Perdagangan Bayi Berkedok Adopsi Melibatkan Dokter dan Bidan
Bayi yang baru lahir diperjualbelikan melalui proses ilegal. Praktik dengan kedok pengangkatan anak atau adopsi ini terjadi di klinik kesehatan maupun rumah sakit.
Oleh
INSAN ALFAJRI, ADITYA DIVERANTA, IRENE SARWINDANINGRUM, DHANANG DAVID ARITONANG, ANDY RIZA HIDAYAT
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Investigasi Harian Kompas mengungkap bidan dan dokter terlibat dalam perdagangan bayi berkedok adopsi. Mereka menjadi bagian jejaring sindikat penjual bayi. Bidan membujuk ibu yang melahirkan anaknya di luar nikah, sedangkan dokter melegalisasi dokumen hingga mencarikan orangtua asuh lewat jalur tidak resmi.
Biaya pembelian bayi baru lahir mencapai Rp 30 juta. Uang itu dipakai mengganti biaya persalinan dan pengurusan surat keterangan kelahiran. Keterlibatan tenaga kesehatan (nakes) paling tidak terdapat di Provinsi Jawa Timur, Banten, dan Jakarta.
Di Kota Probolinggo, Jatim, sebuah klinik yang dikelola dokter kandungan berinisial DKD diduga kuat menerima layanan adopsi. Lewat penyamaran, Kompas membuktikan dugaan adanya layanan adopsi dari asisten dr DKD berinisial S. Saat kami berpura-pura mencari bayi adopsi, S merespons,”Laki atau perempuan?” Dia melengkapi informasi bahwa bayinya baru lahir 6 April 2023 berjenis kelamin perempuan berusia dua hari.
S menjelaskan biaya yang dibutuhkan antara Rp 29-30 juta. Kami menawar Rp 15 juta, namun S tidak setuju. Uang tersebut dipakai sebagai pengganti biaya persalinan dan pengurusan surat keterangan lahir (SKL). “Di sini (kami mengurus) surat kelahiran saja, nanti ibu urus sendiri aktanya,” kata S, Sabtu (8/4/2023).
Terhubung dokter
S mengakhiri pembicaraan. ”Jangan lama-lama nanti keburu diambil orang.” Usai berbicara via telepon, S mengirimkan foto bayi perempuan berusia dua hari melalui WhatsApp. Dia menambahkan semua proses adopsi nanti berurusan dengan dokter.
Warga Probolinggo sudah mendengar praktik adopsi di klinik itu seperti disampaikan HR (39) yang pernah ditawari anak adopsi di klinik itu. “Waktu itu istri saya keguguran. Setelah dua kali berobat, perawat di sana menawari adopsi bayi. Ternyata ada uang ganti perawatan dan uang untuk ibunya Rp 20 juta gitu. Saya tidak ada uang segitu,” kata HR.
Lewat penyamaran, kami membuktikan klinik tersebut melayani adopsi bayi, Rabu (29/3/2023). Kami berpura-pura menawarkan bayi yang tidak diinginkan orangtua biologisnya. Kami menanyakan ke Bidan EM yang bertugas di klinik dr DKD, apakah bisa mengurus adopsi di sini? Ia mengangguk. Lalu menyampaikan, ”Bayinya dikasihkan ke dokternya. Nanti semua biaya persalinan sampai rawat inap ditanggung dokternya,” kata bidan EM.
Bayinya dikasihkan ke dokternya. Nanti semua biaya persalinan sampai rawat inap ditanggung dokternya
Saat mengonfirmasi dr DKD melalui Ira, istrinya, dia meminta kami datang ke Probolinggo, 11 April 2023. Sehari kemudian, Ira meminta pertemuan ditunda setelah Lebaran.
Namun, setelah Lebaran Ira tidak merespons konfirmasi kami. Lewat bantuan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Kompas menghubungi dr DKD lewat telepon. Saat ditanya tentang praktik adopsi di kliniknya, DKD membantah bahwa kliniknya melayani adopsi. "Tidak benar," katanya, Rabu (3/5/2023).
Kami juga menanyakan dua bidan yang terindikasi melayani adopsi ilegal. "Bidan tersebut sudah tidak pernah ikut di praktik saya," katanya. Selanjutnya, DKD menolak memberi penjelasan lebih lanjut dengan alasan belum mengenal kami.
Dipaksakan
Praktek serupa terjadi Klinik Bidan YK di Cilincing Jakarta Utara. EK (36), ibu yang terindikasi dipaksa pihak klinik menyerahkan bayinya lantaran tidak mampu membayar biaya persalinan Rp 3,5 juta. EK tidak kuasa menolak desakan Bidan YK hingga akhirnya menandatangani surat adopsi anaknya, pada 18 Januari 2023.
Tanpa menerima salinan surat adopsi, ia dipisahkan dari bayinya yang lahir sehari sebelumnya. “Saya menangis mendengarkan suara bayi saya. Saya tidak boleh lihat. Pagi-pagi saya disuruh pulang,” kata EK.
Sebelum pulang, Bidan YK memberi uang Rp 3 juta untuk biaya penyembuhan setelah bersalin. Setelah peristiwa itu, EK terbayang-bayang anaknya lalu menghubungi pengacara Rendi Rumapea di akun Tiktok. Setelah mendapat somasi pengacara, YK mengembalikan anak EK pada 11 Februari 2023.
YK enggan berkomentar. "Mas semua ini ibu serahkan ke pada Allah mas, Allah Maha Mengetahui," katanya Kamis (13/2023). Esok harinya, Jumat (14/4/2023), kami mendatangi tempat praktiknya di Cilincing, Jakarta Utara. Staf klinik bernama Dian menyampaikan bahwa YK tidak bisa ditemui.
Sikap serupa ditunjukkan EE, yang mengadopsi anak EK di luar jalur resmi. Saat ditemui, Senin (10/4/2023) di rumahnya, EE menyampaikan bahwa masalah adopsi itu sudah beres. “Mohon maaf. Saya sudah menutup semuanya. Terus terang, saya kemarin stres. Itu saja, saya tidak mau diganggu.”
Pemalsuan data
Kompas juga menemukan adopsi yang dilakukan dengan memalsukan dokumen SKL bayi dari NI (26) di Rumah Sakit Vitalaya, Pamulang, Banten. Di dokumen SKL bertanggal 17 Juni 2022, terdapat nama Herdianto yang tidak dikenal NI, tersemat sebagai ayah anaknya. Herdianto adalah warga Lampung yang membeli bayi NI lewat SH di Bogor.
Dokumen SKL ditandatangani dokter berinisial ARI yang merawat NI semasa hamil. Ketika menyadari ada kejanggalan, NI menanyakan ke perawat rumah sakit. “Saya kaget. Saya tanya perawat, yang menyuruh menuliskan nama orang lain itu SH,” kata NI.
SH yang menjuluki dirinya sebagai Ayah Sejuta Anak menampung ibu-ibu hamil di luar nikah. NI berada di tempat SH karena ingin menitipkan bayinya dari hubungan di luar nikah. NI tidak berniat menjual bayinya ke pihak lain.
Belakangan NI tahu, Herdianto membeli anaknya dari SH senilai Rp 15 juta. Saat dikonfirmasi, Herdianto menyatakan biaya itu dibayarkan ke SH sebagai pengganti perawatan. Sementara NI membantah pernyataan Herdianto. Sebab biaya persalinannya menggunakan asuransi jaminan kesehatan nasional atas namanya.
Kompas mendatangi RS Vitalaya, Rabu (12/4/2023) untuk menanyakan, mengapa nama Herdianto masuk dalam SKL bayi NI. Salah seorang karyawan yang ditemui menemukan nama Herdianto sebagai suami NI dalam data kelahiran rumah sakit itu. “Kasus Bu NI sudah selesai di rumah sakit kami,” katanya.
Kami mendatangi lagi rumah sakit itu, Senin (17/4/2023). Seorang karyawan rumah sakit mengaku sudah menyampaikan kedatangan Kompas ke manajemen. Dia meminta kami bertanya ke polisi karena manajemen sudah memberikan semua keterangan ke aparat.
Dokter ARI yang menandatangani SKL bayi NI juga tak merespons. Kami mendatangi rumah sakit ketiga kalinya Jumat (5/5/2023) dan memergoki ARI di dalam mobil saat hendak keluar rumah sakit. Dia mengaku terburu-buru ke rumah sakit lain untuk menangani operasi. "Ke manajemen saja ya. Saya tidak bisa karena masih ada operasi," tuturnya.