Demokrasi Makin Terancam, Kandidat Perempuan Jadi Pilihan
Jika perempuan memiliki representasi signifikan di pemerintahan, kesetaraan untuk peluang ekonomi akan tercapai.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·2 menit baca
ATHENA, KAMIS — Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan agar para pemilih memberikan suara bagi lebih banyak perempuan dalam pemilu di sejumlah negara tahun ini. Meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik dinilai penting untuk menjaga demokrasi yang semakin terancam saat ini.
Wakil Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Amina Mohammed mengatakan, pemilih di seluruh dunia yang khawatir akan meningkatnya ancaman terhadap kebebasan demokratis harus mempertimbangkan untuk memilih lebih banyak perempuan dalam pemilu.
”Meningkatkan partisipasi perempuan sangat penting, bukan hanya karena perempuan kurang terwakili dalam pengambilan keputusan, melainkan juga karena masa depan demokrasi dan pencapaian masyarakat damai bergantung pada hal ini,” katanya di Athena, Yunani, Rabu (20/3/2024), saat menjadi pembicara dalam Konferensi tentang Partisipasi Perempuan dalam Politik.
Mohammed mengatakan, saat ini ancaman secara daring terhadap kandidat perempuan dalam politik meningkat. Namun, peningkatan ancaman ini bisa diimbangi dengan kemajuan di bidang lain saat perempuan berhasil berkiprah di dunia politik.
Saat ini, kata Mohammed, PBB tengah mendorong lebih dari 20 negara untuk terus meningkatkan partisipasi perempuan di parlemen. Lebih dari 50 negara atau setengah dari populasi dunia mengadakan pemilu nasional pada 2024, di antaranya India, Meksiko, AS, dan Uni Eropa.
Menurut data yang diterbitkan bulan ini oleh Inter-Parliamentary Union yang berbasis di Swiss, proporsi global perempuan anggota parlemen baru 26,9 persen pada 2023. Meskipun belum imbang dengan populasi perempuan, jumlah ini telah meningkat dibandingkan sebelumnya.
Pada 1995, rata-rata keterwakilan perempuan di badan legislatif di dunia hanya 11,3 persen. Penetapan kuota kandidat perempuan telah membantu meningkatkan angka tersebut di sejumlah negara selama 30 tahun terakhir.
Dalam konferensi yang diselenggarakan oleh Women Political Leaders itu, Presiden Etiopia Sahle-Work Zewdein mengatakan, parlemen yang lebih representatif akan membantu memperkuat lembaga-lembaga demokrasi. ”Narasi yang ada saat ini adalah kita berada di era kemunduran demokrasi,” katanya
Di negara mana pun, perempuan merupakan mayoritas pemilih. Ini fakta. Tetapi, hanya sedikit perempuan yang berhasil mencapai posisi teratas. Jadi, segalanya harus berubah.
Zewdein merupakan salah satu dari sedikit perempuan yang berhasil menduduki posisi kepemimpinan di pemerintahan di Afrika. Harapan muncul di Senegal dengan majunya perempuan sebagai kandidat presiden, yakni Anta Babacar Ngom (40).
Dia dinilai mewakili suara perempuan dan anak muda, kelompok yang paling parah terkena dampak kemerosotan ekonomi. Meski hanya punya peluang kecil, bahkan mungkin tidak punya peluang menang, para aktivis menilai keikutsertaan Ngom membantu meningkatkan kampanye kesetaraan jender di Senegal.
Zewdein mengatakan, ketika demokrasi terancam, dampaknya akan sangat negatif terhadap perempuan. ”Di negara mana pun, perempuan merupakan mayoritas pemilih. Ini fakta. Tetapi, hanya sedikit perempuan yang berhasil mencapai posisi teratas. Jadi, segalanya harus berubah,” ujarnya.
Ketua Dewan Women Political Leaders Obiageli Ezekwesili mengatakan, dalam penelitian yang diadakan Women Political Leader, ditemukan keterkaitan erat antara keterwakilan perempuan dalam politik dan kesetaraan hukum untuk peluang ekonomi. Data menunjukkan, jika perempuan memiliki representasi signifikan dalam parlemen dan pemerintahan, kesetaraan hukum untuk menciptakan peluang ekonomi itu akan tercapai.
”Peluang ekonomi yang setara secara hukum ini akan meningkatkan berbagai aspek kehidupan masyarakat,” kata Ezekwesili dalam kata pengantar penelitian Women Political Leaders yang diterbitkan tahun 2023.
Presiden dan pendiri Women Political Leaders, Silvana Koch-Mehrin, mengatakan, hingga saat ini masih ada stereotipe dan hambatan yang dihadapi khusus oleh perempuan. Artinya, perempuan belum mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Perempuan masih termasuk kalangan minoritas dalam kepemimpinan politik. (AP)