Israel Merespons Negatif Usulan Gencatan Senjata, Ngotot Serang Rafah
Netanyahu berkeras tetap akan menyerang Rafah meskipun telah diperingatkan akan membuat ratusan ribu jiwa melayang.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
JERUSALEM, KAMIS — Pemerintah Israel menegaskan akan tetap menyerang Rafah, kota di selatan Gaza. Komunitas internasional menentang rencana tersebut karena penyerbuan ke Rafah dapat mengakibatkan ratusan ribu nyawa warga tak bersalah melayang.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Rabu (21/3/2024) malam waktu setempat atau Kamis (21/3/2024) dini hari waktu Indonesia, menyatakan akan tetap melancarkan serangan ke Rafah. Ia menyebut itu harus dilakukan demi meraih kemenangan mutlak atas Hamas.
Sejak awal perang, Netanyahu telah menegaskan tujuan utama mereka adalah menumpas habis Hamas. Invasi ke Gaza merupakan respons terhadap serangan roket Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan lebih dari 1.000 warga Israel.
Israel mengklaim, Rafah adalah benteng terakhir Hamas di Jalur Gaza. Kota itu diyakini menjadi persembunyian empat batalyon dan sejumlah pejabat senior Hamas. Serangan darat akan dilakukan untuk menggempur mereka.
AS mendesak Israel agar tidak melakukan serangan sebelum memiliki rencana matang untuk mengevakuasi warga sipil. Kota di selatan Gaza itu dipadati 1,4 juta warga Palestina yang mengungsi dari kota lain karena terdesak oleh serangan militer Israel.
Adapun Pemerintah Mesir menyatakan, jika serangan Israel ke Rafah menyebabkan warga Palestina terdesak dan masuk untuk berlindung ke wilayah mereka, itu akan membuat perjanjian damai kedua negara terancam.
Dalam perbincangan lewat telepon minggu lalu, Presiden AS Joe Biden meminta Netanyahu mengirim tim ke Washington. Tim AS-Israel akan merundingkan cara menyerang Hamas tanpa harus melancarkan serangan darat ke Rafah.
Netanyahu menyatakan telah mengutus tim ke Washington untuk menghormati Biden. Dia juga mengatakan telah memberi tahu Biden bahwa Israel tidak dapat meraih kemenangan penuh tanpa menyerbu Rafah.
Meskipun Netanyahu terus mengeluarkan pernyataan keras soal rencana penyerbuan, Israel belum mengerahkan pasukan ke Rafah. Qatar, yang berperan sebagai mediator perundingan damai, menyebut serangan ke Rafah bakal menjadi langkah mundur upaya perundingan gencatan senjata Israel-Palestina.
Osama Hamdan, pejabat senior Hamas di Lebanon, menyatakan, Israel memberi respons negatif terhadap usul Palestina melakukan gencatan senjata selama enam minggu. Ia menyebut sikap Israel itu sebagai langkah mundur yang dapat menyebabkan perundingan menemui jalan buntu.
Sebelumnya, Hamas mengusulkan gencatan senjata selama enam minggu. Mereka juga menawarkan untuk melepas 42 tawanan jika Israel bersedia menukar 1 tawanan dengan 20-50 tahanan Palestina.
Beberapa hari lalu, Hamdan menyatakan, mereka bersedia melakukan pertukaran tahanan apabila Israel menarik tentara secara bertahap dari Gaza. Itu mengurangi tuntutan sebelumnya yang meminta penarikan penuh pasukan Israel.
Akibat mengerikan
Sejumlah pihak memperingatkan serangan Israel ke Rafah bakal membuat warga sipil menjadi korban. Lebih dari 250.000 jiwa akan tewas akibat perang dan juga dampak lanjutan apabila perang terus berlanjut.
Nick Maynard, ahli bedah kanker yang pernah bertugas di Gaza selama 15 tahun, dalam pernyataannya kepada PBB pada Januari, menyebutkan, gencatan senjata sangat mendesak. Kapasitas rawat seluruh rumah sakit yang masih tersisa di Gaza saat ini hanya 200 tempat tidur. Keadaan bakal sangat mengerikan apabila serangan ke Rafah tetap dilakukan.
Zaher Sahlouf, dokter spesialis perawatan kritis dan ketua lembaga kemanusiaan non-pemerintah MedGlobal, menegaskan, pengungsi di Rafah tidak punya tempat berlindung lain. Dia memprediksi lebih dari 250.000 jiwa bakal tewas apabila perang dibiarkan semakin berkobar.
”Kami berharap supaya hal itu tidak terjadi,” kata Sahlouf. (AP/AFP)