Mudahnya Menemukan Barang Impor Murah di E-dagang
Produk impor murah membanjir di lokapasar. Meski diminati, kehadiran barang-barang itu mengancam produk pelaku UMKM.
JAKARTA, KOMPAS — Konsumen Indonesia dengan mudah menemukan produk impor di lokapasar. Di lokapasar, harga produk impor asal China jauh lebih murah dibandingkan produk buatan lokal.
Produk perawatan rambut perempuan, seperti hairmask, buatan lokal dihargai Rp 22.000 untuk kemasan 200 gram di lokapasar Shopee. Sementara produk sejenis milik pelaku usaha asal Guangdong, China, dijual seharga Rp 38.800 untuk kemasan ukuran 500 gram.
Artinya, harga produk impor asal China tersebut hanya sekitar 70 persen dari harga lokal alias lebih murah Rp 16.200 untuk bobot 500 gram.
Baca juga: Adu Diskon Bebani Jasa Kurir
Produk kosmetik impor asal China salah satu yang membanjiri Indonesia lewat lokapasar. Fitriani (30), warga asal Kota Tangerang, Banten, mengaku sering mendapat rekomendasi kosmetik impor saat berbelanja di lokapasar. Dia mengatakan, kosmetik impor itu lebih murah ketimbang kosmetik lokal yang kerap dia beli. ”Beberapa produk yang impor harganya lebih murah,” kata Fitriani, Rabu (25/10/2023).
Barang impor murah yang memadati lokapasar membuat pelaku UMKM kesulitan bersaing dari sisi harga. Hal ini setidaknya dialami Irsyad, pemilik jenama Tara Indonesia yang salah satu produknya adalah daster bordir. Dia menilai, saat ini daster bordir impor dengan harga jauh lebih murah telah membanjiri lokapasar.
Sebagai gambaran, Irsyad selama ini menjual daster bordir sekitar Rp 150.000. Sementara daster bordir impor yang beredar di pasaran dijual seharga Rp 40.000. Menurut dia, harga tersebut terlalu murah karena di bawah ongkos produksinya. Apalagi, daster yang dia jual dibordir secara manual.
Irsyad mulai menjual daster sejak pandemi Covid-19. Kala itu, dasternya diminati karena banyak orang dituntut beraktivitas di dalam rumah ketimbang bepergian. Seiring dengan membanjirnya daster impor, penjualannya kini menurun hingga 50 persen.
Boty, produsen sepatu kulit asal Bandung, Jawa Barat, juga kewalahan bersaing di pasar daring. Sang pemilik, Asep Rahmat, mengakui sepatu impor murah sangat mengusik usaha yang sudah dia tekuni lebih dari sepuluh tahun itu. ”Dari segi produksi barang-barang impor itu mereka rapi. Tetapi dari segi kualitas dan kreativitas, kami bisa bersaing,” katanya.
Dari segi produksi barang-barang impor itu mereka rapi. Tetapi dari segi kualitas dan kreativitas, kami bisa bersaing.
Menurut Asep, sepatu kulit impor yang masuk ke pasar domestik tidak hanya dijual dengan harga supermurah, tetapi juga mengelabui pembeli. Sejumlah sepatu kulit yang dia temui diketahui bukan menggunakan material kulit asli, melainkan bahan sintetis.
”Mereka bisa jual dengan harga yang drop banget. Ada model sepatu yang saya jual dengan harga Rp 400.000, tetapi kalau versi impornya bisa di harga Rp 120.000,” ujar Asep.
Baca juga: Yang Merana dan Perkasa dari Algoritma
Dokumen pengiriman
Sejalan dengan pelacakan tim, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyebut, pada 2017 terdapat 6,1 juta dokumen pengiriman barang kiriman hasil impor. Angkanya terus menanjak dan pada 2022 tercatat ada 61,3 juta dokumen. Per 31 Mei 2023, tercatat 23,2 juta dokumen barang kiriman.
Sekitar 90 persen barang kiriman impor merupakan hasil perdagangan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau platform e-dagang. Karena itu, impor barang kiriman lewat platform e-dagang jadi salah satu sorotan dalam revisi regulasi impor dan ekspor barang kiriman baru-baru ini.
Guna mengatasi membanjirnya impor barang ke platform e-dagang, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman. Regulasi ini berlaku sejak 17 Oktober 2023 guna menggantikan PMK Nomor 199/PMK.010/2019.
”Aturan ini bertujuan menekan impor barang kiriman dengan memperketat pengawasan barang yang masuk,” ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo.
Sejumlah pengelola lokapasar berkomitmen mengikuti aturan tersebut. ”Kalau kami sih ada peraturan apa kami pasti akan taati saja, kalau misal harus menyesuaikan,” kata Head of Marketing Growth Shopee Indonesia Monica Vionna.
Aturan ini bertujuan menekan impor barang kiriman dengan memperketat pengawasan barang yang masuk.
Dukungan serupa disampaikan Head of Communications Tokopedia Aditya Grasio Nelwan. ”Sebagai perusahaan teknologi Indonesia, Tokopedia bersama mitra strategis selalu menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Aditya.
Tiktok Indonesia melalui keterangan tertulisnya menyatakan bahwa Tiktok tidak mengumpulkan atau menyimpan data asal produk. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk memberikan batasan kepada produk-produk yang berasal dari lokasi atau negara tertentu.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Stuadies (Celios) Nailul Huda meminta pemerintah menerapkan pelabelan barang impor bagi PPMSE. Hal itu dapat mempermudah pemerintah mengetahui seberapa besar peredaran barang impor di lokapasar. ”Sebenarnya perlu ada keterangan mengenai produk tersebut buatan mana, siapa yang mendesain dan informasi tentang importirnya,” katanya.
Barang impor di lokapasar juga perlu mendapatkan disinsentif, seperti biaya admin yang lebih tinggi atau tidak boleh mendapatkan potongan harga. Platform sebenarnya juga bisa didorong untuk menampilkan 30 persen produk lokal dalam etalasenya.
Ignatius Untung, pegiat ekonomi digital sekaligus eks Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), berpendapat bahwa segala kebijakan untuk melindungi produk lokal dari gempuran impor tidak akan meningkatkan daya saing pelaku UMKM jika tidak disertai perbaikan faktor lain. ”Masalah produk yang beredar, itu bukan masalah perdagangan saja, tetapi juga masalah perindustriannya. Kecuali, perdagangannya ditutup total, baru hilang produk impor,” ujar Untung.