Akhir Perjuangan Paul Alexander Menghadapi Dampak Polio
Polio melumpuhkan hampir seluruh tubuh Paul Alexander. Ia bertahan hidup dengan alat bantu selama puluhan tahun.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
Paul Alexander telah berjuang mengatasi dampak polio sejak 1952. Meski selalu bersemangat, perjuangan pria itu harus berakhir pada pekan ini. Polio menyulitkan penyintasnya hingga puluhan tahun.
Pada Senin (11/3/2024), Alexander dikabarkan meninggal di tempat tinggalnya di Dallas, Texas, AS. Pada 1952-2024, ia nyaris tidak meninggalkan ranjang dan bergantung para ”paru-paru besi”. ”Dia (Alexander) sangat suka tertawa. Dia salah satu bintang terang di dunia ini,” kata teman Alexander, Daniel Spinks.
Selama hidup, mendiang Alexander dikenal sangat bersemangat meski lumpuh dari leher ke bawah. Ia suka tertawa dan kerap membagikan inspirasi.
Sikap positif Alexander berdampak besar pada orang-orang di sekitarnya. ”Berada di dekat Paul memberikan pencerahan dalam banyak hal,” kata Spinks.
Alexander berbagi keceriaan dan semangat, antara lain, lewat Tiktok. Ia punya akun Ironlungman di Tiktok. Ada 354.000 pengikut di akun itu dan unggahannya disukai 4,7 juta kali.
Akun itu dikelola Lincoln dan ia membagikan kabar kematian Alexander. Menurut Lincoln, Alexander terinfeksi Covid-19. ”Sangat berbahaya bagi orang dengan kondisi seperti Paul,” ujarnya.
Lumpuh total
Pada usia enam tahun, Alexander terinfeksi polio seperti puluhan ribu anak di AS. Polio melumpuhkan hampir semua organ tubuhnya, termasuk paru-paru.
Dulu, puluhan ribu anak di AS terinfeksi polio setiap tahun. Dampaknya, ada belasan ribu anak lumpuh baik sebagian maupun seluruh tubuh.
Vaksinasi membuat polio bisa diberantas dari AS dan banyak negara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, Pasifik dan Amerika bebas polio 24 tahun lalu. Sayangnya, polio kembali menyebar beberapa tahun ini di Indonesia dan sejumlah negara.
Wabah tahun 1952 paling parah di AS dan Alexander salah satu korbannya. Ia nyaris tewas karena kesulitan bernapas. Ia selamat setelah dokter dan perawat memasukkannya ke paru-paru besi. Perangkat sebenarnya ventilator berbentuk tabung dan tubuh penggunanya, kecuali kepala, masuk ke dalam tabung itu.
Sejak masuk ke tabung itu, Alexander nyaris tidak pernah keluar lagi. Ia dirawat di rumah sakit 1,5 tahun. Karena lumpuh dan harus terus dalam tabung, ia tidak bisa ke sekolah. Ibunya mengajari Alexander membaca, menulis, dan berhitung.
Belakangan, ia menjadi salah satu murid sekolah terbuka. Tanpa meninggalkan tabung paru-paru besi, ia lulus SMA pada usia 21 tahun. Selanjutnya, kulaih jurusan hukum sampai lulus pascasarjana pada 1984. Berselang dua tahun selepas kuliah, ia lulus ujian untuk jadi pengacara.
Sembari belajar untuk sekolah, ia belajar keterampilan lain: bernapas di luar tabung paru-paru besi. Keterampilan penting itu saat ia mulai praktik sebagai pengacara. Sebab, berulang kali harus ke pengadilan.
Pada tahun 2000, Spinsk mulai menjadi pengemudi sekaligus asisten Alexander. Ia membawa Alexander dari rumah ke pengadilan dan sebaliknya.
Spinks menuturkan, saat itu Alexander bisa menghabiskan waktu sekitar 4-6 jam di luar paru-paru besi. Alexander akan berada di paru-paru besi saat berada di kantor atau rumahnya.
”Alexander telah belajar bagaimana 'meneguk udara ke paru-parunya' agar bisa keluar dari paru-paru besi untuk sebagian hari. Dengan menggunakan tongkat di mulutnya, Alexander dapat mengetik di komputer dan menjawab telepon,” kata Spinks.
Saat semakin tua, Alexander semakin kesulitan bernapas di luar paru-paru. Karena itu, ia semakin bergantung pada paru-paru besinya.
Udara dari dalam tabung disebot sehingga ada ruang hampa di dalam tabung. Di ruang hampa itu, paru-paru mengembang. Saat udara kembali dimasukkan ke tabung, paru-paru mengempis lagi. Paru-paru yang kembang-kempis itu membuat oksigen bisa terus mengalir ke tubuh Alexander selama puluhan tahun.
Selain menjadi pengacara, ia juga membagikan pengalaman dan semangat lewat buku dan media sosial. Pada 2022, ia diwawancarai Chris Ulmer yang mendirikan Special Books by Special Kids. ”Paul sangat senang menginspirasi orang dan memberi tahu mereka bahwa mereka mampu melakukan hal-hal hebat,” kata Ulmer.
Alexander konsisten memompa semangat penyandang disabilitas. Baginya, penyandang disabilitas tetap bisa berkontribusi pada masyarakat. Konsistensi itu ditunjukkan Alexander sampai akhir hayatnya. (AP)