Seusai Perkenalan Sora, Valuasi OpenAI Meroket Tiga Kali Lipat
OpenAI kini menjadi salah satu perusahaan rintisan teknologi paling berharga di dunia setelah ByteDance dan SpaceX.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
NEW YORK, MINGGU — OpenAI, perusahaan pengembang kecerdasan buatan milik Microsoft, mendapat valuasi 80 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 1.200 triliun dari investornya. Angka valuasi ini meroket hampir tiga kali lipat dalam waktu kurang dari 10 bulan setelah Microsoft menyuntikkan dana sebesar 13 miliar dollar AS untuk pengembangan lanjutan teknologi kecerdasan buatan perusahaan itu.
Valuasi tersebut menempatkan OpenAI sebagai salah satu perusahaan rintisan teknologi paling berharga di dunia setelah ByteDance, perusahaan induk Tiktok, dan SpaceX, perusahaan teknologi ruang angkasa milik Elon Musk. Nilai tinggi disematkan pada OpenAI setelah beberapa bulan terakhir perusahaan mengalami turbulensi yang dahsyat serta rencana melepas saham perusahaan kepada publik.
Tiga bulan sebelumnya, perusahaan tersebut dilanda krisis serius menyusul pencopotan CEO dan salah satu pendirinya, Sam Altman. Altman (38) dipulihkan ke posisinya sebagai pemimpin OpenAI beberapa hari kemudian.
Harian Amerika Serikat, The New York Times, menjadi media pertama yang melansir laporan tentang peningkatan valuasi OpenAI, Sabtu (17/2/2024). Beberapa perusahaan modal ventura, yakni Thrive Capital, Sequoia Capital, Andreessen Horowitz, dan K2 Global, pada awal tahun 2023 sepakat menetapkan valuasi perusahaan ini sebesar 29 miliar dollar AS. Perusahaan-perusahaan itu menyuntikkan dana sekitar 300 juta dollar AS pada OpenAI.
OpenAI juga tengah menjalani due-diligence, penilaian tentang kinerja manajemen perusahaan pimpinan Altman, yang diperkirakan laporannya akan keluar pada tahun ini.
Valuasi besar tersebut memberikan peluang bagi para eksekutif dan karyawan menjual saham milik mereka dengan keuntungan yang jauh lebih tinggi, tiga bulan setelah perusahaan itu selamat dari krisis besar. Krisis besar itu dimulai dengan ketidakpercayaan para komisaris terhadap Altman, yang berujung pada pemecatannya.
Akan tetapi, tindakan tersebut menjadi bumerang. Saat itu, para karyawan yang menjadi tulang punggung pengembangan kecerdasan buatan, ChatGPT, beramai-ramai mengancam mundur dari perusahaan itu sebagai bentuk solidaritas terhadap Altman. Ancaman itu membuat perusahaan kembali menempatkan Altman sebagai CEO dan melanjutkan revolusi pengembangan teknologi kecerdasan buatan degeneratif yang telah dirintisnya.
Laporan CNBC pada November 2023 menyebutkan, Microsoft masih menjadi pemegang saham terbanyak OpenAI dengan 49 persen saham. Adapun perusahaan-perusahaan modal ventura, seperti Thrive Capital, Sequoia, hingga K2 Global, diperkirakan memiliki porsi kepemilikan hingga 30 persen.
Revolusi teks ke video
Melonjaknya valuasi OpenAI hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan valuasi tahun lalu hanya berselang dua hari setelah mereka mengumumkan peluncuran Sora, teknologi kecerdasan buatan yang bisa mengubah teks ke dalam video berdurasi singkat secara instan. Meski teknologi ini sebelumnya pernah diperkenalkan oleh Meta, Google, dan perusahaan rintisan Runway ML, kualitas gambar yang dihasilkan oleh OpenAI jauh lebih baik dan terlihat riil daripada pesaing-pesaingnya.
Memerintahkan mesin penerjemahan Sora untuk mengubah apa yang diperintahkan oleh teks menjadi gambar sangat mudah. Pengguna hanya tinggal mengetik di layar yang telah masuk ke dalam fasilitas antarmuka (interface) Sora dan, dengan sekali klik, perintah itu akan dikerjakan.
Salah satu contohnya adalah perintah yang diajukan seorang fotografer lepas di New Hampshire, AS. Ia memasukkan perintah instruksi memasak yang dilakukan oleh seorang nenek pemengaruh di media sosial di sebuah dapur di perdesaan dengan pencahayaan sinematik. Altman merespons beberapa saat kemudian dengan video realistis yang menggambarkan apa yang diinginkan oleh sang fotografer.
Sebuah video berdurasi hampir 10,5 menit diunggah oleh OpenAI dalam akun Youtube mereka. Video ini memperlihatkan beberapa realisasi rekaan situasi dalam bentuk video pendek atas perintah yang disampaikan pada mesin kecerdasan buatannya. Beberapa video menampilkan sosok wajah manusia dalam jarak sangat dekat (close-up) dengan gambar sangat riil, termasuk memperlihatkan pori-pori kulit wajah rekaan tersebut.
Tim pengembangan Sora di OpenAI dipimpin oleh Tim Brooks dan Bill Peebles. Sora, yang diambil dari bahasa Jepang yang berarti ’langit’, menurut pengembangnya, bisa diartikan sebagai potensi kreatif yang tidak terbatas.
Dalam laporannya, The New York Times menyebutkan, OpenAI mengatakan bahwa mereka belum melepas Sora untuk digunakan publik karena masih memahami potensi bahaya yang ditimbulkannya. Perusahaan itu telah memberikan akses kepada sejumlah akademisi dan peneliti independen untuk menilai potensi bahaya penggunaan teknologi tersebut jika dilepas ke publik dan agar tidak disalahgunakan.
”Tujuannya di sini adalah untuk memberikan gambaran tentang apa yang akan terjadi sehingga masyarakat dapat melihat kemampuan teknologi ini, dan kami dapat memperoleh masukan,” kata Brooks.
Dalam sebuah pernyataan, OpenAI juga mengatakan, mereka tengah mengembangkan alat untuk membantu mendeteksi konten menyesatkan dari video yang mungkin dihasilkan oleh teknologi tersebut. Teknologi ini nantinya bisa mengetahui kapan video ini dibuat oleh Sora.
Kemunculan Sora yang bisa mengubah teks menjadi video membuat kekhawatiran pada potensi misinformasi dan disinformasi, termasuk menjelang pemilihan presiden AS tahun ini, semakin besar.
”Saya benar-benar takut hal semacam ini akan memengaruhi pemilu,” kata Oren Etzioni, seorang profesor kecerdasan buatan Universitas Washington.
Etzioni juga pendiri True Media, organisasi nirlaba yang berupaya mengidentifikasi disinformasi daring dalam kampanye politik.