Ekonomi Jerman Tumbuh Datar, Faktor Geopolitik Turut Menekan
Lemahnya permintaan domestik dan lambatnya ekspor membuat perekonomian Jerman tidak bisa tumbuh lebih tinggi.
Oleh
SIMON SARAGIH
·4 menit baca
Setelah terkontraksi pada 2023, perekonomian Jerman pada 2024 diperkirakan tumbuh datar saja. Lemahnya permintaan domestik dan lambatnya ekspor membuat perekonomian Jerman tidak bisa tumbuh lebih tinggi. Salah satu penyebabnya adalah faktor geopolitik yang mengimpit kebebasan Jerman untuk menentukan kebijakannya sendiri.
Lima lembaga think-tank Jerman, Rabu (27/3/2004), lewat penyataan bersama menyebutkan, pada 2024 ekonomi Jerman hanya tumbuh 0,1 persen. Pada 2023, ekonomi Jerman terkontraksi 0,3 persen, satu-satunya negara anggota kelompok G7 yang mengalami kontraksi. Proyeksi pertumbuhan 0,1 persen pada 2024 jauh lebih rendah dari 1,3 persen yang diperkirakan sebelumnya.
”Faktor siklus dan struktural saling tumpang tindih dan menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan secara keseluruhan,” kata Stefan Kooths dari Kiel Institute for the World Economy (IfW Kiel).
Pandangan IfW Kiel juga senada dengan empat lembaga think-tank lainnya, seperti DIW, Ifo, IWH, dan RWI. ”Ada pemulihan pada 2024, tetapi momentumnya tidak terlalu kuat,” kata Kooths.
Pada 2023, ekonomi Jerman terkontraksi karena tekanan inflasi, kenaikan suku bunga, lambatnya pertumbuhan ekspor, dan efek Covid-19, serta faktor geopolitik yang turut memengaruhi.
Inflasi melemahkan
Jerman mengalami inflasi 8,7 persen pada Januari 2023 dibandingkan dengan Januari 2022. Inflasi sepanjang 2023 terus turun dan menjadi 2,5 persen pada Februari 2024 dibandingkan dengan Februari 2023. Perbedaan inflasi terjadi karena penurunan harga pangan, energi, dan barang manufaktur.
Meski demikian, inflasi tinggi turut melemahkan permintaan domestik sepanjang 2023. Pada 2024, meski inflasi turun, permintaan domestik tidak pulih cepat karena upah tidak naik, menurut lima think-tank Jerman tersebut. Situasi ini juga menyebabkan aksi protes para petani dan maskapai penerbangan Jerman yang menuntut kenaikan subsidi pertanian dan kenaikan gaji.
Langkah menaikkan upah juga menjadi sulit karena korporasi-korporasi di Jerman sedang menghadapi kenaikan suku bunga. Suku bunga inti Bank Sentral Eropa (ECB) pada 2024 sebesar 4 persen, naik dari -0,5 persen pada 2022. Sejak 2022 terjadi kenaikan 10 kali suku bunga oleh ECB untuk menekan inflasi.
Jerman juga menghadapi penurunan ekspor pada 2023, yakni sebesar 1,589 triliun euro, turun dari 1,594 triliun euro pada 2022. Penurunan ekspor amat mengganggu bagi Jerman yang sangat kuat dalam ekspor di seantero Uni Eropa. Ekspor adalah kunci utama pertumbuhan ekonomi Jerman dan kini terhambat karena berbagai faktor.
Ekspor adalah kunci utama pertumbuhan ekonomi Jerman dan kini terhambat karena berbagai faktor.
Sejak 2010 hingga 2021 ekspor Jerman selalu mencapai di atas 40 persen terhadap produksi domestik bruto (PDB) Jerman. Porsi itu telah menurun menjadi di bawah 40 persen.
Intensif penggunaan energi
Jerman adalah negara dengan penggunaan energi intensif, termasuk untuk produksi manufaktur bertujuan ekspor. Tentu Jerman menghadapi daya saing ekspor yang menurun karena faktor persaingan dari China. Akan tetapi, kenaikan harga energi, menurut lima think-tank Jerman tersebut, terutama terjadi setelah invasi Rusia ke Ukraina. Hal itu turut mengganggu efisiensi produksi Jerman.
Situs Deutsche Welle, 22 Februari 2024, memperlihatkan keluhan para pebisnis Jerman yang terganggu dengan mahalnya biaya dan seretnya pasokan energi dan kemudian mengganggu kelancaran produksi.
Tentu Jerman juga memiliki persoalan lain di balik lambatnya pertumbuhan, bukan hanya soal harga migas yang sempat naik. Asisten Direktur IMF Departemen Eropa Kevin Fletcher serta Harri Kemp dan Galen Sher, dua ekonom pada departemen itu, menyebutkan, kelemahan Jerman ada pada penuaan penduduknya. Persoalan lain adalah rendahnya investasi pubik dan birokrasi Jerman yang turut menghambat produktivitas.
Senada dengan itu, lima think-tank tersebut juga menyebutkan, Jerman turut terganggu karena ketidakpastian dalam kebijakan ekonominya. Ada saran agar pemerintah Jerman menaikkan porsi utang negara dari 66 persen terhadap PDB sehingga bisa mendorong konsumsi domestik dan investasi publik.
Utang negara Jerman terendah dibandingkan dengan PDB jika disandingkan dengan utang China hingga AS. Dengan demikian, Jerman masih memiliki kesempatan menaikkan utang guna mendorong reformasi ekonomi dan investasi publik.
Jerman terkenal sebagai negara yang tabu dengan peningkatan defisit anggaran dan kenaikan utang. Ini yang membuat perekonomian Jerman tergolong solid dan lebih memilih disiplin diri dan kerja keras.
Menteri Perekonomian Jerman Robert Habeck setuju dengan peningkatan utang. Akan tetapi, pemerintahan Kanselir Olaf Scholz—terdiri dari koalisi Demokrat Sosial, Partai Hijau dan FDP—tidak sependapat soal kenaikan utang. Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner dari kubu FDP menentang peningkatan utang.
Jerman memang terkenal sebagai negara yang tabu dengan peningkatan defisit anggaran dan kenaikan utang. Hal itulah yang membuat perekonomian Jerman tergolong solid dan lebih memilih disiplin diri dan kerja keras.
Geopolitik, tema yang tabu
Persoalan inti temporer di Jerman adalah ketergantungan pada migas Rusia. Jerman terbagi dua kubu jika berhadapan dengan unsur geopolitik terkait Rusia. Sejak Kanselir Gerhard Schroder, Jerman akrab dengan Rusia dan memiliki kedalaman relasi ekonomi, khususnya ekspor-impor migas. Pola tersebut berlanjut di era Kanselir Angela Merkel.
Maka, ketika Rusia menginvasi Ukraina, sanksi ekonomi yang didiktekan AS terhadap Rusia menjadikan Jerman sebagai korban utama. Aliran migas Rusia terhalang, termasuk dengan meledaknya pipa Nord Stream lewat Laut Baltik. Ledakan ini, menurut pakar politik John Mearsheimer, pasti tidak dilakukan oleh Rusia dan juga tidak oleh Jerman. Banyak petunjuk yang mengarahkan AS sebagai pelaku ledakan. Isu ledakan tersebut tidak mendapatkan tempat di media Jerman.
Habeck mengatakan, Jerman terpukul karena situasi yang sangat spesifik setelah invasi Rusia mengingat Jerman sangat tergantung pada pasokan gas Rusia. Akan tetapi, Jerman tidak pernah bisa leluasa membahas isu tersebut.
Dalam wawancara dengan kantor berita Jerman, Deutsche Presse-Agentur (DPA), pada 28 Maret 2024, Schroder tetap membayangkan persahabatannya dengan Rusia kemungkinan bisa berkontribusi untuk mengakhiri krisis Ukraina. Ia tidak melihat cara lain untuk solusi Ukraina.
”Kita telah bekerja sama bertahun-tahun. Hal itu kemungkinan masih berguna untuk solusi Ukraina, saya tidak melihat ada cara lain,” kata Schroder.
Akan tetapi, seruan Schroder tidak bersambut. Di Jerman, ia malah dimarginalkan oleh partainya, Partai Demokratik Sosial. Tentu invasi tidak bisa diterima, kata Schroder, tetapi banyak hal positif yang bisa didapat dari relasi dengan Rusia.
Dengan China, Jerman juga tidak memiliki keleluasaan karena faktor AS. Penutupan pabrik BASF, Volkswagen, di Xinjiang juga terjadi karena tekanan AS. Selain masalah struktural, Jerman juga tersandera masalah temporer terkait faktor geopolitik. Padahal, isu ini merupakan salah satu solusi bagi pertumbuhan ekonomi Jerman yang sangat rendah. (AFP/AP/REUTERS)