Peserta BPJS banyak yang turun kelas karena langkah pemerintah menaikkan tarif iuran. Kenaikan iuran hendaknya diiringi dengan peningkatan layanan kesehatan untuk mengantisipasi penumpukan pasien di rumah sakit.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan pemerintah untuk menaikkan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat berdampak pada tingginya jumlah peserta yang turun kelas, terutama turun ke kelas III. Untuk itu, peningkatan kapasitas layanan kesehatan diperlukan untuk mengantisipasi penumpukan pasien di rumah sakit.
Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menunjukkan, total peserta yang turun kelas pada segmen peserta bukan penerima upah (PBPU)/bukan pekerja (BP) dari Desember 2019 sampai Mei 2020 sebesar 2.313.658 orang atau 7,54 persen dari total peserta pada segmen tersebut. Penurunan tertinggi terjadi pada Desember 2019 yang mencapai 1.034.930 orang.
Rinciannya, total peserta PBPU/BP atau peserta mandiri yang turun kelas dari kelas I ke kelas II sebanyak 317.611 orang, peserta yang turun kelas dari kelas I ke kelas III sebanyak 510.728 orang, dan peserta yang turun kelas dari kelas II ke kelas III sebanyak 1.455.319 orang. Sementara total peserta PBPU/BP hingga Mei 2020 sebanyak 30.650.572 orang.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris di Jakarta, Kamis (18/6/2020), mengatakan, peserta yang turun kelas banyak terjadi setelah pemerintah menerbitkan kebijakan tentang penyesuaian iuran program JKN-KIS. Dalam Peraturan Presiden Nomor 75/2019 disebutkan, mulai Januari 2020, besar iuran kelas I menjadi Rp 160.000, kelas II menjadi Rp 110.000, dan kelas III menjadi Rp 42.000.
Namun, setelah Mahkamah Agung membatalkan kebijakan tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan aturan baru melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Pada aturan tersebut, per 1 Juli 2020 iuran JKN-KIS bagi peserta PBPU/BP kelas I menjadi Rp 150.000, kelas II menjadi Rp 100.000, dan kelas III menjadi Rp 42.000.
”Sistem kami sudah memungkinkan untuk melayani peserta yang ingin turun kelas. Peserta bisa menyesuaikan besaran iuran yang dibayar dengan kemampuan membayarnya. Bahkan, aktivasi kepesertaan yang turun kelas dipercepat menjadi satu bulan, dari sebelumnya bisa sampai satu tahun,” tutur Fachmi.
Banyaknya jumlah peserta yang turun kelas ini perlu diantisipasi dengan menambah jumlah fasilitas pelayanan kesehatan, terutama pada fasilitas kelas III. Kebutuhan ini semakin mendesak mengingat masih ditemukannya penumpukan pasien di rumah sakit yang memanfaatkan program JKN-KIS.
Sistem kami sudah memungkinkan untuk melayani peserta yang ingin turun kelas. Peserta bisa menyesuaikan besaran iuran yang dibayar dengan kemampuan membayarnya.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani menuturkan, ketersediaan fasilitas layanan kesehatan untuk kelas III terus ditingkatkan. Pemerintah telah mewajibkan setiap rumah sakit menyediakan 30 persen tempat tidur untuk peserta kelas III program JKN-KIS atau sekitar 81.000 tempat tidur di seluruh Indonesia.
”Dari jumlah itu, ketersediaan saat ini sudah melampaui target yang ditetapkan. Jumlah tempat tidur untuk peserta kelas III yang tersedia 127.000 tempat tidur atau 47 persen dari seluruh tempat tidur yang tersedia di rumah sakit di seluruh Indonesia yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan,” paparnya.
Fachmi menambahkan, meskipun banyak peserta yang turun kelas, di lain sisi ada pula peserta segmen PBPU/BP yang memutuskan untuk naik kelas. Secara rinci, dari 1 Desember 2019 sampai 1 Mei 2020, total peserta PBPU/BP kelas III yang naik ke kelas II sebanyak 135.050 orang, peserta kelas III yang naik ke kelas I sebanyak 67.243 orang, dan peserta kelas II yang naik ke kelas I sebanyak 103.475 orang.
”Jadi, total peserta PBPU/BP yang naik kelas ada 163.146 orang atau sekitar 0,53 persen dari total peserta PBPU/BP yang terdata,” ucapnya.