Suatu hari, Yaparudin (37) menangis sendirian di dalam hutan. Kayu-kayu tumbang berserak di sekitarnya. Berulang kali ia meminta orang-orang berhenti menebang pohon di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Namun, tak ada yang menghiraukan.
"Malah cukong-cukong (pengusaha kayu) itu mengancam mau bakar rumah saya, mau tabrak saya pakai mobil, mau tembak badan saya," kata Yapar mulai berkisah, Rabu (8/5/2022).
Yapar tinggal di daerah Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Hampir setiap tahun bencana banjir dan longsor melanda 12 dari total 15 kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan.
Sejak 2014, Yapar mulai sering keluar masuk hutan untuk menegur para pembalak liar agar tak lagi menebang pohon di TNKS. Ia juga tak takut mendatangi para cukong untuk meminta mereka berhenti merusak hutan yang bakal menimbulkan banyak bencana. Hanya segelintir pembalak yang mau mendengarkan nasehat Yapar. Kebanyakan malah mencemoohnya.
Pada 2019, Yapar menjadi Masyarakat Mitra Polisi Hutan (MMP). Kini, hampir setiap hari ia keluar masuk rimba untuk mendokumentasikan dan melaporkan kegiatan ilegal yang merusak hutan.
Bencana akibat kerusakan hutan TNKS juga dialami warga di Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi. Sebagai salah satu upaya melawan perambahan, salah satu petani kopi, Suryono (38) mengajak para petani kopi di Gunung Tujuh dan Kerinci untuk membentuk perkumpulan Alam Korintji pada 2015.
Suryono ingin membuktikan petani di kaki Gunung Tujuh dan Kerinci bisa lebih berdaya bila mereka mau berkomitmen menjaga kelestarian alam. Dengan begitu, ia berharap tidak ada lagi petani yang beralasan harus merambah hutan karena terhimpit kebutuhan ekonomi.
"Kami memiliki prinsip tidak akan menanam kopi di kawasan TNKS dan tidak akan membeli biji kopi dari pohon yang ditanam di kawasan TNKS. Hal itu kami tuangkan dalam nota kesepahaman dengan anggota petani dari 17 desa," katanya.
Menyadari
Kerusakan hutan dan Danau Ciharus di kawasan konservasi Kawah Kamojang Jawa Barat akibat aktivitas pemotor trail dan pendakian menyadarkan Yudhi Nurman Fauzi (34). Warga Majalaya, Kabupaten Bandung yang sewaktu kecil kerap berkemah di sana, kini berbalik menjadi penjaga.
Pada 2016, Yudhi bergabung dengan gerakan Sadar Kawasan dan mengampanyekan #saveciharus untuk memerangi kerusakan hutan akibat bekas jalur yang para pemotor trail. Setidaknya ada 11 jalur aktif dan non-aktif menuju Danau Ciharus yang saat itu ditemukan.
"Kami sempat menghitung kasar. Kalau (cekungan) lebarnya 2 meter, panjangnya 4 kilometer, dan kedalamannya 3 meter, lebih kurang ada 2.000 kubik tanah yang hilang dari kawasan itu," ungkapnya.
Yudhi dan tim kemudian membuat sekat-sekat sedimen yang berfungsi menahan sedimen tanah dari jalur motor trail agar tidak mengalir ke kawasan danau. Selain itu, Yudhi dan kawan-kawan juga terus menghalau para pemotor trail agar tak lagi melanggar, meski harus diancam sekalipun.
"Kalau yang sadar, mereka akan balik kanan. Kalau yang tidak, malah nantang. Kamu siapa? kamu aparat bukan? main larang-larang. Sampai ngancam-ngancam secara personal," katanya.
Keprihatinan yang sama juga mendorong sekelompok masyarakat dari beragam latar belakang untuk bergerak lewat naungan satu nama komunitas, yaitu Yayasan Saung Monteng. Salah satu gerakan mereka yakni penanaman pohon di lahan hutan yang gundul. “Awalnya dari seringnya banjir di Majalaya (Kabupaten Bandung),” kata Ketua Yayasan Saung Monteng, Aip Saepudin (48).
Padahal, tak satupun dari mereka yang mempunyai bekal pendidikan formal pelestarian lingkungan. Aip misalnya, seorang buruh pabrik tekstil. Kawannya, antara lain mantan pelaut, komunitas satuan pengamanan (satpam) Majalaya, pelajar, hingga komunitas anak jalanan.
Mereka belajar menyemai bibit pohon asli atau endemis, akhir 2014. Jenis pohonnya antara lain Kibereum (Distylium stellare), Jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan Huru Dapung (Actinodaphne glomerata).
Kini Yayasan Saung Monteng sudah menyebar bibit pohon di sekitar 41 hektar hutan Kamojang. Manfaatnya, mata air di tiga titik yang tadinya mati kini mengeluarkan air kembali, salah satunya di Legok Tengek, Kecamatan Ibun, Bandung.