Penculikan Siswa di Nigeria Berulang, 287 Siswa Diculik Saat Hendak Masuk Kelas
Para siswa tengah bergerak menuju kelas masing-masing saat orang-orang bersenjata datang dan menembak secara sporadis.
ABUJA, SENIN — Sebanyak 287 murid Sekolah Dasar dan Menengah LEA berusia 7-18 tahun di Desa Kuriga, Negara Bagian Kaduna, Nigeria barat laut, diculik kelompok bersenjata. Penculikan itu terjadi pada Kamis (7/3/2024). Hingga Senin (11/3/2024), para orangtua menunggu kepastian kondisi anak-anak mereka yang menjadi korban penculikan.
Kelompok Boko Haram diduga menjadi dalang penculikan ratusan anak sekolah tersebut seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya.
Penculikan terjadi pada pagi hari ketika sekitar seribu anak baru saja bersiap hendak masuk ruang kelas sekitar pukul 08.00 waktu setempat. Nura Ahmad, salah satu guru, menuturkan, mereka tengah bergerak menuju kelas masing-masing ketika orang-orang bersenjata dalam jumlah banyak mendatangi mereka dan menembak secara sporadis. Anak-anak dan guru berhamburan melarikan diri.
”Mereka mengepung sekolah serta memblokade semua lorong dan jalan raya untuk mencegah datangnya bantuan. Mereka menculik anak-anak itu hanya dalam waktu kurang dari 5 menit,” kata Ahmad.
Maryam Usman (11), salah satu siswi yang berhasil melarikan diri, menceritakan, para siswa mengira orang-orang bersenjata itu adalah tentara Pemerintah Nigeria. Saat melihat kedatangan sekelompok pria bersenjata tersebut, para murid dan guru sempat meneriakkan ”Semoga Tuhan menyertai kalian”.
Namun, setelah kelompok bersenjata itu melepaskan tembakan ke udara, penghuni sekolah baru tersadar bahwa orang-orang tersebut adalah sekawanan penculik.
Beberapa orang, termasuk Usman, bersembunyi di rumah-rumah terdekat. Akan tetapi, para penyerang mengejar mereka dan menyeret mereka keluar, lalu memukul mereka dengan cambuk. ”Salah satu pria memegang jilbab saya dan mulai menyeret saya ke tanah. Saya mencoba melawan,” kata Maryam Usman, Minggu (10/3/2024), dengan terisak mengingat kejadian yang menimpanya.
Ia mengatakan, dirinya berhasil melarikan diri setelah membiarkan jilbab yang dikenakannya dan dipegang penculik terlepas dari kepala dan badannya.
Baca juga: Penculikan 337 Anak Sekolah oleh Boko Haram Menyisakan Kepedihan
Mustapha Abubakar, siswa sekolah menengah berusia 18 tahun, baru saja duduk di bangkunya di kelas saat konvoi terdiri dari hampir 20 sepeda motor dengan pria berseragam militer masuk ke sekolah. Sempat mengikuti kemauan kelompok penculik itu untuk masuk ke hutan karena dicambuk dan dipukuli, Abubakar berhasil melarikan diri.
Abubakar berhasil melarikan diri, berbaur dengan vegetasi lebar hutan dan sabana di sekelilingnya. Merunduk selama berjam-jam untuk menghindari kejaran para penculik, dia merangkak dan akhirnya berjalan perlahan menuju desa terdekat. Baru pada keesokan paginya dia kembali ke rumah.
Trauma
Trauma itu masih membekas di pikiran Abubakar. ”Saya masih mengalami halusinasi pada malam hari,” katanya. ”Saya terus mendengar suara sepeda motor di luar rumah, seolah-olah mereka hendak membawa saya.”
Sejumlah orangtua masih menunggu kabar dari kelompok penculik tersebut. Rashidat Hamzah adalah salah satu di antaranya. Lima dari enam anaknya menjadi korban penculikan tersebut.
”Kami tidak tahu harus berbuat apa. Akan tetapi, kami percaya pada Tuhan,” kata Hamzah.
Sehari setelah kejadian, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu mengirim pasukan untuk mencoba melacak jejak kelompok penculik tersebut. Aparat keamanan mendirikan puluhan pos pemeriksaan militer sepanjang sekitar 89 kilometer yang membentang dari Kuriga ke Ibu Kota Kaduna. Pemerintahan Presiden Tanubu mencoba meyakinkan warga dan orang tua korban bahwa anak-anak mereka bisa diselamatkan.
Baca juga: Kabar Kematian Pemimpin Boko Haram Bukan Akhir Cerita Terorisme di Afrika
”Tidak ada hal lain yang dapat diterima oleh saya dan anggota keluarga yang menunggu dari warga yang diculik ini. Keadilan akan ditegakkan dengan tegas,” kata Tinubu.
Insiden tersebut merupakan penculikan ketiga dalam dua pekan terakhir. Pekan lalu terjadi penculikan 15 anak-anak dari sekolah di Negara Bagian Sokoto. Kemudian juga tercatat 200 orang, sebagian besar anak-anak dan perempuan korban konflik, diculik dari kamp pengungsi Negara Bagian Borno, Nigeria timur laut.
Hingga saat ini belum ada kelompok yang mengakui tindakan penculikan tersebut. Pemerintah Nigeria menduga, kelompok ekstrem yang tengah melancarkan pemberontakan di wilayah timur laut Nigeria terkait dengan penculikan di Borno. Adapun untuk penculikan di Sokoto, warga setempat menduga hal ini dilakukan para penggembala pemilik ternak yang tengah berkonflik dengan komunitas setempat.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) mengecam keras serangan pada hari Kamis itu dan meminta Pemerintah Nigeria berbuat lebih banyak untuk melindungi siswa. ”Sekolah seharusnya menjadi tempat pembelajaran dan pertumbuhan, bukan tempat ketakutan dan kekerasan,” kata Direktur Unicef Nigeria Christian Munduate dalam sebuah pernyataan.
Terus berulang
Penculikan warga adalah kejadian yang terus berulang di Nigeria. Tidak hanya anak sekolah, tetapi juga warga biasa yang diculik dari sejumlah tempat dan lokasi di seluruh wilayah negeri itu.
Menurut catatan Proyek Data Lokasi dan Peristiwa Konflik Bersenjata, lebih dari 3.500 orang diculik di seluruh wilayah Nigeria sepanjang tahun 2023. Beberapa dari mereka bahkan diculik dari rumah masing-masing di Abuja, ibu kota Nigeria.
Data keamanan analis risiko lokal, SBM Intelligence, secara lebih detail menggambarkan bahwa antara Juli 2022 dan Juni 2023 sebanyak 3.620 orang diculik dalam 582 insiden. Jumlah warga yang diculik, menurut data SBM, naik menjadi 4.777 orang sejak Tinubu menjabat sebagai presiden pada Mei 2023. Tinubu pernah menjanjikan perbaikan situasi keamanan, termasuk kasus penculikan.
Shebu Sani, mantan anggota parlemen federal dari Kaduna, mengatakan, penculikan warga biasanya terjadi karena kelompok ini mengincar uang tebusan. Dalam unggahannya di platform X, ia mengatakan, anak sekolah menjadi sasaran empuk karena kelompok ini mengetahui bahwa hal itu akan membangkitkan simpati warga pada para siswa yang menjadi korban. Tekanan ini juga dirasakan pada pemerintah agar menuruti tuntutan mereka akan permintaan uang tebusan.
Baca juga: Afrika dalam Bayang-bayang Kudeta, Pandemi, dan Perubahan Iklim
Menurut Sani, pemerintah tidak pernah mengakui bahwa mereka membayar tebusan untuk membebaskan warga, khususnya siswa sekolah yang menjadi korban. Akan tetapi, lanjut Sani, sumbernya menyebut pembayaran uang tebusan dilakukan sejumlah keluarga dan pemerintah negara bagian.
Pembayaran uang tebusan telah dilarang Pemerintah Nigeria sejak aturan perundangan mengenai hal itu disahkan pada tahun 2022. Uang tebusan yang dibayarkan untuk membebaskan para korban penculikan diyakini bisa digunakan kelompok-kelompok penculikan bersenjata untuk terus meningkatkan kemampuan militer mereka, termasuk membeli persenjataan berat, seperti roket untuk menjatuhkan pesawat militer.
Akan tetapi, demi keselamatan putra putri mereka, banyak keluarga menutup mata pada larangan tersebut.
Nnamdi Obasi, penasihat di International Crisis Group (ICG) yang berbasis di Brussels, Belgia, mengatakan, kesediaan keluarga-keluarga yang putus asa, komunitas-komunitas yang menjadi korban, dan bahkan pemerintah negara bagian untuk membayar uang tebusan telah ”mengubah penculikan massal menjadi kegiatan kriminal paling menguntungkan di zona barat laut (Nigeria)”.
Masyarakat yang terkena dampak sering kali berada di lokasi pedesaan terpencil karena sebagian besar pemerintah tidak hadir. Situasi itu membuat mereka rentan terhadap serangan kelompok bersenjata yang bermarkas di hutan terdekat.
Obasi mengatakan, kegagalan pemerintah-pemerintah negara bagian dan federal menangkap para penculik telah menambah iklim impunitas. Kondisi ini memungkinkan terjadinya kejahatan yang lebih keji, menyebabkan lingkaran setan kasus-kasus penculikan di Nigeria tidak akan pernah usai. (AP/AFP)