Hasil riset terbaru menunjukkan antibodi pada pasien Covid-19 dapat bertahan hanya dua hingga tiga bulan. Hal ini terutama berlaku pada mereka yang tidak pernah menunjukkan gejala saat terinfeksi.
Oleh
Ahmad Arif
·2 menit baca
Dua penelitian secara terpisah tentang antibodi orang yang pernah terinfeksi Covid-19 menunjukkan antibodi bisa memberikan perlindungan sementara dan membantu orang lain melawan penyakit menular ini. Dengan demikian, harapan untuk mengatasi penyakit ini hingga kini tetap bertumpu pada penemuan vaksin.
Penelitian terbaru oleh Quanxing Long dari Chongqing Medical University dan tim yang diterbitkan di jurnal Nature Medicine pada Kamis (18/6/2020) menemukan, antibodi atau protein pelindung yang muncul sebagai respons terhadap infeksi dapat bertahan hanya dua hingga tiga bulan. Hal ini terutama berlaku pada orang yang tidak pernah menunjukkan gejala ketika mereka terinfeksi.
Kajian-kajian sebelumnya menunjukkan, antibodi terhadap virus korona lain, termasuk yang menyebabkan SARS dan MERS, bertahan sekitar satu tahun. Namun, kajian Long ini menunjukkan, antibodi terhadap Covid-19 bertahan lebih singkat.
Kesimpulan diperoleh setelah para peneliti membandingkan 37 orang tanpa gejala dengan jumlah yang sama yang memiliki gejala di Distrik Wanzhou, China. Para peneliti menemukan bahwa orang yang asimptomatik (pasien positif tanpa gejala) memiliki tanggapan yang lebih lemah terhadap virus dibandingkan dengan mereka yang mengembangkan gejala. Tingkat antibodi turun ke tingkat yang tidak terdeteksi pada 40 persen orang tanpa gejala, dibandingkan dengan hanya 13 persen orang yang memiliki gejala.
Long mengingatkan, temuan ini tidak berarti bahwa orang-orang dapat terinfeksi untuk kedua kalinya. Bahkan, tingkat rendah dari antibodi mungkin masih bersifat melindungi, seperti juga sel T dan sel B sistem kekebalan tubuh. Meskipun demikian, temuan ini memberikan catatan penting agar hati-hati dengan gagasan ”sertifikat kekebalan” bagi orang yang telah pulih dari penyakit.
Temuan lain yang penting dari kajian ini adalah sepertiga dari orang tanpa gejala memiliki kelainan pada paru-paru dan tipe sel. Studi ini juga menemukan bahwa orang tanpa gejala bisa melepaskan virus ketika terinfeksi.
Hasil riset terpisah yang diterbitkan di jurnal Science pada Senin (15/6/2020) menunjukkan, antibodi dalam darah pasien yang pulih bisa memberikan perlindungan sementara bagi orang lain. Temuan telah diuji pada hewan dan kultur sel manusia dan disiapkan untuk uji klinis. Riset dilakukan Scripps Research IAVIdan Fakultas Kedokteran Universitas California San Diego.
Terhadap temuan ini, Akiko Iwasaki, seorang ahli imunologi virus di Universitas Yale, seperti diwawancarai New York Times, mengatakan, laporan-laporan ini menyoroti perlunya mengembangkan vaksin yang kuat karena kekebalan yang berkembang secara alami selama infeksi tidak opimal dan berumur pendek pada kebanyakan orang.
”Kita tidak bisa mengandalkan infeksi alami untuk mencapai kekebalan kawanan (komunitas),” katanya.