Minat mengadopsi anak yang tinggi tak sejalan dengan pengetahuan orang terhadap proses adopsi yang resmi. Karena tak paham, sebagian calon orangtua angkat tidak dapat melanjutkan proses adopsi.
Oleh
ADITYA DIVERANTA, INSAN ALFAJRI, IRENE SARWINDANINGRUM, DHANANG DAVID ARITONANG, ANDY RIZA HIDAYAT
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tingginya minat orangtua mengadopsi anak tidak sejalan dengan pengetahuan mereka tentang adopsi yang legal. Lantaran tidak memahami aturan pengangkatan anak, sebagian calon orangtua angkat tidak dapat meneruskan proses adopsi.
Data Kementerian Sosial (Kemensos) tiga tahun terakhir menyebut, pada 2020 tercatat ada 1.093 pengangkatan anak. Tahun 2021 sebanyak 1.225 pengangkatan anak. Tahun 2022 meningkat menjadi 1.565 pengangkatan anak. Data tersebut adalah angka pengangkatan anak lewat jalur resmi yang disahkan pengadilan.
Dari banyaknya pengajuan adopsi di jalur resmi, hanya sebagian kecil orangtua yang memenuhi syarat mengangkat anak. Fakta ini terjadi pada lembaga pengasuhan anak Yayasan Sayap Ibu Jakarta, salah satu yayasan yang mendapat izin pemerintah untuk memediasi pengangkatan anak. Merujuk data di yayasan ini, jumlah orang yang berhasil adopsi tidak lebih 15 persen dari total orang yang berkonsultasi.
Kebanyakan calon orangtua angkat yang tidak memenuhi syarat mengadopsi karena umurnya melewati usia 55 tahun, usia pernikahan belum lima tahun, dan sudah memiliki dua anak. Ada juga calon orangtua angkat yang menolak menjaga nasab anak dengan orang tua kandungnya.
“Ada calon orangtua angkat yang sudah tahu aturannya, ada yang ingin memastikan dan meminta kemudahan. Namun yang tidak paham dengan aturan adopsi lebih banyak, akhirnya kami kasih tahu. Sebagian dari mereka mundur menjadi orangtua angkat,” kata Sudarno, Kepala Pelaksana Yayasan Sayap Ibu, Jumat (5/5/2023)
Kebanyakan calon orangtua angkat yang tidak memenuhi syarat mengadopsi karena umurnya melewati usia 55 tahun, usia pernikahan belum lima tahun, dan sudah memiliki dua anak
Yayasan Sayap Ibu pada tahun 2022 menerima konsultasi sebanyak 57 orang, sedangkan yang berhasil mengadopsi hanya 9 orang. “Padahal, setiap tahun (yang mengadopsi) itu menumpuk terus," Sudarno.
Terganjal usia
Kegagalan mengadopsi anak dialami Robi (32) yang tinggal di Riau. Dia gagal mendapatkan anak adopsi lewat jalur resmi karena tidak memenuhi syarat yang diberlakukan. Ketika itu usianya belum menginjak 30 tahun. Usia pernikahannya juga belum genap lima tahun. Robi tidak tahu detail syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan anak adopsi lewat jalur resmi.
Ia dan istrinya masih belum juga mendapatkan keturunan. Sebelum pandemi, dia berusaha lagi mencari anak adopsi lewat jalur resmi. Kali ini dia mengajukan diri untuk mengadopsi anak di Surabaya. Setelah dua tahun menempuh jalur resmi, dia akhirnya mendapatkan anak adopsi.
Selama menempuh jalur resmi, dia mengakui tidak mudah. Banyak berkas yang harus diserahkan ke dinas sosial setempat. Ia dan istrinya harus sehat jasmani dan rohani yang disertai keterangan rumah sakit. Beberapa syarat yang harus dia penuhi di antaranya menyerahkan bukti penghasilan per bulan, Surat Keterangan Catatan Kepolisian, surat pernyataan tentang harta gono gini, dan pernyataan dari keluarga untuk menyetujui adopsi.
Berkas-berkas yang ditandatanganinya kemudian dicek oleh tim survei ke rumahnya. Tahap berikutnya, dia menjalani persidangan di kantor dinas sosial provinsi dengan aparat gabungan pemerintah, psikolog, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak terkait lain. "Mereka dapat melontarkan sejumlah pertanyaan kepada calon orangtua angkat dari semua aspek," kenang Robi.
Selama menempuh jalur resmi, dia mengakui tidak mudah. Banyak berkas yang harus diserahkan ke dinas sosial setempat
Setelah proses di dinas sosial selesai, dia mendapatkan surat hak asuh yang menjadi dasar proses berikutnya di pengadilan. “Saya dua kali sidang dan lancar. Meski proses ini lama, saya lega. Semuanya menjadi jelas," kata Robi.
Lain cerita yang dialami Pasangan Yudea (43) dan Regina (43). Meski menempuh jalur adopsi secara resmi, mereka tidak melanjutkan proses hingga pengangkatan anak karena bayi yang siap diadopsi tidak sesuai harapan. Mereka mengharapkan dapat bayi kurang dari satu tahun, sementara anak yang siap diadopsi umurnya lebih dari satu tahun. Mereka berusaha lagi lewat jalur resmi hingga akhirnya mendapatkan bayi adopsi sesuai keinginanya.
Sementara itu, minat orang-orang mengadopsi bayi juga terlihat pada kanal media sosial seperti Facebook. Pasangan JN (46) dan ST (45) misalnya, mencari anak adopsi lewat media sosial. Dari forum bernama “Adopsi Bayi Jawa Tengah” di Facebook, dia bertemu dengan EA (31), ibu hamil di luar nikah di Karanganyar.
Tidak lama setelah bertemu EA, kedua pihak membuat surat perjanjian adopsi yang hanya diketahui kedua keluarga. JN sengaja mencari anak adopsi tidak jauh dari tempat tinggalnya, agar urusan dengan orangtua kandung lebih mudah. “Saya enggak tahu kalau lewat pengadilan,” ucapnya.
Minat orang untuk mengadopsi anak juga terlihat di grup Facebook “Adopsi Bayi Baru Lahir dan Info Hamil di Luar Nikah” yang diikuti 6.400 akun per April. Akun Asyifa Khairunisa misalnya, per 13 Maret 2023 lalu ia mengunggah lontaran, “Saya adopter dari Cikeas, ingin memiliki momongan siapa tahu ada jodohnya di sini.”
Unggahan Asyifa direspons akun Kuli Bedil dengan mengunggah, “Kandungan masih 8 bulan Citayam.” Akun ini menyertakan hasil foto USG bayi berjenis kelamin perempuan. Lontaran akun Kuli Bedil meramaikan obrolan di forum itu. Pembicaraan saling bersahutan hingga terdapat 168 komentar di unggahan Asyifa.