Setidaknya 3,9 juta kematian di usia relatif muda bisa dicegah dengan kebiasaan hidup yang aktif. Rasio kematian di usia ini dapat dihindari dengan aktif berolahraga. Era normal baru bisa dijadikan awal gaya hidup aktif.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
CAMBRIDGE, KOMPAS — Setidaknya 3,9 juta kematian di usia relatif muda bisa dicegah dengan kebiasaan hidup yang aktif. Masa normal normal dengan pembatasan transportasi umum dapat menjadi momentum untuk memulai menggunakan sepeda atau berjalan kaki untuk pergi ke tempat kerja.
Tim peneliti University of Cambridge, Inggris, menemukan bahwa kematian di usia muda relatif bisa dicegah. Hasil penelitian ini setelah tim peneliti melihat data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang aktivitas fisik warga di 168 negara. Rekomendasi WHO menyatakan bahwa sebaiknya masyarakat berolahraga paling sedikit 150 menit per pekan.
Peneliti mengombinasikan data ini dengan angka risiko kematian muda bagi orang yang tidak berolahraga, maka Tessa Strain dan kawan-kawan dari Unit Epidemiologi University of Cambridge menemukan rasio kematian muda yang dapat dihindari dengan aktif berolahraga.
Strain menemukan bahwa berolahraga rutin telah menyelamatkan 3,9 juta orang per tahunnya dari kematian muda. Penelitian ini telah dipublikasikan pada Rabu (17/6/2020) di jurnal medis The Lancet.
Strain berharap temuan ini dapat menjadi motivasi bagi masyarakat untuk memulai hidup aktif. Ia menilai, sudah terlalu lama kalangan peneliti menggunakan framing negatif, seperti dampak buruk tidak berolahraga.
”Kita terbiasa melihat hal negatif dari pola hidup sedenter. Namun, kalau kita berfokus pada jumlah nyawa yang telah berhasil kita selamatkan, kita bisa menyampaikan pesan bahwa berolahraga benar-benar bermanfaat,” kata Strain melalui laman milik University of Cambridge.
Profesor dari Physical Activity for Health Research Centre University of Edinburgh Paul Kelly pun memberikan apresiasi terhadap temuan ini. Menurut dia, hasil temuan positif seperti ini dapat menjaga dan meningkatkan kebiasaan baik yang sudah dilakukan sebagian masyarakat.
Untuk itu, Kelly mengatakan, ada sejumlah kegiatan sederhana yang dapat dilakukan untuk menjaga tingkat aktivitas fisik di masa pandemi Covid-19. Hal pertama yang paling mudah dilakukan adalah menjaga rutinitas aktivitas fisik harian, bisa dengan berjalan kaki setiap hari, hingga mengayuh sepeda.
Kedua, lakukan peregangan otot secara rutin setiap hari. Yoga juga bisa dilakukan untuk kelenturan otot dan persendian. Ketiga, berkebun. Kelly menilai, apabila memiliki halaman kecil di rumah Anda, berkebun dapat menjadi metode yang menyenangkan untuk peregangan otot.
Ada sejumlah hal positif yang bisa diraih bagi masyarakat yang rutin berolahraga, antara lain risiko terkena penyakit seperti jantung koroner, stroke, diabetes, hingga depresi.
Keempat, memasuki masa dimana pelonggaran karantina wilayah mulai diterapkan, aktivitas bersama di taman atau ruang terbuka lainnya bersama warga masyarakat lain akan dapat meningkatkan kondisi mental dan sosial Anda.
Di sisi lain, apabila kondisi penyebaran Covid-19 masih tinggi dan belum memungkinkan untuk berolahraga di luar ruangan, Kelly menilai berolahraga di dalam rumah bersama kelompok secara daring dapat menjadi pilihan yang tepat.
WHO juga mencatat bahwa ada sejumlah hal positif yang bisa diraih bagi masyarakat yang rutin berolahraga, antara lain risiko terkena penyakit seperti jantung koroner, stroke, diabetes, hingga depresi.
Dalam penelitian lain, berjalan kaki dan bersepeda ke kantor juga berkorelasi dengan penurunan risiko terjadinya penyakit dan kematian muda. Adanya pembatasan transportasi di masa Covid-19 dapat menjadi momentum untuk memulai menggunakan sepeda ataupun berjalan kaki untuk ke tempat kerja.
Studi hasil kerja sama Imperial College London dan University of Cambridge ini melacak 300.000 responden komuter di Inggris dan Wales selama 25 tahun, dari 1991-2016. Penelitian ini juga dipublikasikan di jurnal The Lancet pada edisi Mei 2020.
Para peneliti menemukan bahwa dibandingkan mereka yang menggunakan mobil pribadi, para pesepeda memiliki 24 persen risiko lebih rendah menderita penyakit kardiovaskular, 16 persen lebih rendah kematian akibat kanker, dan 11 persen lebih rendah terdiagnosis kanker. Bersepeda juga berkontribusi penurunan 20 persen risiko kematian muda.
Berjalan kaki dan bersepeda ke kantor juga berkorelasi dengan penurunan risiko terjadinya penyakit dan kematian muda. Pembatasan transportasi selama pandemi dapat menjadi momentum memulai menggunakan sepeda ataupun berjalan kaki ke tempat kerja.
Kepala penelitian ini, Richar Patterson dari Unit Epidemiologi University of Cambridge, mengatakan, dengan sejumlah besar orang mulai bekerja pascakarantina wilayah (lockdown) Covid-19, saat ini mungkin menjadi momentum yang tepat bagi masyarakat untuk memikirkan ulang sarana transportasinya.
”Dengan pembatasan transportasi publik, berpindah ke mobil pribadi akan memiliki dampak buruk bagi kesehatan kita dan juga lingkungan. Mendorong masyarakat untuk bersepeda dan berjalan kaki akan membantu mengurangi dampak jangka panjang pandemi ini,” kata Patterson.