Blinken Tegaskan Kesiapan AS Bantu Filipina jika Diserang di Laut China Selatan
Amerika Serikat menegaskan komitmen untuk ikut mempertahankan perairan Filipina dari intrusi kapal-kapal China.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
MANILA, SELASA — Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, Selasa (19/3/2024), menegaskan komitmen Washington yang kokoh untuk membantu pertahanan Filipina jika Filipina mendapat serangan bersenjata. Serangan yang dimaksud mencakup atas serangan terhadap angkatan bersenjata, kapal-kapal dan pesawat umum, serta kapal-kapal penjaga pantai di seluruh wilayah perairan Laut China Selatan.
”Kami mendampingi Filipina dan berdiri di atas komitmen pertahanan yang kokoh, termasuk di Traktat Pertahanan Bersama,” kata Blinken dalam konferensi pers bersama Menlu Filipina Enrique Manalo di Manila, Filipina.
Kunjungan Blinken menandai lawatan terbaru pejabat tingkat tinggi AS ke negara mitra di kawasan Asia Tenggara. Selain bertemu Manalo, Blinken secara terpisah juga bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr.
Presiden AS Joe Biden akan menjamu Marcos dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Gedung Putih, Washington DC, AS, April. Ketiga negara itu—AS, Filipina, dan Jepang—diperkirakan akan membahas keprihatinan mereka terhadap perilaku dan tindakan-tindakan agresif China di Laut China Selatan dan membicarakan program nuklir Korea Utara.
Pada awal Maret 2023 tabrakan kapal penjaga pantai Filipina dan kapal China membuat situasi di Laut China Selatan memanas. Blinken menyatakan, Perjanjian Pertahanan Bersama atau Mutual Defense Treaty tahun 1951 membuat Washington berkewajiban ikut mempertahankan Filipina apabila wilayah negara kepulauan itu diserang.
Hal yang sama juga berlaku apabila perairan Filipina, yang mencakup sebagian Laut China Selatan, coba direbut negara lain. ”Kami berdiri bersama Filipina dan kembali menegaskan komitmen pertahanan yang tak tergoyahkan serta Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951,” kata Blinken.
”Kami juga resah melihat tindakan PRC (People’s Republic of China/Republik Rakyat China) yang mengancam prinsip bebas dan terbuka di Indo-Pasifik yang mencakup Laut China Selatan dan Zona Ekonomi Eksklusif Filipina,” ujar Blinken.
AS dan Filipina menuding penjaga pantai China berulang kali melanggar hukum internasional dan kedaulatan Filipina dengan menembakkan meriam air (water cannon) dan melakukan sejumlah manuver berbahaya terhadap kapal-kapal Filipina.
Pada 5 Maret terjadi insiden yang melibatkan sejumlah kapal Filipina dan kapal China. Saat itu kapal penjaga pantai Filipina, BRP Sindangan, dan dua kapal lainnya tengah berlayar untuk mengantar prajurit pengganti dan ransum ke gugus karang atau atol Second Thomas. Mereka lalu dicegat oleh sejumlah kapal penjaga pantai China dan kapal milisi maritim China.
Atol Second Thomas dijaga oleh sejumlah prajurit Angkatan Laut Filipina. Namun, lokasi itu juga dikelilingi puluhan kapal penjaga pantai China dan kapal milisi maritim China.
Kami berdiri bersama Filipina dan kembali menegaskan komitmen pertahanan yang tak tergoyahkan serta Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951.
Angkatan Laut Filipina menyebut kapal-kapal China menembakkan meriam air dan melakukan manuver berbahaya pada kapal penjaga pantai Filipina sehingga mengakibatkan tabrakan. Insiden di Atol Second Thomas tersebut mengakibatkan empat personel di salah satu kapal Filipina terluka.
Reaksi China
Pernyataan Blinken di Manila soal Laut China Selatan memancing reaksi keras dari Beijing. China menilai AS tidak punya alasan untuk ikut campur dalam urusan terkait Laut China Selatan.
”AS tidak termasuk negara yang terlibat sengketa di Laut China Selatan. Oleh karena itu, AS tidak berhak ikut campur dalam persoalan maritim antara China dan Filipina,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing.
Klaim China terhadap Laut China Selatan juga tumpang tindih dengan perairan Taiwan, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Selain kaya sumber daya minyak dan gas, Laut China Selatan juga merupakan jalur laut yang menopang perdagangan dunia.
Pada 30 Desember 2023 para menteri luar negeri negara-negara anggota ASEAN menyatakan sikap soal perkembangan di Laut China Selatan. ”Kami menegaskan pentingnya menjadi dan mendorong kedamaian, keselamatan, keamanan, kestabilan, dan kebebasan berlayar serta terbang di wilayah maritim Asia Tenggara, khususnya Laut China Selatan,” demikian tercantum di paragraf tiga pernyataan itu (Kompas, 31/12/2023).
Mereka juga menegaskan, ASEAN tetap bersatu untuk menjaga wilayah maritimnya. ASEAN berkomitmen menguatkan kestabilan, kedamaian, keamanan, serta kemakmuran kawasan dan wilayah maritimnya.
Pada Juli 2016 Manila telah mengajukan sengketa dengan Beijing terkait Laut China Selatan ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda. Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional menyatakan klaim China atas Laut China Selatan tidak sah. (AP/AFP/REUTERS)