Imigran Asia Tengah Jadi Sasaran Kebencian Selepas Serangan di Balai Crocus
Selepas serangan di Crocus City Hall, pengacara menerima 3.200 permohonan bantuan hukum dari migran Asia Tengah.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
MOSKWA, SENIN — Kafe bertema Asia Tengah di Voronezh, Rusia selatan, rusak akibat ledakan pada Senin (1/4/2024). Insiden itu terjadi saat gelombang kebencian pada orang dan kebudayaan Asia Tengah meningkat di Rusia. Peningkatan terjadi setelah serangan teror di Balai Kota Crocus.
Belum ada laporan korban jiwa akibat insiden itu. Nilai kerugian juga belum diketahui. Sementara polisi, menurut RIA Novosti, masih memeriksa insiden itu. Sejauh ini belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas ledakan tersebut.
Sejak serangan di Balai Crocus, sejumlah analis mengingatkan potensi kebencian para orang-orang Asia Tengah. Sebab, para pelaku dan pendukung serangan Balai Crocus berasal dari Tajikistan yang merupakan salah satu negara Asia Tengah. Sejauh ini, sudah 16 orang ditangkap terkait serangan itu.
Aparat Rusia juga memeriksa berbagai lokasi berkumpul orang-orang Asia Tengah. Pemeriksaan, antara lain, dilakukan di Volgograd, Yekaterinburg, Tula, Vladivostok, dan Ulyanovsk.
Rabu lalu, polisi Moskwa dan Garda Nasional mendatangi gudang milik perusahaan retail Wildberries. Mereka memeriksa dokumen 5.000 pekerja migran di sana. Aparat menahan 1.500 orang di antara pekerja migran tersebut. Sebab, dokumen imigrasi mereka tidak lengkap.
Di Moskwa, ada pengacara menerima 3.200 permohonan bantuan hukum dari migran Asia Tengah. Permintaan itu masuk dalam tiga hari setelah insiden di Balai Crocus.
Sementara dilaporkan Moscow Times, seorang perantau asal Kirgistan mengaku dipukuli penumpang. Pria yang bekerja sebagai sopir taksi itu mengaku dikira sebagai orang Tajikistan. ”Dia tidak bisa membedakan Tajiks dan Kirgistan,” katanya.
Gara-gara serangan itu, ia tidak mau lagi bekerja malam hari. Ia tidak mau kembali diserang di lain waktu.
Sejak lama
Pakar keamanan Asia Tengah, Edward Lemon, menyebut imigran Asia Tengah sudah lama menjadi sasaran kebencian di Rusia. Kebencian sudah ada jauh sebelum insiden Balai Crocus. Kini, gelombang kebencian dikhawatirkan semakin meningkat.
Kementerian Dalam Negeri Rusia mencatat 10,5 juta pekerja migran dari Asia Tengah berada di Rusia. Mereka berasal dari Kirgistan, Uzbekistan, dan Tajikistan bekerja di kota-kota di Rusia.
Lemon menyebut, kebijakan bebas visa untuk imigran Asia Tengah memudahkan pergerakan ke Rusia. Para imigran berharap mendapat pekerjaan di Rusia dan gajinya dikirim ke keluarga di kampung
Selepas insiden Crocus, Wakil Ketua Parlemen Rusia Mikhail Sheremet mendorong pembatasan imigran. Bahkan, ia menyebut imigran sebagai ancaman. ”Orang asing yang menyeberang (masuk ke wilayah Rusia) harus dianggap sebagai ancaman. Pertama bagi diri mereka sendiri. Sebab, mereka bisa digunakan oleh intelijen Barat untuk melakukan kegiatan teror,” ujarnya sebagaimana dikutip kantor berita RIA.
Adapun Pemerintah Rusia lebih fokus mencari kaitan penyerang Crocus dengan Ukraina. Bahkan, Moskwa telah meminta Kyiv menyerahkan sejumlah orang. Menurut Rusia, orang-orang itu terkait penyerangan Balai Crocus. ”Investigasi yang dilakukan oleh badan-badan kompeten Rusia mengungkap jejak Ukraina dalam kejahatan ini,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia, dikutip dari laman TASS.
Tidak ada bukti yang terverifikasi yang memperlihatkan keterlibatan Ukraina dalam serangan tersebut. Meski demikian, Moskwa antara lain meminta Kyiv menyerahkan Kepala Badan Keamanan Nasional (SBU) Vasily Malyuk.
Ia pernah mengaku Ukraina mengoordinasikan serangan pada jembatan di Krimea. Serangan pada Oktober 2022 itu dianggap Rusia sebagai terorisme.
Moskwa juga mendesak Kyiv untuk memberikan kompensasi kepada para korban. ”Rusia menuntut agar rezim Kyiv segera menghentikan dukungan apa pun terhadap kegiatan teroris, mengekstradisi mereka yang bertanggung jawab dan memberikan kompensasi kepada para korban atas kerugian yang menimpa mereka,” kata Kemlu Rusia dalam pernyataanya. (AFP/REUTERS)