Anak dengan HIV/AIDS Kembali Mendapat Perlakuan Buruk
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS kembali terjadi. Bahkan, kali ini terjadi pada anak-anak. Namun, sayangnya, pemerintah masih tak acuh dengan kejadian ini.
”Ada tiga anak dengan HIV di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, yang didesak keluar dari sekolah dan bahkan diusir dari kampung halamannya. Masyarakat masih khawatir kalau mereka akan menularkan HIV kepada anak-anak lain,” kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/10/2018).
Anggara menyerukan agar pemerintah segera turun tangan untuk memastikan tidak ada trauma dan perlakukan diskriminatif yang terjadi pada anak. Masyarakat juga diminta tenang dan mendukung penanggulangan kasus-kasus serupa.
Lebih lanjut, Anggara menilai pemerintah dan DPR masih tak acuh dengan fenomena HIV/AIDS di Indonesia. Hal ini terlihat dalam naskah Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RUU HP) versi terakhir pada 9 Juli 2018.
”RUU HP Pasal 443 dan 445 memuat rekomendasi pemerintah, kriminalisasi terkait promosi, penyebaran dan memperlihatkan alat kontrasepsi seperti kondom. Seharusnya promosi alat-alat kontrasepsi dilakukan secara luas untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS,” kata Anggara.
Menurut catatan Kompas (30/7/2018), praktisi kesehatan Mitra Kadarsih mengatakan, RUU HP seharusnya menjamin warga hidup nyaman, aman, dan sejahtera. Bukan membuat kecemasan dan ketakutan bagi warga.
Mitra menegaskan, Pasal 443 dan 445 RUU HP dihapus. Kedua pasal ini berbicara mengenai kriminalisasi edukasi dan promosi alat pencegah kehamilan, termasuk kontrasepsi.
”Jika kedua pasal ini disahkan, siapa pun yang memberi informasi tentang alat pencegahan kehamilan kepada orang lain dapat dipidana. Dampaknya, program keluarga berencana, edukasi kesehatan reproduksi, dan upaya penanggulangan infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS akan terhambat,” kata Mitra.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kasus HIV di Indonesia pada 2017 berjumlah 48.300 kasus dan untuk AIDS berjumlah 9.280 kasus. Sementara hingga Juni 2018, terdapat 21.336 kasus HIV dan 6.162 kasus AIDS.
Laporan dari situasi perkembangan HIV-AIDS dan penyakit infeksi menular seksual (PIMS) triwulan II-2018 ini menunjukkan, kasus tiga anak HIV bukan merupakan kasus tunggal. Masih banyak kasus HIV/AIDS lainnya yang mungkin saja tidak terungkap di masyarakat.
”Dalam kondisi ini, program pemerintah terkait HIV/AIDS perlu untuk diperkuat, sembari memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa tidak boleh ada diskriminasi dan stigma yang dilekatkan pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA),” kata Anggara.
Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV. Salah satu tujuan pengaturan penanggulangan HIV/AIDS adalah untuk meniadakan diskriminasi terhadap ODHA.
HIV/AIDS bisa saja datang kepada keluarga, teman, atau bahkan diri kita sendiri. Maka, memberikan pemahaman kepada masyarakat sama pentingnya dengan program penanggulangan lain yang dicanangkan pemerintah.
”Butuh komitmen dan kedewasaan berpikir di level pengambil kebijakan untuk melihat masalah secara komprehensif. Kriminalisasi penyebaran dan promosi alat kontrasepsi sebagaimana dilakukan pemerintah dalam RUU HP hanya akan memperburuk kondisi penyebaran HIV/ADIS di Indonesia,” kata Anggara.
Dalam hal ini, ICJR tetap pada posisinya meminta pemerintah dan DPR menghapus Pasal 443 dan 445 mengenai larangan promosi dan penyebaran alat kontrasepsi dalam RUU HP. Sebab, upaya kriminalisasi hanya akan menutup akses pada alat kontrasepsi yang digunakan dalam fasilitas kesehatan ataupun diperdagangkan secara umum. (SHARON PATRICIA)