Kelemahan yen paling mendasar terletak pada perbedaan suku bunga inti AS yang kini 5,25 persen, serta likuiditas pasar.
Oleh
SIMON SARAGIH, WARTAWAN KOMPAS 1989-2023
·4 menit baca
Mata uang yenJepang sedang lemah dan tidak berdaya. Kurs yen diperkirakan akan terus melemah hingga ke level sekitar 160 yen per dollar AS. Penyebab utamanya adalah selisih besar antara suku bunga inti di AS dan Jepang. Upaya intervensi yang dilakukan Bank Sentral Jepang juga diperkirakan akan sia-sia saja.
Pada 1 Mei 2024, kurs yen tercatat pada kisaran 157,9 yen per dollar AS. Kurs yen menurut survei Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) seharusnya berada pada kisaran 141,42 yen per dollar AS, seperti diberitakan harian The Japan Times, 30 April 2024.
Masato Kanda, Wakil Menteri Keuangan Jepang untuk urusan internasional, menyebutkan ada spekulasi penyebab anjloknya kurs yen. Kanda mengingatkan, otoritas moneter Jepang siap merespons 24 jam sehari dan 365 hari per tahun agar yen tidak merosot lebih lanjut.
Menurut harian The Financial Times, 30 April 2024, BoJ tampaknya telah melakukan intervensi dengan mengguyur pasar setara 35 miliar dollar AS. Akan tetapi, kurs yen tidak kunjung menguat.
”Kurs yen mungkin tidak jatuh tajam, tetapi sulit untuk memulihkan kurs yen karena kelemahannya. Masalah yang sedang terjadi, kejatuhan yen bukan hanya karena aksi investor asing dan para spekulan. Warga Jepang juga memperkirakan yen masih akan terus melemah,” kata Koji Fukaya dari perusahaan konsultan, Market Risk Advisory Co.
Menurut Reuters, Selasa (30/4/2024), dalam benak warga biasa Jepang, pikiran tentang yen yang akan terus melemah sedang menghinggapi. Akibatnya, mereka menabung dalam denominasi non-yen. Masalahnya, jika tetap memegang yen, mereka akan ketiban beban karena biaya impor, seperti energi, akan meninggi seiring dengan pelemahan yen. Oleh karena itu, warga mengamankan diri dengan memegang, antara lain, dollar AS.
Beda keuntungan
Kelemahan yen paling mendasar terletak pada perbedaan suku bunga inti AS yang kini 5,25 persen. Ini sangat jauh di atas suku bunga inti Jepang yang ada pada kisaran 0-0,1 persen. Situasi ini mendorong pelaku di pasar valuta asing (valas) meminjam dana dalam yen yang berbunga rendah dan menyimpannya dalam dollar AS dengan bunga yang lebih tinggi. Hal ini disebut sebagai carry trade dalam pasar valas.
Jika simpanan jatuh tempo, keuntungan dari suku bunga simpanan dalam dollar AS akan tinggi, ditambah lagi dengan merosotnya kurs yen terhadap dollar AS. Omzet pinjam-peminjam seperti ini terus berulang. Oleh karena itu, sebagaimana diberitakan The Japan Times, ada intervensi atau tidak oleh BoJ, takdir yen memang akan melemah.
Jika BoJ menaikkan suku bunga agar setara dengan AS, itu merupakan hal yang mustahil. Pemerintah Jepang memiliki utang besar dalam bentuk obligasi sehingga jika suku bunga dinaikkan, beban keuangan negara akan bertambah jika suku bunga dinaikkan.
Dollar AS versus yen adalah padanan kurs yang paling likuid di pasar valas.
Masalah lain, jika suku bunga dinaikkan, hal itu akan menyebabkan perekonomian Jepang terbebani karena biaya tinggi. Lantaran perekonomian Jepang sangat lemah, selama 17 tahun BoJ mematok suku bunga inti yang negatif.
BoJ sudah menaikkan suku bunga inti dari -0,1 persen menjadi di kisaran 0–0,1 persen pada 19 Maret 2024. Akan tetapi, kenaikan ini tidak mengubah posisi yen dalam perminan carry trade di pasar valas.
Persoalan lain terjadi luar pasar valas. Penghasilan dari investasi dalam bentuk obligasi terbitan AS juga jauh lebih tinggi ketimbang investasi dalam bentuk obligasi terbitan Pemerintah Jepang yang berbunga jauh lebih rendah. Hal ini turut mendorong investor melakukan sell terhadap yen Jepang.
Sangat likuid
Kejatuhan yen juga terletak pada likuiditas di pasar. Menurut Ben Emons, ahli strategi investasi dari NewEdge Wealth, permainan valas dollar AS versus yen adalah yang paling likuid di pasar. Dengan kata lain, sangat mudah bagi pelaku valas mendapatkan yen untuk dipinjam dan disimpan dalam bentuk dollar AS. ”Dollar AS versus yen adalah padanan kurs yang paling likuid di pasar valas,” kata Emons kepada CNBC, 29 April.
Pasangan yen yang juga marak di pasar valas adalah dollar Australia, frank Swiss, dan dollar Selandia Baru. Maka, aksi-aksi carry trade sudah sangat marak sejak Bank Sentral AS (Federal Reserved/Fed) mulai menaikkan suku bunga inti pada 16 Maret 2022. Sejak itu, kurs yen sudah anjlok 31 persen hingga 1 Mei 2024.
Kesulitan Jepang untuk mencegah kemerosotan yen adalah Fed belum bisa menurunkan suku bunga inti. Di AS, tekanan inflasi masih tinggi, belum menyentuh 2 persen. Gubernur Fed Jerome Powell bahkan mengatakan, suku bunga inti yang tinggi di AS tampaknya akan bertahan relatif lama.
Masalah bagi AS, tekanan inflasi juga ditambah faktor defisit anggaran pemerintah, yang sama saja artinya dengan pelonggaran moneter. Hal ini menambah tekanan pada inflasi di AS. Maka dari itu, Emons mengatakan, kurs yen bisa merosot ke level 160 yen per dollar AS, termasuk karena tanda-tanda AS masih sulit menurunkan suku bunga inti.
Para pebisnis Jepang mengeluh dengan kemerosotan yen. Gejolak kurs menyebabkan perencanaan bisnis menjadi terganggu. Alasan lain, beban impor akan meninggi. Akan tetapi, otoritas Jepang sedang tidak bisa berbuat apa-apa untuk menjaga stabilitas yen.
Harapannya hanyalah agar spekulan mereda dan kurs yen bisa bertengger pada kisaran 140 yen per dollar AS. Gubernur BoJ Kazuo Ueda mencoba memberi persepsi pada pasar tentang kemungkinan kenaikan suku bunga. Ada semacam indikasi bahwa persepsi akan kenaikan suku bunga diharapkan membuat pasar berhenti berspekulasi. Akan tetapi, Ueda pun tidak melihat ada dampak besar bagi pasar. (REUTERS/AP/AFP)