Dulu, Antartika aman karena suhu dingin. Kini, karena perubahan iklim, tikus dan virus bisa berkembang di sana.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
CAPE TOWN, MINGGU — Suhu yang semakin hangat di kutub selatan membuat tikus dan virus flu burung merajalela. Aneka jenis burung di kutub selatan terancam. Perubahan iklim berkontribusi pada kondisi yang memburuk ini.
Dilaporkan Associated Press (AP), Sabtu (16/3/2024), tikus jadi masalah di Pulau Marion. Pulau itu berada 1.700 kilometer di selatan Afrika Selatan dan 2.300 kilometer dari Antartika. Afsel menetapkan pulau itu sebagai suaka marga satwa dengan tingkat perlindungan tertinggi. Ada stasiun cuaca dan penelitian konservasi di pulau tidak berpenghuni tersebut.
Terbawa oleh kapal hampir 200 tahun lalu, tikus kini jadi predator di Pulau Marion. Manajer Proyek Marion Bebas Tikus, Anton Wolfaardt, menyebut bahwa populasi tikus melonjak karena suhu di pulau itu semangat hangat. Perubahan iklim membuat pulau yang biasanya dingin itu menjadi lebih nyaman bagi tikus.
Tikus berdampak buruk bagi pulau yang menjadi surga burung laut itu.
Tikus mulai bisa melahirkan sejak usia dua bulan dan bisa melahirkan hingga lima kali setahun. Tikus bisa melahirkan hingga delapan ekor anak pada setiap kelahiran. Dampaknya, kini mungkin ada sejuta tikus di pulau kecil tersebut.
Setidaknya 30 spesies burung tinggal di Marion. Pulau itu antara lain menjadi habitat alami albatros dan elang laut. Dalam foto dan video beberapa tahun terakhir, kerap terlihat anak-anak burung berdarah karena digigit tikus. Bahkan, sebagian burung dewasa juga diserang tikus.
Laporan pertama kali tikus memakan burung laut muncul pada 2003. Tikus bisa memakan seekor burung laut yang ukurannya beberapa kali lipat dari ukuran badan tikus.
Menurut Wolfaardt, fenomena tikus memakan burung laut hanya terjadi di sejumlah kecil pulau. Masalahnya, skala dan frekuensi tikus memangsa burung di Marion sudah pada tahap mengkhawatirkan. Tikus-tikus itu menyebabkan kerusakan besar pada cagar alam khusus dengan ”keanekaragaman hayati yang unik” itu.
Di Marion, burung-burung belum punya mekanisme pertahanan dari tikus. Kerap kali terlihat burung hanya terduduk saat tikus mengigiti badannya, apalagi kalau tikus mengeroyok seekor burung. ”Tikus berdampak buruk bagi pulau yang menjadi surga burung laut itu. Para ahli konservasi memperkirakan, jika tidak ada tindakan yang dilakukan, 19 spesies burung laut akan hilang dari pulau itu dalam 50 hingga 100 tahun,” kata Wolfaardt.
Lewat Marion Bebas Tikus, para pegiat konservasi menyebarkan berton-ton racun tikus. Perlu 25 juta dollar AS sampai 2027 untuk mendanai proyek itu. Racun disebarkan ke pulau seluas 297 kilometer persegi tersebut.
Umpan yang dijatuhkan dirancang tidak memengaruhi tanah atau sumber air di pulau itu. ”Umpan itu tidak boleh membahayakan burung laut yang mencari makan di laut, dan tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan,” kata Wolfaardt.
Proyek itu dianggap salah satu upaya besar pengendalian hama. Proyet tersebut penting bagi Antartika. Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Afsel bersama BirdLife bekerja sama dalam proyek itu.
Masalah lain
Proyek di Marion meniru upaya sejenis di Pulau Georgia Selatan. Pulau itu berada hampir 2.000 kilometer di sisi barat dari ujung selatan Argentina. Pada 2018, pulau itu dinyatakan bebas tikus. Seperti Marion, Georgia Selatan juga menjadi habitat aneka satwa khas Antartika
Lepas dari tikus, kini Georgia Selatan diterjang flu burung. Virus bisa hidup di Georgia Selatan karena suhu di sana semakin menghangat akibat perubahan iklim. Dilaporkan BBC pada 12 Maret 2024, sudah 10 penguin dilaporkan terinfeksi flu burung di Georgia Selatan. Pengujian di Badan Kesehatan Hewan dan Tumbuhan (APHA) di Weybridge, London, mengonfirmasi hal itu.
Penyebaran masih terkendali karena musim kawin sudah berakhir. Dengan demikian, sedikit burung berkumpul. Walakin, dikhawatirkan virus masih ada sampai musim kawin mendatang.
Pakar burung pada British Antarctic Survey, Norman Ratcliffe, menyebut bahwa hingga sejuta hewan berkumpul di Georgia Selatan pada musim kawin. ”Konsentrasi satwa liar di sekitar pantai sangat fenomenal. Banyak spesies penguin, elang laut, dan anjing laut,” ujarnya.
Kasus pertama flu burung di Georgia Selatan diidentifikasi pada Oktober 2023. Selain penguin, ada camar laut dan skua coklat terinfeksi. Dikhawatirkan, ada banyak burung Georgia Selatan mati jika terjangkit virus flu itu.
Dalam berbagai gelombang wabah flu burung, Antartika dan sekitarnya selamat. Dengan temuan di Georgia Selatan, kondisi bisa berubah. Para ilmuwan sedang mencermati penyebaran flu burung di antara berbagai spesies penguin di Georgia Selatan. Termasuk spesies raja, gentoo, makaroni, dan chinstraps.
Penguin makaroni, misalnya, akan menghabiskan sebagian besar musim dingin di laut sehingga membantu mereka menghindari infeksi. Namun, spesies raja dan gentoo akan terus bertengger di pantai sehingga kemungkinan terpapar virus lebih besar.
Ashley Banyard, pemimpin kelompok kerja virologi unggas di APHA, menyatakan, penguin hidup berdekatan satu sama lain sehingga memunculkan gagasan saling menginfeksi. ”Akan tetapi, kita tidak tahu seberapa mudah virus tersebut dapat masuk ke spesies penguin yang berbeda, seperti apa gejala klinisnya, penyakit yang mungkin ditimbulkannya, dan seberapa cepat penyebarannya di antara burung-burung itu sendiri,” katanya.
Banyard mengatakan, pengawasan menjadi kunci. Banyaknya kapal pesiar yang kini berlayar di perairan Antartika akan membantu pengawasan. Anggota Asosiasi Internasional Operator Tur Antartika (IAATO) mempunyai protokol untuk mencegah penyebaran penyakit yang tidak disengaja oleh wisatawan di lingkungan yang masih asli. Kini, protokol itu ditingkatkan karena adanya flu burung. (AP/REUTERS)