Nissan telah membuktikan kesuksesan aliansi. Sebelum ini, Nissan menggandeng Renault dan Mitsubishi untuk mobil BBM.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
TOKYO, JUMAT — Raksasa Jepang, Nissan dan Honda, setuju menjajaki kerja sama pengembangan kendaraan listrik. Sebab, mereka sadar akan sulit menyaingi Tesla atau BYD yang kini menjadi raja mobil listrik.
Presiden Nissan Makoto Uchida dan Presiden Honda Toshihiro Mibe mengumumkan kesepakatan itu pada Jumat (15/3/2024) di Tokyo, Jepang. ”Menggarap elektrifikasi dan kecerdasan (buatan) sangat susah dilakukan sendiri. Dengan menggabungkan pengetahuan masing-masing, kami akan mampu menghasilkan hal baru,” kata Uchida sebagaimana dikutip Kyodonews.
Untuk saat ini, Honda-Nissan belum akan menggabungkan kapasitas modal mereka. Raksasa otomotif Jepang itu juga belum bisa memastikan, apa tepatnya bentuk kerja sama mereka. Sejauh ini, mereka hanya menyatakan menjajaki pengembangan perangkat lunak dan produksi bersama demi memangkas biaya produksi.
Mibe menyebut, pola kerja lama tidak bisa lagi dipakai di tengah tantangan baru. Untuk bisa bersaing di industri mobil listrik, butuh peningkatan kapasitas produksi.
Toyota dan Nissan membuktikan itu. Lewat RAV4 EV, Toyota termasuk produsen pertama mobil listrik. Sementara lewat Leaf, Nissan menjadi perintis produksi massal mobil listrik. Sampai sebelum pandemi, Leaf jadi mobil listrik paling laris sejagat.
Belakangan, Nissan dikalahkan Tesla dan BYD. Bahkan, BYD menjadi raja pasar mobil listrik pada akhir 2023. Kunci kemenangan BYD, juga produsen kendaraan listrik lain dari China, rantai produksi terpadu sejak dari bahan baku sampai perakitan akhir. Kapasitas produksinya juga besar.
Nissan telah membuktikan kesuksesan aliansi. Sebelum ini, Nissan menggandeng Renault dan Mitsubishi untuk mobil berbahan bakar minyak. Nissan sebenarnya mau memproduksi mobil listrik bersama Renault. Sayangnya, Renault mundur dari proyek mobil listrik yang digadang akan digarap bersama Nissan.
Menurut Uchida, Nissan akan tetap bersama Renault dan Mitsubishi. Selain itu, Nissan tidak menutup pintu kerja sama dengan pabrikan lain setelah menggandeng Honda.
Adapun Honda sebelum ini telah menggandeng Sony dan General Motors untuk mengembangkan mobil listrik. ”Gerakan pemain baru amat kuat dan lincah. Kalau tidak bisa menanggapi perubahan, kita akan tersingkir. Cara pandang harus diubah,” kata Mibe.
Honda menetapkan, seluruh model baru pada 2040 akan berupa kendaraan listrik. Keputusan itu radikal karena selama ini mobil bermesin BBM jadi sumber utama pendapatan Honda.
Selain itu, berbagai perusahaan Jepang masih fokus pada kendaraan hibrida. Kendaraan itu tetap membutuhkan BBM sekaligus dilengkapi baterai.
Sementara Nissan mengharapkan varian kendaraan listriknya menjadi 27 macam pada 2030. Nissan juga berharap menerapkan model baterai baru untuk seluruh mobil listriknya pada 2028.
Tantangan tetangga
Jepang amat gelisah dengan perkembangan pabrikan China. Pada 2023, Jepang hanya mengekspor 4,42 juta unit mobil. Sebaliknya, China mengekspor 4,91 juta mobil. Penjualan kendaraan listrik menjadi salah satu kunci lonjakan ekspor China.
Selain BYD, China punya Wuling hingga Cherry yang membuat mobil listrik. Hingga 20 persen ekspor China tahun lalu merupakan kendaraan listrik.
Analis otomotif Chris Redl mengatakan, Honda-Nissan tertekan. Mereka belum mampu mengumpulkan laba yang memuaskan pemegang saham. ”Kedua perusahaan tersebut tidak berada pada skala yang cukup tinggi untuk menciptakan margin keuntungan yang memadai,” ujarnya.
Mereka, menurut Redl, mengesampingkan fakta menjadi kompetitor di mobil BBM. Bagi keduanya, kerja sama lebih masuk akal.
Pendapat serupa disampaikan analis Tokai Tokyo Intelligence Laboratory, Seiji Sugiura. ”Mereka bisa memperluas cakupan kerja sama di mobil hibrida dan listrik,” ujarnya. (AFP/REUTERS)