Ukraina Hadapi ”Kesulitan Besar” di Garis Depan
Zelenskyy mengatakan, Rusia mengambil keuntungan karena bantuan bagi Ukraina terlambat.
Saat Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, sejumlah pengamat memperkirakan operasi militer itu hanya akan berlangsung tiga hari. Kini, perang sudah hampir memasuki tahun ketiga. Ukraina menyatakan telah mengalami kesulitan di garis depan. Sementara Rusia berada di atas angin setelah merebut salah satu kota kunci, Avdiivka.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Senin (19/2/2024), mengatakan, kesulitan besar di garis depan disebabkan terlambatnya bantuan sekutu dan mitranya. Militer Ukraina juga menyebut kurangnya amunisi dan persenjataan memperburuk keadaan tersebut.
Baca juga: Ukraina Frustrasi karena Bantuan AS-Uni Eropa Telat
”Situasinya sangat ekstrem di sejumlah bagian garis depan, di mana pasukan Rusia memiliki cadangan yang terkonsentrasi secara maksimum. Pasukan Rusia mengambil keuntungan karena bantuan bagi Ukraina terlambat,” ujar Zelenskyy.
Saat ini pasukan Ukraina harus bertempur di tengah ”neraka” beku. Para prajurit Ukraina harus berjaga di parit pertahanan di tengah suhu -10 atau -20 derajat celsius. Mereka tidak berani memasang tungku pemanas karena akan mudah dilacak alat pengindera panas (thermal scanner) milik pasukan Rusia.
Medan perang yang dingin ekstrem semacam ini pernah dialami Ukraina semasa Perang Crimea (1853-1856) hingga Perang Dunia II (1939-1945). Hawa beku mendatangkan maut bagi para prajurit. Sepanjang pekan ini, para dokter sibuk menangani korban radang beku (frostbite).
Sementara di sejumlah titik, misalnya di Zhaporizhia, tentara Ukraina menghadapi serangan gencar dari pasukan Rusia. Komandan senior Ukraina, Oleksandr Tarnavsky, mengatakan, Rusia melancarkan sejumlah serangan di dekat Desa Robotyne.
Situasinya sangat ekstrem di sejumlah bagian garis depan, di mana pasukan Rusia memiliki cadangan yang terkonsentrasi secara maksimum. Pasukan Rusia mengambil keuntungan karena bantuan bagi Ukraina ditunda.
Seperti halnya permukiman di seantero Ukraina, Robotyne juga sudah rata dengan tanah akibat gempuran artileri selama berbulan-bulan. Kota Selydove, yang berjarak 30 kilometer dari Avdiivka, kini khawatir akan menjadi korban berikutnya dari serangan Rusia.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan, kota-kota di Ukraina bisa jatuh ke tangan Rusia satu per satu tanpa bantuan asing. Paket bantuan yang dijanjikan sebesar 60 miliar dollar AS kini masih mandek pembahasannya di DPR AS yang didominasi Partai Republik. Senat, yang didominasi Partai Demokrat, telah meloloskan rancangan undang-undang soal bantuan itu.
Baca juga: Mengintip Latihan Perang Tentara Ukraina
Sementara sekutu-sekutu Ukraina di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berusaha keras mengisi celah yang ditinggalkan AS itu. Apalagi setelah upaya serangan balasan dari Ukraina yang ternyata tidak seperti yang diharapkan. Keputusan Zelenskyy mengganti panglima militernya mengecewakan banyak pihak di dalam negeri dan mengkhawatirkan sekutu-sekutunya di Barat.
”Saya yakin AS akan mendukung Ukraina, seperti Uni Eropa, Jepang, semua negara G7, dan IMF, juga organisasi keuangan internasional. Jadi, kita tidak boleh bicara soal kelelahan karena ini perang eksistensial. Kalian tidak boleh lelah saat berjuang demi masa depan, kehidupan, dan tata keamanan global,” kata Perdana Menteri Rusia Denys Shmygal.
Dengan situasi yang dihadapi Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin coba membalikkan keadaan. Perang berlangsung lebih lama dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya, tetapi kini Rusia tengah berada di atas angin.
Putin berulang kali mengindikasikan keinginan untuk bernegosiasi guna mengakhiri pertempuran, tetapi ia juga memperingatkan Rusia akan bertahan atas capaiannya. Pada awal Februari, Putin diwawancarai mantan wartawan Fox News, Tucker Carlson. Dalam wawancara itu, ia mendesak AS agar mau mendorong Ukraina bernegosiasi damai. ”Cepat atau lambat, kita akan sampai pada kesepakatan,” ujar Putin.
Baca juga: AS Kehabisan Uang untuk Ukraina
Beberapa perkembangan terbaru memicu optimisme Kremlin, terutama macetnya bantuan AS dan direbutnya kota Avdiivka. Jatuhnya Avdiivka membuka jalan bagi Rusia untuk lebih dalam menembus jantung Ukraina.
”Meski tidak ada serangan skala besar yang sedang berlangsung, unit-unit pasukan Rusia ditugasi melancarkan serangan-serangan taktis yang lebih kecil. Minimal serangan itu bisa mengakibatkan kerugian yang ajek bagi Ukraina dan memungkinkan pasukan Rusia merebut serta mempertahankan posisi,” kata Jack Watling dan Nick Reynolds dari Royal United Services Institute.
Dengan cara itu, Rusia bisa mengelola tekanan secara konsisten di sejumlah titik. Di tengah pertempuran sengit di palagan timur, Rusia juga berupaya melumpuhkan industri pertahanan Ukraina dengan rangkaian serangan yang terus-menerus. Rusia menggunakan rudal jelajah jarak jauh dan rudal balistik, juga pesawat nirawak (drone) Shahed buatan Iran untuk membuat pertahanan udara Ukraina kewalahan.
”Dalam hal kapasitas untuk mendukung operasi yang sedang berlansung, Rusia menggerakkan industri pertahanan secara signifikan, membuat alternatif, dan memperluas lini produksi di fasilitas-fasilitas yang ada, begitu pula menghidupkan kembali pabrik-pabrik yang semula ditutup. Ini membuat hasil produksi meningkat,” sebut Watling dan Reynolds.
Baca juga: Ukraina Kekurangan Amunisi, Avdiivka Jatuh ke Tangan Rusia
Meski demikian, sejumlah analis mengungkap, militer Rusia juga menghadapi sejumlah tantangan. Mantan kepala staf umum militer Rusia, Jenderal (Purn) Yuri Baluyevsky, mengakui, pertahanan udara Ukraina secara efektif menghalau dan mempersulit operasional serangan udara Rusia. Pasukan Ukraina juga meluncurkan rudal dan serangan drone jauh di belakang garis kontak sehingga meningkatkan kerugian bagi Kremlin.
Para pejabat dan analis Barat mempekirakan, garis depan sepanjang 1.500 kilometer masih statis tanpa capaian signifikan dari kedua pihak. Putin, yang diperkirakan memenangi pemilihan presiden pada Maret 2024, tengah mengonsolidasikan dukungan publik terhadap perang di Ukraina. Meski dihadapkan pada sejumlah tantangan, perekonomian dan potensi militer Rusia memberi Putin kemampuan untuk perang yang berkepanjangan. (AP/AFP)