Dua Menara Tambahan di RS Darurat Wisma Atlet Disiapkan untuk Antisipasi Lonjakan Pasien
Pasien yang masuk ke RS Darurat Covid-19 terus bertambah. Ruang perawatan akan diperluas ke menara empat dan lima apabila menara yang digunakan saat ini sudah penuh.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak mulai beroperasi pada Senin (23/3/2020) petang, pasien yang dirawat di Rumah Sakit Darurat Covid-19, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, terus bertambah. Apabila ruangan di menara enam dan tujuh yang saat ini digunakan untuk merawat pasien sudah tidak mencukupi, ruang perawatan akan diperluas ke menara empat dan lima.
Kepala Staf Komando Daerah Militer Jaya Brigadir Jenderal M Saleh Mustafa mengatakan, hingga Kamis (26/3) pukul 13.00 ada 215 pasien, terdiri dari 124 laki-laki dan 91 perempuan, yang menjalani rawat inap di RS Darurat Covid-19 di Wisma Atlet. Pasien tersebut terdiri dari 44 orang dalam pemantauan (ODP), 157 pasien dalam pengawasan (PDP), dan 14 pasien positif Covid-19.
Jumlah pasien yang dirawat terus meningkat sejak hari pertama rumah sakit tersebut beroperasi. Jika pada Selasa pasien yang dirawat sebanyak 71 orang, kemudian menjadi 144 pasien pada Rabu, kini pasien sudah bertambah menjadi 215 orang. Artinya, ada penambahan pasien sekitar 70 orang per hari.
Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal Eko Margiyono mengatakan, pemerintah sudah mengantisipasi apabila penyebaran Covid-19 tidak bisa dibendung. Jika hanya mengandalkan rumah sakit rujukan yang sudah ditunjuk, jumlahnya tidak akan mencukupi.
Oleh sebab itu, pihaknya telah menyiapkan menara 4 dan 5 sebagai ruang perawatan tambahan jika situasi Covid-19 di Jakarta terus memburuk. ”Dari hasil simulasi Forum Koordinasi Pimpinan Daerah DKI Jakarta karena Jakarta paling banyak terpapar virus ini, skenario terburuk bisa mencapai 6.000 sampai 8.000 orang positif,” kata Eko.
Sejak awal, lanjut dia, RS Darurat Covid-19 di Wisma Atlet Kemayoran dirancang untuk merawat pasien yang berasal dari wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Namun, pihaknya tetap menerima jika ada pasien dari daerah lain yang harus dirawat di rumah sakit tersebut, seperti yang sudah masuk pasien dari Surabaya dan Semarang.
Untuk diketahui, dari 10 menara di Wisma Atlet, ada 4 menara yang digunakan untuk operasional rumah sakit, yakni menara satu, menara tiga, menara enam, dan menara tujuh. Setiap menara terdiri atas 24 lantai dengan kapasitas masing-masing sekitar 650 unit. Pemilihan letak menara ini dimaksudkan untuk mengatur arus pertemuan antara pasien dan petugas kesehatan.
Saat ini, untuk merawat pasien, ada dua menara yang digunakan, yakni menara enam dan tujuh. Kedua menara ini mampu menampung sekitar 3.000 pasien. Setiap orang yang masuk ke area ini wajib menggunakan alat pelindung diri karena masuk zona merah.
Kemudian di menara satu digunakan untuk operasional petugas dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan para sukarelawan. Di sini masuk dalam zona hijau yang hanya boleh dimasuki pihak yang berkepentingan, di antaranya TNI, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan kelompok sukarelawan. Sementara menara tiga yang masuk zona kuning digunakan sebagai operasional petugas medis, yakni dokter dan perawat.
Eko mengatakan, RS Darurat Covid-19 di Wisma Atlet ini menerapkan prinsip pembatasan kontak antara petugas medis dan pasien. Dokter yang melakukan kunjungan pasien menggunakan panggilan video untuk mengecek perkembangan pasiennya karena pasien yang dirawat menerapkan perawatan dan karantina mandiri. Apabila gejalanya makin berat akan dirujuk ke rumah sakit.
Dia menegaskan, rumah sakit ini hanya digunakan untuk membantu penanganan pasien Covid-19 dengan gejala ringan hingga sedang. Pasien yang bisa dirawat pun harus memenuhi sejumlah kriteria, antara lain ODP harus berusia lebih dari 60 tahun serta PDP dan positif Covid-19 harus berusia lebih dari 15 tahun. Jika ada pasien dengan gejala ringan, tetapi memiliki penyakit komplikasi, psien akan tetap dirujuk.
Kemudian untuk bisa dirawat di rumah sakit ini, masyarakat bisa menggunakan dua jalur, yakni jalur mandiri dan jalur rujukan. Lewat jalur mandiri, warga yang datang dengan gejala dan pernah melakukan kontak dengan pasien positif akan dirawat. Jika tanpa gejala, meskipun pernah kontak atau bahkan positif, dianjurkan tetap berada di dalam rumah.
”Rujukan itu merupakan pasien dari setiap rumah sakit yang mungkin karena penuh atau bagaimana lalu dirujuk ke sini. Tentunya, (semua) harus menggunakan surat rujukan,” ucap Eko.