logo Kompas.id
InvestigasiRibuan Caleg Asal Jakarta...
Iklan

Ribuan Caleg Asal Jakarta Mewakili Daerah Pemilihan Lain

Hampir 60 persen caleg DPR minim kedekatan dengan dapilnya. Bagaimana nasib daerah yang kelak mereka wakili?

Oleh
ALBERTUS KRISNA, SRI REJEKI, SATRIO PANGARSO WISANGGENI
· 8 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/TQNedOE9bO6GpD5z-p_2NbFEI7I=/1024x2889/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F31%2F749c28fe-8a5c-4301-92d0-c6fd63f9568e_png.png

JAKARTA, KOMPAS —Sebanyak 1.294 calon anggota legislatif DPR di Pemilu 2024 tidak memiliki kedekatan dengan daerah pemilihan atau dapil. Mayoritas dari mereka berasal dari DKI Jakarta dan sekitarnya. Ini terungkap dari hasil analisis Tim Jurnalisme Data Harian Kompas pada profil caleg di laman infopemilu.kpu.go.id yang diakses 16 November 2023.

Tim mengukur kedekatan caleg dengan dapilnya berdasarkan domisili, tempat lahir, dan lokasi tempat pendidikan. Dari total 9.917 orang dalam daftar calon tetap (DCT) yang disahkan KPU, 5.701 caleg (57,5 persen) tinggal di luar dapilnya. Sementara 3.605 caleg atau 36,4 persen dari total DCT tinggal di luar dapil dan tidak lahir di kabupaten/kota di dapilnya.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Sementara caleg yang tidak berdomisili dan tidak lahir di dapil serta tidak pernah sekolah di wilayah dapil, di tingkat SMA atau perguruan tinggi, sebanyak 1.294 caleg atau 13 persen dari total jumlah caleg. Mereka inilah yang disebut caleg yang tidak punya keterkaitan sama sekali dengan dapil.

Deretan baliho bakal calon anggota legislatif terpasang menyesaki ruang publik, seperti terlihat di kawasan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten, Rabu (27/9/2023).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS)

Deretan baliho bakal calon anggota legislatif terpasang menyesaki ruang publik, seperti terlihat di kawasan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten, Rabu (27/9/2023).

Mereka yang paling tidak punya kaitan dengan dapilnya mayoritas tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Paling banyak di Jakarta Selatan, yaitu 180 caleg atau 13,9 persen dari total 1.294 caleg. Disusul di Jakarta Timur 11,7 persen, Depok 6,1 persen, Tangerang Selatan 45,2 persen, dan Jakarta Barat 5,1 persen.

Salah satu dapil yang menjadi daerah tujuan adalah Jawa Tengah 4 yang melingkupi Kabupaten Wonogiri, Karanganyar, dan Sragen. Dari total 113 caleg yang terdaftar di dapil tersebut, 28 caleg atau 24,8 persen tidak memiliki kedekatan, baik domisili, tempat lahir, maupun riwayat pendidikan. Sebagian besar caleg itu berdomisili di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Kabupaten Bogor, Kota Semarang, dan Tangerang Selatan.

Dapil lain yang juga menjadi tujuan caleg ”impor” adalah Dapil Riau 2 yang meliputi Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu, Pelalawan, dan Kuantan Singingi. Ada 24 caleg atau lebih dari seperlima total caleg di situ yang sama sekali tidak memiliki kedekatan dengan Dapil Riau 2 berdasarkan tiga kriteria tadi. Mayoritas mereka tinggal di Kota Pekanbaru, Jakarta Selatan, Kabupaten Serang, Jakarta Timur, Kota Bogor, dan Kota Serang.

Baca juga: Anies dan Prabowo Ekspansif, Ganjar Pilih Jaga Basis Suara

Seorang pengendara melintas di Jalan Siliwangi, Pamulang, Tangerang Selatan, yang tepi jalannya dipenuhi baliho dan spanduk caleg dari sejumlah partai, Selasa (30/1/2024).
KOMPAS/SRI REJEKI

Seorang pengendara melintas di Jalan Siliwangi, Pamulang, Tangerang Selatan, yang tepi jalannya dipenuhi baliho dan spanduk caleg dari sejumlah partai, Selasa (30/1/2024).

Luar domisili

Ada berbagai alasan yang mendorong seorang caleg memilih dapil di luar dapil domisilinya. Salah satunya seperti diungkapkan Mikhael Benyamin Sinaga (33), caleg DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa. Ia dipasang di nomor urut 5 Dapil Sumatera Utara 1 yang meliputi Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Kota Medan, dan Kota Tebing Tinggi.

Meski lahir, sekolah, hingga kini tinggal di Jakarta, Mikhael mengaku belum percaya diri jika harus bertanding di dapil Jakarta. Sebagai gantinya, ia memilih Dapil Sumatera Utara 1.

Saya pulang ke sana hampir setiap tahun. Keluarga masih banyak di situ. Pertama kali saya turun ke sana langsung dapat tim sukses 40 orang,

Keluarga besarnya dari marga yang sama tersebar di Sumatera Utara, termasuk di Dapil Sumatera 1. Mengetahui Mikhael nyaleg, keluarga besarnya langsung turun tangan memberikan dukungan. Tidak mengherankan mengingat ibunya 11 bersaudara dan ayahnya tujuh bersaudara. ”Saya pulang ke sana hampir setiap tahun. Keluarga masih banyak di situ. Pertama kali saya turun ke sana langsung dapat tim sukses 40 orang,” ujar Mikhael.

Baca juga: Hanya Program Terpilih yang Ditonjolkan Lewat Media Sosial

Mikhael Benyamin Sinaga, caleg DPR dari PKB Dapil Sumatera Utara 1, ketika ditemui harian <i>Kompas </i>di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/1/2024).
KOMPAS/ALBERTUS KRISNA

Mikhael Benyamin Sinaga, caleg DPR dari PKB Dapil Sumatera Utara 1, ketika ditemui harian Kompas di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/1/2024).

Ini pengalaman pertama Mikhael berlaga di pemilihan legislatif setelah selama ini aktif di DPP PKB. Tercatat sebagai kader PKB sejak akhir 2022, Mikhael kemudian ditunjuk sebagai juru bicara milenial PKB dan kini salah satu jubir capres-cawapres nomor urut 1, Anies-Muhaimin.

Bulan Februari 2023, ia ditantang langsung oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menjadi caleg DPR. Semula Mikhael belum berniat nyaleg. Kalaupun iya, ia hanya berani di tingkat DPRD kota. Namun, setelah disemangati Muhaimin, Mikhael akhirnya memberanikan diri menjadi caleg DPR.

Walaupun selama ini jarang ada caleg PKB yang berhasil memenangi kursi di Dapil Sumut 1, Mikhael tetap yakin mampu meraup banyak suara berkat keunikan yang ia miliki. Profilnya sebagai orang Batak dan Kristen yang wajahnya mirip orang Tionghoa, tetapi nyaleg dari PKB, akan ia gunakan sebagai daya tarik kepada konstituen. Selama ini, gara-gara profil yang tertera di spanduk pencalegannya, ia kerap mendapat pertanyaan dari warga dapil yang ia temui.

Baca juga: Cari Tahu Tahapan Pemilu agar Tak Ada Ragu

Kumalasari Kartini, caleg nomor urut 1 untuk dapil Jateng 5 dari Partai Gelora, tengah berkampanye dengan membagikan kalender belum lama ini.
ARSIP PRIBADI

Kumalasari Kartini, caleg nomor urut 1 untuk dapil Jateng 5 dari Partai Gelora, tengah berkampanye dengan membagikan kalender belum lama ini.

Dalam kampanyenya, termasuk ke gereja-gereja Kristen, Mikhael lalu mengingatkan betapa besar jaga Gus Dur, yang juga pendiri PKB, kepada kaum minoritas, termasuk orang Tionghoa yang dulu tidak bisa merayakan Imlek dan orang Konghucu yang dulu sulit beribadah.

”Saya pergi ke gereja dan jemaatnya banyak yang bingung, kok, ini orang di PKB. Ternyata setelah saya jelaskan, oh, alasannya begitu. Akhirnya mereka merenungi apa yang saya jelaskan. Bahkan, saat saya hendak pulang, mereka minta foto-foto. Berarti, kan, itu sesuatu yang sangat positif, ya,” kata Mikhael.

Saya pergi ke gereja dan jemaatnya banyak yang bingung, kok, ini orang di PKB. Ternyata setelah saya jelaskan, oh, alasannya begitu.

Pemerataan caleg

Banyaknya caleg yang berasal dari Jabodetabek membuat tidak semua dari mereka dapat dipasang di wilayah tersebut. Caleg-caleg tersebut oleh partainya kemudian disebar ke dapil lain di luar dapil domisili mereka, seperti dialami Kumalasari Kartini (45), caleg dari Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora).

Kumala yang berdomisili di Jakarta Selatan dipasang sebagai nomor urut 1 di Dapil Jawa Tengah 5. ”Hasil diskusi internal, saya ditempatkan di Dapil Jateng 5. Banyak pengurus pusat yang jadi caleg, jadi harus dibagi-bagi. Kalau semua nyaleg di Jakarta, nanti numpuk,” kata Kumala, di Jakarta, Senin (15/1/2024).

Iklan

Baca juga: Kenali Caleg dan Parpol Pilihanmu

Pengendara sepeda motor melintas di jalan yang penuh dengan baliho calon anggota legislatif di Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (21/12/2023).
KOMPAS/HARRY SUSILO

Pengendara sepeda motor melintas di jalan yang penuh dengan baliho calon anggota legislatif di Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (21/12/2023).

Persetujuannya ditempatkan di Dapil Jateng 5 bukan tanpa alasan. Meski lahir hingga kuliah dan bekerja selalu di Ibu Kota, ibu dan mertuanya berasal dari Solo. Dapil Jateng 5 meliputi Kota Surakarta, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali. ”Mama saya dari Solo, mertua dua-duanya juga dari Solo. Sejak kecil kami rutin mudik ke Solo. Jadi, enggak buta-buta amatlah dengan perkembangan Solo,” kata Kumala yang juga Ketua Bidang Gaya Hidup, Hobi, dan Olahraga DPN Partai Gelora.

Mama saya dari Solo, mertua dua-duanya juga dari Solo. Sejak kecil kami rutin mudik ke Solo. Jadi, enggak buta-buta amatlah dengan perkembangan Solo

Sejak namanya masih di daftar caleg sementara (DCS), Kumala sudah mulai mengunjungi wilayah Dapil Jateng 5. Terlebih saat namanya masuk DCT. Biasanya ia akan berada di wilayah dapil selama satu atau dua minggu lalu kembali ke Jakarta.

Menjelang hari-H pemilu, kunjungannya akan semakin diintensifkan. Dapil Jateng 5 dijuluki ”dapil neraka” karena dihuni oleh caleg-caleg terkenal dari sejumlah partai. ”Dapil ’neraka’ atau bukan, perjuangannya buat kami sama saja karena partai kami baru, benar-benar harus berjuang dari nol,” kata Kumala. Ia sendiri lebih banyak mengandalkan kunjungan dari pintu ke pintu untuk merebut hati calon pemilihnya. Ia juga mendekati komunitas tertentu, seperti komunitas sepeda, lari, dan senam, untuk menarik simpati massa.

Baca juga: Adu Gagasan Capres-Cawapres, Siapa Unggul?

Warga berjalan di depan alat peraga kampanye caleg Pemilu 2024 di Jalan Matraman Raya, Jakarta, Rabu (6/12/2023). Baliho dan spanduk masih dipilih oleh caleg untuk mengenalkan diri kepada masyarakat.
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Warga berjalan di depan alat peraga kampanye caleg Pemilu 2024 di Jalan Matraman Raya, Jakarta, Rabu (6/12/2023). Baliho dan spanduk masih dipilih oleh caleg untuk mengenalkan diri kepada masyarakat.

Bagi Mario (38), warga Deli Serdang yang masuk dapil Sumatera Utara 1, caleg yang berasal dari luar dapil akan sulit menyuarakan aspirasi warga setempat ke pemerintah pusat. Ia pun mengaku agak ragu jika harus memilih caleg yang tidak berasal dari dapilnya.

”Saya 50:50 untuk memilih mereka. Menurut saya, bagaimana caleg bisa tahu persoalan di sini kalau tidak pernah tinggal di sini, seperti masalah banjir atau komunikasi dengan pemerintah lokal. Untuk paham semua itu, butuh waktu tidak singkat. Bisa bertahun-tahun,” kata Mario.

Menurut saya, bagaimana caleg bisa tahu persoalan di sini kalau tidak pernah tinggal di sini, seperti masalah banjir atau komunikasi dengan pemerintah lokal.

Mario mengaku telah memiliki nama caleg DPR yang hendak ia pilih di Pemilu 2024, yakni temannya yang juga pengusaha yang aktif mendampingi pelaku UMKM di Kota Medan dan sekitarnya.

Endang (41), warga Ngargorejo, Ngemplak, Boyolali, mengungkapkan tidak mengenal caleg-caleg yang wajahnya banyak bertebaran di spanduk dan baliho di jalan. Apalagi informasi mengenai caleg relatif terbatas karena tertutup hiruk pikuk pilpres. Ia pun tidak tahu apakah orang-orang yang mencalegkan diri di dapilnya berasal dari situ atau bukan.

Arya (26), pemilih muda di Kota Tangerang, sedang menunjukkan cara ia mempelajari profil caleg-caleg DPR yang berlaga di dapilnya. Sejumlah poster digital dari sejumlah caleg Arya tunjukkan kepada harian <i>Kompas </i>pada Minggu (21/1/2024).
KOMPAS/ALBERTUS KRISNA

Arya (26), pemilih muda di Kota Tangerang, sedang menunjukkan cara ia mempelajari profil caleg-caleg DPR yang berlaga di dapilnya. Sejumlah poster digital dari sejumlah caleg Arya tunjukkan kepada harian Kompas pada Minggu (21/1/2024).

Lha, caleg yang sudah terpilih saja bisa bukan dia yang dilantik, tergantung partainya, kan. Bisa juga calegnya vokal, tetapi kalau kebijakan partainya beda, ya, enggak jalan caleg itu.

Menurut dia, idealnya memang caleg memiliki kedekatan dengan dapil, seperti berdomisili atau pernah tinggal lama di dapil. Akan tetapi, bagi ia sendiri kini yang penting adalah memilih partai yang sesuai aspirasinya.

Lha caleg yang sudah terpilih saja bisa bukan dia yang dilantik, tergantung partainya, kan. Bisa juga, calegnya vokal, tetapi kalau kebijakan partainya beda, ya, enggak jalan caleg itu. Jadi, mending saya menyeleksi dulu mana partai yang pandangannya sesuai dengan pandangan saya. Partai kecil enggak masalah,” kata Endang.

Ia berencana tiga hari menjelang hari pemungutan suara baru akan mulai mempelajari caleg-caleg yang diajukan oleh partai pilihannya. ”Paling H-3 baru buka situs KPU untuk lihat caleg-caleg partai yang sesuai aspirasi saya,” katanya.

Penyaluran aspirasi

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.
KOMPAS/FAJAR RAMADAN

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.

Soal banyaknya caleg yang tidak memiliki kedekatan dengan dapilnya, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpendapat, kondisi itu berpotensi membuat masyarakat kesulitan menyalurkan aspirasinya. Daerahnya pun rentan tertinggal dalam mendapatkan insentif yang semestinya bisa diperjuangkan para wakilnya.

”Daerah akan menghadapi kendala dalam memperjuangkan kepentingan warganya karena tidak terbangun hubungan konstituensi antara pemilih dan para wakil rakyat yang duduk di parlemen,” kata Titi.

Daerah akan menghadapi kendala dalam memperjuangkan kepentingan warganya karena tidak terbangun hubungan konstituensi antara pemilih dan para wakil rakyat yang duduk di parlemen

Diakui Titi, memang hingga saat ini tidak ada regulasi yang melarang orang mencalonkan diri menjadi caleg di luar dapil domisilinya. Akan tetapi, tanpa ada kedekatan sama sekali antara caleg dan dapilnya, baik tempat lahir, domisili, riwayat pendidikan, maupun riwayat pekerjaan, akan mendorong caleg tergoda menempuh jalan pintas demi meraup banyak suara.

Untuk mencegah hal itu, lanjutnya, pemilih harus bersikap kritis saat memilih caleg. ”Biasanya, caleg yang model begitu rentan melakukan praktik politik uang saat berkampanye. Jalan pintas untuk menang,” lanjut Titi.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari saat diwawancarai di Jakarta pada Jumat (26/1/2024).
KOMPAS/ALBERTUS KRISNA

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari saat diwawancarai di Jakarta pada Jumat (26/1/2024).

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari berpendapat, setiap dapil memiliki karakter sosial, ekonomi, budaya, dan geografis masing-masing yang unik. Caleg diharapkan mampu menyesuaikan program yang mereka perjuangkan agar sesuai dengan kebutuhan spesifik warga di daerah yang mereka wakili.

Nanti ketika sudah dilantik atau bahkan ketika masih kampanye, caleg ini akan memperjuangkan program yang sudah disiapkan dan sesuai dengan konteks dapilnya.

Meskipun demikian, ditambahkan Hasyim, aspek keterwakilan daerah sebenarnya tidak hanya diukur berdasarkan domisili sang caleg, tetapi juga lebih pada keserasian gagasan programnya, apakah relevan atau membumi dengan pemilih di dapilnya. Selain itu, menurut Hasyim, anggota DPR juga memiliki tugas mengawasi kebijakan di tingkat nasional.

”Nanti ketika sudah dilantik atau bahkan ketika masih kampanye, caleg ini akan memperjuangkan program yang sudah disiapkan dan sesuai dengan konteks dapilnya. Dari situ mereka akan bekerja sesuai konteks profil masyarakat yang diwakilinya supaya kemudian ada aspekrepresentativenessdan akuntabilitas,” kata Hasyim.

Editor:
ANDY RIZA HIDAYAT, SRI REJEKI
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000