Thailand Kirim Bantuan agar Bisa Rintis Lagi Perdamaian Myanmar
Bantuan ini dimaksudkan membuka jalur perundingan setelah upaya ASEAN untuk perdamaian Myanmar tak terwujud.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·2 menit baca
MAE SOT, SENIN — Untuk pertama kali sejak kudeta melanda Myanmar, Thailand mengirim bantuan kemanusiaan ke Myanmar. Pengiriman bantuan ini merupakan inisiatif Thailand untuk membuka jalan perundingan di Myanmar.
Pada Senin (25/3/2024), Thailand mengirimkan 4.000 paket bantuan kepada 20.000 orang. Kementerian Luar Negeri Thailand menyatakan, paket senilai 5 juta baht itu berupa beras, makanan kering, minuman instan, serta sabun dan pasta gigi.
Inisiatif yang disebut sebagai koridor kemanusiaan ini dikirim oleh Palang Merah Thailand. Kementerian Luar Negeri dan militer Thailand juga terlibat dalam pengiriman bantuan itu. Truk-truk mengangkut bantuan itu ke Mae Sot-Myawaddy. Dari perbatasan Thailand-Myanmar itu, bantuan dikirimkan ke Kayin dan distribusinya dipantau ASEAN.
Pengiriman itu bagian dari inisiatif Thailand untuk perdamaian Myanmar. Myanmar mendukung pengiriman itu. Kala bertemu di Laos pada Januari 2024, para menteri luar negeri negara-negara anggota ASEAN membahas pengiriman tersebut.
Bantuan itu merupakan bagian dari upaya membuka lagi jalur perundingan di Myanmar. Sejak kudeta Februari 2021, ASEAN sudah berulang kali mengupayakan perundingan pihak bertikai di Myanmar. Upaya itu belum kunjung terwujud dan perang saudara terus meletus.
Baku tembak dan saling serang terjadi di antara sesama kelompok bersenjata ataupun militer Myanmar, Tatmadaw. Dampaknya, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebanyak 2,6 juta orang Myanmar mengungsi.
Selain itu, sebanyak 18 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Ada enam juta anak di antara 18 juta orang tersebut. Kepala Program Pangan PBB Carl Skau mengatakan, 25 persen pengungsi berisiko rawan pangan akut.
Thailand berharap bisa membantu meredakan konflik di Myanmar lewat inisiatif tersebut. ”Ini merupakan wujud niat baik Thailand kepada rakyat Myanmar. Dengan harapan Myanmar akan mewujudkan perdamaian, stabilitas, dan persatuan,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow.
Sihasak menekankan, bantuan itu benar-benar bantuan kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan politik atau konflik di Myanmar. ”Saya rasa, saat ini masyarakat Thailand harus memikirkan kepentingan rakyat Myanmar sebagai prioritas,” ujarnya.
Dulyapak Preecharush, profesor Studi Asia Tenggara di Universitas Thammasat Bangkok, mengatakan, inisiatif bantuan ini merupakan awal yang baik bagi Thailand. Selama ini, ada kesan Thailand tidak aktif soal Myanmar.
Selain itu, menurut Dulyapak, masalahnya bukan kesiapan Thailand mengirim bantuan. Persoalannya justru ada di Myanmar ketika bantuan sudah masuk. Distribusi bisa terhambat baku tembak.
Tatmadaw mengklaim berusaha memulihkan keadaan di Myanmar. Caranya dengan menggelar pemilu jika keadaan memungkinkan. Namun, pemimpin junta Min Aung Hlaing mengindikasikan pemilu hanya akan digelar di sebagian Myanmar.
Para pengkritik dan negara-negara Barat mengatakan, pemilu di Myanmar akan sia-sia. Hal ini karena lebih dari 40 partai dibubarkan sejak kudeta dan peraturan baru yang melarang membuat partai baru. Akibatnya, Myanmar sulit untuk membentuk atau menantang perwakilan militer. (AP/REUTERS)