Anggaran untuk program makan siang dan susu gratis bisa menyaingi kebutuhan infrastruktur dan juga alutsista.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI, SRI REJEKI, ALBERTUS KRISNA
·4 menit baca
Pascahitung cepat Pemilu 2024, warga menyoroti janji kampanye Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yakni makan siang dan susu gratis. Program tersebut selama masa kampanye paling sering digaungkan. Program itu disebutkan salah satu dari delapan program terbaik. Program ini menargetkan lebih dari 80 juta penerima manfaat dengan cakupan 100 persen pada 2029.
Tim Jurnalisme Data Kompas menghitung kebutuhan anggaran untuk merealisasikan program tersebut. Berdasarkan Data Pokok Pendidikan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kemendikbudristek, diketahui peserta didik pada tahun ajaran 2023-2024 mencapai 47,5 juta orang. Ini adalah jumlah total siswa dari jenjang kelompok bermain, taman kanak-kanak, SD, SMP, SMA, dan SMK.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Jika diasumsikan harga makan siang berada dalam rentang Rp 10.000-Rp 30.000 per porsi dan harga susu dalam kisaran Rp 3.000-Rp 5.000 per saji, maka kebutuhan anggaran untuk program makan siang dan susu gratis mencapai Rp 148,4 triliun hingga Rp 399,6 triliun selama setahun (240 hari).
Kebutuhan anggaran ini akan meningkat lagi karena belum memasukkan jumlah siswa di pesantren dan MI, MTs, serta MA, baik negeri maupun swasta. Jumlah siswa yang masuk ke dalam target program ini bisa lebih dari 50 juta siswa. Dana yang disediakan sudah pasti bakal membengkak.
Dari mana kebutuhan tersebut akan dipenuhi? Dalam berita ”Utak-atik Sumber Anggaran untuk Makan Siang Gratis” (Kompas.id, 17/2/2024), Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, menjelaskan, kebutuhan program tersebut akan memakan dana Rp 400 triliun per tahun. Ada sejumlah cara yang disiapkan untuk merealisasikan program tersebut.
Eddy memastikan program itu dilaksanakan bukan dengan memangkas subsidi BBM begitu saja. Sebelumnya, santer dibicarakan bahwa subsidi BBM akan dipangkas menyusul pernyataan Eddy di sebuah media tentang wacana pengurangan subsidi yang tidak terlalu dibutuhkan, seperti subsidi energi yang penyalurannya selama ini kerap salah sasaran.
Menurut Eddy, perlu adanya evaluasi pemberian subsidi energi agar lebih tepat sasaran, seperti untuk masyarakat miskin, usaha mikro-kecil, dan yayasan kemanusiaan. Selama ini subsidi itu juga turut dinikmati masyarakat mampu atau dengan kata lain tidak tepat sasaran.
Evaluasi yang ia maksud adalah dengan menyempurnakan data penerima. Selain itu, menyempurnakan peraturan tentang kriteria masyarakat yang berhak menerima subsidi energi, termasuk sanksi untuk yang melanggar. ”Kalau itu dilakukan, otomatis kebutuhan untuk subsidi energi menciut. Dari saat ini Rp 350 triliun, misalnya, setelah dilakukan efisiensi, menjadi hanya Rp 100 triliun. Ini contoh saja. Jadi, konteksnya itu penghematan anggaran subsidi,” ujar Eddy.
Anggaran sektor lain
Dibandingkan dengan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp 3.325,1 triliun, porsi anggaran untuk makan siang dan susu gratis cukup besar (12 persen). Dengan tambahan program ini, belanja negara juga akan meningkat menjadi Rp 3.724,7 triliun.
Kalau itu dilakukan, otomatis kebutuhan untuk subsidi energi menciut. Dari saat ini Rp 350 triliun, misalnya, setelah dilakukan efisiensi, menjadi hanya Rp 100 triliun. Ini contoh saja. Jadi, konteksnya itu penghematan anggaran subsidi.
Jumlah anggaran makan siang gratis sekitar Rp 400 triliun ini juga ”bersaing” dengan anggaran untuk sektor lain, seperti pembangunan dan perawatan infrastruktur senilai Rp 423,4 triliun.
Anggaran infrastruktur ini akan digunakan, antara lain, untuk pembangunan lebih dari 5.000 unit rumah susun, pembangunan 271 km jalan baru, 4.800 meter jembatan baru, hingga 21 lokasi bandar udara dan 36 pelabuhan penyeberangan baru.
Anggaran untuk sektor kesehatan ternyata lebih kecil, yakni Rp 187,5 triliun yang direncanakan untuk penyediaan bantuan operasional kesehatan untuk lebih dari 10.000 puskesmas, pembangunan puskesmas, pembangunan rumah sakit, hingga sosialisasi dan pencegahan TBC.
Anggaran untuk sektor hukum dan pertahanan serta keamanan (hankam) juga lebih rendah, yakni Rp 331,9 triliun. Anggaran ini akan digunakan, antara lain, untuk pemeliharaan dan perawatan kapal perang, pesawat udara, kendaraan tempur, pengadaan amunisi, hingga patroli perbatasan, penyelesaian tindak pidana umum, dan tindak pidana terorisme.
Demikian pula dengan anggaran untuk program-program ketahanan pangan, seperti bantuan alat penangkap ikan, pembangunan jaringan irigasi, pembangunan bendungan, hingga penyaluran subsidi pupuk, yang lebih kecil, yakni Rp 114,3 trilun.
Subsidi energi yang dianggarkan dalam APBN 2024 juga jauh lebih kecil dari kebutuhan anggaran program makan siang dan susu gratis. Subsidi energi yang meliputi, antara lain, penyediaan bahan bakar minyak solar dan subsidi listrik, besarnya Rp 189,1 triliun.
Dari total APBN 2024 sebesar Rp 3.325,1 triliun, perkiraan penerimaan negara sebanyak Rp 2.802,2 triliun, yang terdiri dari Rp 1.988,9 triliun pendapatan pajak, Rp 492 triliun dari penerimaan negara bukan pajak, Rp 321 triliun dari kepabeanan dan cukai, serta Rp 400 miliar dari hibah. Tentu saja, agar bisa memenuhi kebutuhan anggaran untuk program makan siang dan susu gratis, perlu adanya peningkatan penerimaan negara.
Misalnya, lewat dana dari hasil putusan pengadilan yang sudah inkracht, seperti dana lelang aset BLBI. Opsi lain, mengejar obyek pajak baru, seperti penerapan pajak kekayaan ( windfall profit tax) untuk perusahaan di sektor komoditas primer.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat, jika Prabowo-Gibran tetap ingin menjalankan kebijakan makan siang gratis, pendanaannya semestinya tidak mengambil dari anggaran belanja rutin, seperti subsidi energi. Pemerintah, menurut dia, harus mencari cara kreatif lain. ”Misalnya, lewat dana dari hasil putusan pengadilan yang sudah inkracht, seperti dana lelang aset BLBI. Opsi lain, mengejar obyek pajak baru, seperti penerapan pajak kekayaan (windfall profit tax) untuk perusahaan di sektor komoditas primer,” jelas Bhima.