Xi Terima Mantan Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou di Beijing
Mantan Presiden Taiwan Ma Ying-jou bertemu Presiden China Xi. Ia berupaya meredakan ketegangan antara Taiwan dan China.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·2 menit baca
BEIJING, RABU - Presiden China Xi Jinping, Rabu (10/4/2024), menggelar pertemuan dengan mantan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou. Pertemuan itu digelar di sela-sela kunjungan Ma ke China. Bagi Ma, kunjungan ke China diarahkan untuk mengurangi ketegangan yang terjadi antara Taiwan dan China.
Stasiun televisi yang dikelola Pemerintah China, CCTV, Rabu sore secara khusus menyiarkan pertemuan antara Xi dan delegasi Taiwan yang dipimpin Ma. Namun CCTV tidak memberikan keterangan detil dari pertemuan itu.
Ma berangkat ke China pekan lalu. Ia memimpin delegasi yang terdiri atas 20 mahasiswa Taiwan. Selama 11 hari mereka mengunjungi perusahaan teknologi, universitas, dan sejumlah situs bersejarah di China.
Sebelum keberangkatannya pada 1 April, Ma mengatakan, perjalanan tersebut bertujuan untuk mempromosikan pertukaran pemuda. Perjalanan itu juga untuk mengurangi permusuhan dan mengumpulkan niat baik dengan Beijing.
Ma pun menyebut perjalanannya itu sebagai perjalanan damai. Adapun perjalanan itu dilakukan di tengah ketegangan lintas selat yang tengah meningkat.
Diketahui, ketegangan itu muncul setelah China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. China tidak pernah berhenti menggunakan kekuatan untuk menjadikan pulau yang mempunyai pemerintahan sendiri itu berada di bawah kendalinya.
Pertemuan antara Xi dan Ma itu menjadi pertemuan lintas selat pertama setelah Ma tak lagi menjadi Presiden Taiwan. Pertemuan keduanya pernah terjadi pada 2015 di Singapura, ketika Ma masih menjadi Presiden Taiwan.
Ma memimpin Taiwan selama dua periode, antara 2008 hingga 2016. Ia mewakili partai Kuomintang (KMT), yang jauh lebih reseptif terhadap Beijing. Hubungan Taiwan-China memburuk sejak Tsai Ing-wen terpilih menggantikan Ma pada 2016. Tsai menolak klaim Beijing.
Sejak itu China meningkatkan tekanan diplomatik dan militer kepada Taiwan. China juga menolak mengesampingkan penggunaan kekerasan untuk bersatu dengan Taiwan.
Terpilihnya wakil Tsai, Lai Ching-te, pada pemilihan Januari 2024 diperkirakan memperburuk hubungan lintas selat. Lai mengatakan dia akan mempertahankan status quo dengan China. Namun Beijing menyebut Lai sebagai separatis berbahaya.
Beijing terus meningkatkan tekanan militer kepada Taiwan dan memastikan kehadirannya di Taiwan dengan mengirimkan pesawat-pesawat tempur dan kapal-kapal hampir setiap hari di sekitar pulau itu. Para ahli menyebut tindakan Beijing itu sebagai taktik zona abu-abu.
Taiwan bahkan mendeteksi adanya 36 pesawat tempur China di sekitar negara pulau itu bulan lalu dalam 24 jam. Jumlah harian tertinggi tahun ini.
Ketegangan Beijing dan Taipei dinilai bisa mengganggu stabilitas kawasan. Dalam pembicaraan telepon antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi minggu lalu, Gedung Putih mengatakan Biden menekan Xi untuk memastikan “perdamaian dan stabilitas” di Selat Taiwan menjelang pelantikan Lai pada bulan Mei.
Menurut media pemerintah China, Xi mengatakan kepada Biden, bagi Beijing, Taiwan tetap menjadi “garis merah yang tidak dapat dilewati”. (AFP/AP)