesia masih terbatas. Kondisi ini terutama dialami daerah dengan fasilitas laboratorium memadai masih minim.
Padahal, upaya pengendalian pandemi di berbagai belahan dunia ini membutuhkan syarat mutlak berupa uji spesimen yang masif. Tanpa pengujian yang masif, kasus penularan di masyarakat tidak dapat dilacak secara optimal.
Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 per 26 Juni 2020 menunjukkan terdapat 222 laboratorium rujukan nasional yang beroperasi untuk pemeriksaan spesimen Covid-19. Pengoperasian 22 laboratorium lain masih disiapkan.
Meski begitu, ketersediaan laboratorium tersebut tidak merata di semua provinsi. Bahkan, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara tak memilikinya.
Di sisi lain, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo hanya punya satu laboratorium rujukan. Sebagian besar provinsi yang berada di luar Jawa tersedia satu sampai sepuluh laboratorium. Kapasitas pemeriksaan spesimen di setiap laboratorium pun tidak sama.
Minimnya jumlah laboratorium di sejumlah daerah dapat menyebabkan pemeriksaan yang dilakukan menjadi tidak optimal. Jika terjadi penumpukan spesimen yang harus diperiksa, waktu tunggu untuk mengetahui hasil pemeriksaan akan menjadi lama. Akibatnya, pelacakan kasus tak maksimal.
Presiden Joko Widodo pun menargetkan agar pengujian bisa mencapai 20.000-30.000 spesimen per hari. Untuk mewujudkan target ini, dibutuhkan laboratorium berfasilitas lengkap yang bisa berpindah.
Berangkat dari kondisi ini, sejumlah peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan laboratorium bergerak untuk pengujian spesimen Covid-19 yang tetap memenuhi standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Salah satunya terkait standar keamanan hayati atau biosafety level 2.
Kepala Program Laboratorium Bioteknologi BPPT Danang Waluyo mengungkapkan, laboratorium bergerak (mobile laboratory) Biosafety Level (BSL) 2 dibangun dengan tiga konsep dasar, yakni mudah dipindahkan, aman, dan akurat. Hal ini dinilai penting agar pemanfaatannya tetap bisa optimal meskipun ditempatkan di daerah pelosok Tanah Air.
Untuk mewujudkan konsep yang mudah dipindahkan, tim peneliti yang menjadi bagian dari konsorsium riset dan inovasi Covid-19 ini menggunakan kontainer sebagai ruang laboratorium. Ukuran kontainer yang dipilih adalah 20 kaki atau berukuran sekitar 6 meter x 2,4 meter x 2,5 meter.
Seluruh perangkat pendukung seperti alat pendingin ruangan diletakkan di dalam kontainer. Dengan begitu, jika kontainer harus melewati terowongan dengan batas minimum tertentu tidak terkendala. Apabila harus berpindah menggunakan kapal, kontainer ini masih bisa ditumpuk.
Keamanan uji
Terkait dengan keamanan, Danang mengatakan, desain laboratorium bergerak ini telah diatur minim dari risiko kontaminasi virus. Selain karena telah teruji memenuhi syarat BSL-2, laboratorium ini juga dilengkapi dengan tekanan negatif untuk mencegah adanya aliran udara dari dalam laboratorium ke luar ruangan.
”Laboratorium ini juga dilengkapi dengan filter udara yang mampu menyaring partikel sampai 99,99 persen. Partikel sekecil virus pun tetap dapat tersaring dari filter ini. Selain itu, udara yang ada di dalam laboratorium diganti enam kali dalam tiap jam,” katanya.
Ia juga mengatakan, pengujian spesimen yang dilakukan di laboratorium bergerak ini juga telah teruji keakuratannya. Metode pengujian yang digunakan di dalam laboratorium ini adalah metode reaksi rantai polimerasi (PCR).
Di dalam laboratorium ini disediakan dua ruangan khusus untuk proses pemeriksaan PCR. Ruangan tersebut untuk menyiapkan reaksi PCR dan ruangan untuk menambahkan molekul RNA (asam ribonukleat) pada reaksi PCR itu.
Risiko penularan dari kontak fisik pun bisa dihindari.
”Seluruh data pemeriksaan yang dihasilkan pun dapat dikirimkan langsung dengan bantuan jaringan internet. Dengan begitu, proses analisis bisa segera dilakukan oleh tim yang berada di lokasi terpisah tanpa harus membawa data pemeriksaan dari luar laboratorium. Risiko penularan dari kontak fisik pun bisa dihindari,” tutur Danang.
Laboratorium ini juga dilengkapi dengan fasilitas penampungan air, genset, serta penampung limbah. Seluruh fasilitas tersebut berjalan secara otomatis sehingga peneliti tidak perlu khawatir akan hal teknis yang terjadi dalam pengoperasian laboratorium.
Waktu singkat
Kepala BPPT Hammam Riza menjelaskan, laboratorium bergerak ini sudah beroperasi melakukan pengujian spesimen terkait Covid-19. Satu laboratorium telah disiagakan di Rumah Sakit Ridwan Meuraksa, Jakarta Timur. Dalam 10-12 jam, laboratorium ini bisa memeriksa sekitar 120 spesimen.
Menurut dia, hasil inovasi ini patut dibanggakan karena mampu dihasilkan sampai tahap hilirisasi dalam waktu relatif singkat, yakni sekitar 1,5 bulan. Hadirnya laboratorium bergerak ini diharapkan mampu mengatasi keterbatasan fasilitas laboratorium di sejumlah wilayah lain.
Lab Mobile BSL2 ini juga dilengkapi dengan aplikasi SIM BSL2.
”Lab Mobile BSL2 ini juga dilengkapi dengan aplikasi SIM BSL2, suatu aplikasi perangkuman data hasil pemeriksaan PCR yang telah mendapatkan verifikasi dari tenaga medis dan siap untuk diteruskan ke dalam sistem pelaporan nasional,” ujar Hammam.
Danang menambahkan, tim peneliti saat ini telah berupaya mengembangkan desain laboratorium bergerak dalam bentuk lebih kecil. Ini dilakukan agar bisa lebih mudah digunakan ke seluruh wilayah di Indonesia. ”Tentu tetap perlu didasarkan pada tiga prinsip dasar, yaitu mobilitas, keamanan, dan keakuratan hasil pemeriksaan,” ucapnya.