Ponsel dan Media Sosial Mengubah Perilaku Belanja Kita
Tahun 2021 sampai sekarang merupakan era belanja sosial atau social commerce. Konsumen menjelajahi produk dan menyelesaikan transaksi melalui media sosial dan platform pembuatan konten dalam satu aplikasi.
Oleh
MEDIANA, FAJAR RAMADHAN, STEFANUS ATO, JOHANES GALUH BIMANTARA, HARRY SUSILO
·5 menit baca
Sambil bersungut-sungut, Achmad (41) melangkahkan kaki keluar dari sebuah pusat perbelanjaan di Kota Bekasi, Sabtu (14/10/2023). “Wah harganya lebih murah kalau beli online (daring),” kata Achmad usai mendapati harga satu unit penyuara telinga nirkabel di sebuah gerai asesoris ponsel.
Produk serupa pada salah satu akun penjual di lokapasar, harganya lebih murah Rp 60 ribu atau hampir 50 persen dari harga jual di toko luring. Jika ia membeli penyuara telinga di salah satu lokapasar, dia juga mendapat insentif bebas ongkos kirim. Artinya, ia tidak perlu uang tambahan dan tinggal menunggu barang tiba di rumahnya.
Karena alasan itu, pegawai swasta di Jakarta ini lebih suka berbelanja banyak di lokapasar. Harga lebih murah dan praktis. Tidak perlu susah payah ke toko yang artinya hemat tenaga, waktu, dan biaya. Di luar itu, alasan utama adalah harga produknya lebih murah dibandingkan beli di gerai.
Dengan belanja daring, dia dapat melakukannya di mana saja. Hanya dengan berbekal ponsel, pengirimannya dapat dilacak keberadaannya.
Setidaknya seminggu sekali, kurir bersepeda motor menghampiri rumah Achmad dengan suara memekakkan telinga. “Pakeeet..!!”. Mendengar itu, dia tersenyum menyeringai mendengarnya karena barang yang dia pesan sudah tiba.
Sebagian dari konsumen, memiliki alasan serupa dengan Achmad. Belanja daring menjadi sebuah habitus baru yang dipicu munculnya ponsel dan perkembangan media sosial. PwC melalui laporan “Global Consumer Insights Pulse Survey (Juni 2023)” menyebutkan, sekitar 41 persen konsumen berbelanja setiap hari atau setiap minggu melalui ponsel. Sementara lima tahun lalu hanya 12 persen konsumen yang berbelanja lewat ponsel dalam rentang waktu yang sama.
Transaksi lewat internet
Kurun waktu 2005–2012 merupakan masa adopsi awal internet. Masyarakat mulai bertransaksi jual-beli barang yang melalui Kaskus (forum komunitas daring) dan Multiply (situs jejaring sosial yang menjelma jadi toko daring). Ini biasanya dilakukan masyarakat melalui komputer.
Memasuki periode 2009–2015 terjadi era website yang ditandai masifnya jenama membuka website toko daring masing-masing. Ponsel pintar sudah hadir karena sejalan dengan peluncuran teknologi seluler 3G dan inovasi 4G.
Lokapasar mulai berkembang di tahun -tahun berikutnya. Perusahaan lokapasar mengadopsi pengiriman sampai baru bayar atau COD secara luas, pengiriman instan atau layanan satu hari, pelacakan barang, dan pembayaran digital dengan berbagai metode. Sistem lokapasar juga memperkenalkan ulasan produk dari pembeli.
Tahun 2021 sampai sekarang merupakan era belanja sosial atau social commerce. Konsumen menjelajahi produk dan menyelesaikan transaksi melalui media sosial dan platform pembuatan konten dalam satu aplikasi. Bentuk belanja ini menghilangkan hambatan dalam proses pembelian, menciptakan perjalanan transaksi yang lebih menarik, dan menghadirkan peluang baru bagi merek untuk semakin dekat dengan konsumen.
“Perdagangan daring di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sedang mengalami pergeseran besar. Sebagian besar pedagang dan pemasar internet sedang beralih dari lokapasar ke social commerce,” ujar Principal Advisor Nilzon Capital, Frizon Akbar Putra, Sabtu (14/10/2023), di Jakarta.
McKinsey melalui laporan “Social Commerce:The Future of How Consumers Interact With Brand (Oktober 2022)” menyebut social commerce awalnya populer di China, berkembang pesat pula di Amerika Serikat (AS). Sama seperti hadirnya Taobao Live milik Alibaba tahun 2016 mengenalkan e-dagang baru, adopsi social commerce di AS didorong media sosial dan platform pembuatan konten yang menambahkan kemampuan belanja baru. Pinterest misalnya, meluncurkan fitur Shopping List pada 2021 yang memungkinkan pengguna secara otomatis menyimpan produk yang diunggah pengecer terverifikasi.
Kemudian, ada Instagram Live Shopping yang diluncurkan tahun 2020, YouTube Shopping (kesepakatan antara YouTube dan Shopify), Twitter Shops yang memungkinkan perusahaan memamerkan 50 barang di profil mereka, Twitch, dan Amazon Live. Lalu, Snapchat mengenalkan filter AR atau “lensa belanja yang didukung katalog” untuk menjadikan proses pembelian lebih menarik.
Rabu (20/9/2023), Whatsapp, aplikasi pesan instan milik Meta, memperkuat pengalaman berbelanja bagi pedagang dan pengguna melalui fitur baru yang disebut Flows. Fitur ini memungkinkan pengguna menyelesaikan aktivitas yang berhubungan dengan bisnis. Awal tahun ini, aplikasi bisnis Whatsapp melampaui 200 juta pengguna aktif bulanan.
Pengamatan Frizon, semakin berkembangnya media sosial dan kecerdasan buatan untuk moderasi konten, maka semakin baik pula efektivitas iklan yang ditampilkan melalui Meta Ads (Facebook dan Instagram) dan TikTok.
Di Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik mendefinisikan social commerce sebagai penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang memasang penawaran barang dan jasa. Untuk menjaga persaingan sehat, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), termasuk social commerce, wajib memastikan tidak ada interkoneksi antara sistem elektronik yang digunakan dalam dan luar sistem PMSE.
Permendag ini menindaklanjuti polemik pedagang di pasar grosir Tanah Abang yang memprotes munculnya Tiktok Shop sebagai salah satu social commerce yang pesat pertumbuhannya. Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Yeta Purnama, menilai, pemisahan social commerce dan e-dagang dalam satu platform yang diatur dalam Permendag No 31/2023 bertujuan untuk menciptakan persaingan yang sehat. Lahirnya Permendag itu karena berangkat dari kekhawatiran munculnya monopoli pasar e-dagang dan data konsumen.
Dalam keterangan resminya, Selasa (3/10/2023), Tiktok akan mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Tiktok berkoordinasi dengan pemerintah terkait langkah dan rencana perusahaan mendatang.
Dewan Pembina Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Daniel Tumiwa berpendapat, social commerce yang sekarang sedang berkembang merupakan inovasi yang tertinggi dibanding inovasi belanja daring yang ditawarkan perusahaan teknologi sebelumnya.
Para perusahaan teknologi media sosial yang memfasilitasi belanja daring tersebut menawarkan optimalisasi transaksi yang tidak dimiliki oleh rata-rata perusahaan lokapasar. “Unsur sosial yang coba ditawarkan perusahaan lokapasar berupa live shopping, tidak sekuat media sosial,” ucap Daniel.
Cara berbelanja telah berubah jauh. Konsumen tetap harus jeli membelanjakan uangnya.