Menyusui bayi barang kali sudah menjadi pengetahuan umum. Namun banyak orangtua belum paham apa saja yang mesti dilakukan agar proses menyusui benar-benar kesampaian.
Oleh
INSAN ALFAJRI, IRENE SARWINDANINGRUM, ANDY RIZA HIDAYAT, DHANANG DAVID
·5 menit baca
Setelah menjadi ayah dari tiga anak, barulah AJ (50) memahami bahwa susu formula tidak dianjurkan untuk bayi sehat. Dia juga terperangah mengetahui bayi yang baru keluar dari perut ibu ternyata bisa bertahan selama beberapa hari sembari menunggu asupan air susu ibu alias ASI lancar.
Namun apa daya. Nasi telah menjadi bubur dan ketiga anaknya kadung mengonsumsi susu formula. Suami dari SP (38) ini kembali mengingat detail-detail bagaimana bisa terperosok ke lubang yang sama, bahkan sampai tiga kali.
Teranyar, istrinya melahirkan anak ketiga delapan bulan lalu di salah satu rumah sakit di Medan, Sumatera Utara. Bersalin dengan metode bedah sesar, ASI SP ketika itu menurut perawat sudah keluar namun hanya sedikit.
AJ panik, resah, dan meminta pihak rumah sakit mengambil tindakan. Perawat rumah sakit menyarankan susu formula untuk melerai tangis si bayi. Susu formula boleh dibeli di rumah sakit, bisa juga di tempat lain.
Pegawai rendahan perusahaan swasta di Medan ini sebenarnya ingin memberi ASI pada anaknya. Namun informasi dari lingkungan sekitarnya sebatas hal-hal umum. Dia tidak mendapat informasi detail bagaimana agar ASI bisa lancar.
Lantaran ASI istrinya keluar sedikit di hari pertama, dia mengira tak akan cukup untuk buah hatinya. Seandainya tahu sedari awal tentang ASI, dia tidak akan memberikan anaknya susu formula. Karena tidak tahu dan ada perawat menawarkan pengganti ASI, dia menurut saja.
Terpisah, Kompas pun mendatangi Rumah Sakit Imelda, tempat istri AJ melahirkan. Ditemani pengantar rumah sakit bernama Aldi, kami mengetahui ruang perawatan ibu dipisah dengan ruang bayi. Di ruang bayi sehat itu, tampak bayi-bayi baru lahir disusun berjejer. Ruang ini tertutup. Tidak boleh ada orang selain perawat yang bisa masuk ke ruangan ini.
Menurut Indah, karyawan bagian informasi rumah sakit itu, perawat akan menawarkan susu formula kepada orangtua bila ASI susah atau belum keluar. Biaya susu ditanggung pihak keluarga. "Kami menyediakan susu formula di koperasi. Beli sendiri, bisa tidak pakai resep dokter," ujarnya.
AJ panik, resah, dan meminta pihak rumah sakit mengambil tindakan. Perawat rumah sakit menyarankan susu formula untuk melerai tangis si bayi. Susu formula boleh dibeli di rumah sakit, bisa juga di tempat lain
Dengan alasan kurang lebih sama, anak RP (26) akhirnya kehilangan kesempatan untuk mendapat ASI eksklusif. Ketika itu, istri RP melahirkan di salah satu klinik di Medan selama dua hari. Usai menjalani perawatan, istri RP mendapatkan paket dari klinik yang isinya antara lain susu formula usia 0-6 bulan.
“Jadi bidan itu yang kasih susu Morinaga BMT, mungkin karena kami ambil kelas VIP ya, makanya dapat paket susu yang harganya lumayan mahal. Anaknya baru mau minum susu formula ketika haus sekali, biasanya malam hari,” jelasnya.
Sebenarnya, anak RP tak terlalu suka susu formula. Dia lebih senang ASI. Pasangan ini memberikan susu formula sebagai cadangan untuk menggantikan ASI di saat-saat tertentu. Misalnya ketika mereka bepergian. Dalam perjalanan, dia tak ingin istrinya repot-repot menyusui. “Apalagi ‘kan fasilitas untuk ibu menyusui di Medan ini kan minim. Saya takut istri saya risi kalau harus menyusui di tempat umum,” tambahnya.
Di etalasi klinik tempat istri RP melahirkan, terpajang susu formula Frisian Flag dan BMT. Bidan Wantiyem, pemilik klinik itu menjelaskan bahwa susu formula bisa masuk dalam paket melahirkan bila ASI ibu tidak keluar. Meski dia sendiri lebih menyarankan ASI, tetap saja ada sejumlah orangtua kasihan melihat bayi baru lahir menangis. Bayi itu pun akhirnya diberi susu formula.
Di Tangerang, Banten, pasutri AL (31) dan F (28) juga “terpaksa” memberikan susu formula untuk bayi kembar mereka. Bersalin awal Januari 2022, F menjalani bedah sesar di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Kedua bayi itu terlahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Pengetahuan tentang ASI terutama keterampilan menyusui di Indonesia masih minim. Jangankan masyarakat, tenaga kesehatan saja belum banyak tahu tentang ini
Seingat F, tenaga kesehatan tidak menaruh kedua bayi di dadanya (inisiasi menyusu dini/IMD) saat itu. Padahal, dia dalam kondisi sadar usai bersalin. Sebelumnya keluarga ini tidak mengetahui bahwa IMD penting untuk mendukung ASI eksklusif. Mereka baru sadar pentingnya IMD setelah membaca informasi kiat sukses menyusui.
Di hari pertama melahirkan, ASI F belum keluar. Dia cemas bayinya bakal makan apa bila ASI-nya mampet. Dokter memberikan dua pilihan. Secara teori, kata dokter, bayi bisa bertahan selama dua hari tanpa kemasukan apa-apa. Namun, orangtua juga bisa menempuh cara lain, memberikan susu formula khusus bayi BBLR.
Cemas
Cemas bayinya bakal kelaparan, F dan suami akhirnya mempersilakan dokter meresepkan susu formula. Setelah dibantu susu formula, F belum menyerah menyusui si kembar. Namun, si bayi tidak betah menyusu dengan F. Si bayi hanya bertahan sekitar lima menit menetek, setelah itu menangis kejang.
Seakan bayi-bayi mungil itu lebih nyaman menggunakan dot, F pun mengikutinya. Dia memompa ASI dan menyalinnya ke dalam botol susu. Masalahnya, ASI yang keluar sangat sedikit. Akhirnya, pasangan ini pasrah dan menyandarkan nutrisi kedua anaknya pada susu formula.
Pengetahuan tentang ASI terutama keterampilan menyusui di Indonesia masih minim. Jangankan masyarakat, tenaga kesehatan saja belum banyak tahu tentang ini. Demikian penjelasan pejuang ASI sekaligus pensiunan dokter spesialis anak Utami Roesli. Pendidikan formal para tenaga kesehatan pun belum membahas ASI secara detail.
"Tak ada materi khusus ASI di jurusan kedokteran apa pun, termasuk di kebidanan, keperawatan, apalagi dokter anak. Anatomi payudara (mereka) belajar, tapi tak ada skill soal menyusui. Sekarang ada beberapa berinisiatif memasukkan ini ke kurikulum, tapi jumlahnya pun belum banyak, " jelasnya.
Tak pelak kondisi ini turut berdampak terhadap penanganan pasien di rumah sakit. Penelusuran di Sumatera Utara dan Jawa Tengah, misalnya, menemukan belum semua fasilitas kesehatan melakukan IMD. Di sisi lain, masih banyak fasilitas kesehatan belum memiliki ruang rawat gabung. Ibu dan bayi dirawat terpisah. Pemisahan ini justru akan menghalangi pemberian ASI eksklusif lantaran ibu tidak seruangan dengan bayinya.