Prospek Gencatan Senjata Menipis, Israel Ngotot untuk Menyerbu Rafah
Situasi sangat kompleks dan Israel tidak mau mundur dari rencana menyerang Rafah.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
MUENCHEN, MINGGU — Pemerintah Qatar mengaku pesimistis bisa terjadi gencatan senjata di Gaza. Selain Israel keras kepala ingin terus menyerang Rafah, berbagai permintaan dari dunia internasional justru membuat negosiasi semakin rumit.
Qatar, bersama Mesir dan Amerika Serikat, adalah negara yang dipercaya menjadi penengah di dalam perang antara Israel dan Hamas. Ketiga negara itu terus mengupayakan agar terjadi gencatan senjata sehingga bantuan sosial bisa diberikan kepada warga Palestina di Jalur Gaza.
”Kebanyakan permintaan gencatan senjata yang diusulkan oleh negara-negara lain mencakup pembebasan sandera oleh Hamas. Semestinya ini tidak perlu menjadi syarat gencatan senjata,” kata Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, Sabtu (18/2/2024). Ia berbicara pada Konferensi Keamanan Muenchen di Jerman.
Al-Thani menekankan bahwa gencatan senjata yang semestinya adalah mengedepankan kemanusiaan. Adapun perihal pembebasan sandera dapat dibicarakan melalui perundingan terpisah.
Saat ini, masih ada 120 warga Israel yang disandera oleh Hamas. Sekitar 250 orang diculik oleh Hamas dalam serangan ”Badai Aqsa” ke Israel selatan, 7 Oktober 2023. Sebanyak 29 sandera dinyatakan tewas.
Sekitar 1,5 juta warga Palestina kini berdesak-desakan tinggal di kamp-kamp pengungsian di Rafah. Kota di Gaza bagian selatan ini berbatasan langsung dengan Mesir. Israel mengatakan hendak menggempur Rafah karena meyakini wilayah itu adalah benteng pertahanan terakhir Hamas sekaligus tempat para sandera disekap.
AS, sekutu terdekat Israel, meminta agar Tel Aviv tidak menyerang Rafah. Presiden AS Joe Biden mengatakannya langsung kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Akan tetapi, ketika berpidato di depan warga yang termasuk keluarga para sandera, Netanyahu mengatakan tidak mau mendengarkan imbauan internasional.
”Permintaan mereka sama saja dengan meminta Israel kalah perang,” kata Netanyahu.
Israel menolak persyaratan negosiasi dari Hamas. Isinya adalah penarikan pasukan Israel dari Gaza, mengizinkan bantuan sosial masuk ke Gaza bagian utara yang dilanda bencana kelaparan, dan pembebasan anggota Hamas yang ditawan oleh Israel.
Menurut Netanyahu, permintaan Hamas ini konyol. Israel juga menolak solusi dua negara, meskipun AS dan Inggris mendorong kemerdekaan Palestina dan Israel.
Namun, warga Israel yang kehilangan anggota keluarga dalam sandera Hamas menuntut terus dilakukan perundingan untuk pembebasan sandera. ”Saya memohon kepada pemerintah untuk melakukan perundingan,” kata Sharon Aloni-Cunio.
Ia dan dua anaknya adalah sandera yang dibebaskan oleh Hamas, tetapi suami Cunio masih ditahan.
Kerabat dan pendukung sandera Israel, yang ditahan di Gaza sejak serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober, berunjuk rasa di dekat kediaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Jerusalem, 21 Januari 2024, untuk menyerukan pembebasan mereka.
Sementara itu, di Gaza, pertempuran terus berkobar di Khan Younis. Tentara Israel menyerbu Rumah Sakit Nasser dengan dalih ada sandera ditawan di sana. Para saksi mata mengatakan bahwa tentara menembaki orang-orang yang bergerak.
Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, hingga Minggu (18/2/2024), total ada 28.858 warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel dan sekitar 1.200 warga Israel ataupun warga asing tewas akibat serangan Hamas, 7 Oktober 2023.
Menurut pejabat Israel, Israel berencana menggunakan lahan kosong di Rafah sebelah barat yang berada di pesisir sebagai tempat mengungsikan warga sipil. Setelah itu, baru pasukan mereka akan merangsek memasuki Rafah.
Di seberang perbatasan, di Sinai, Mesir dilaporkan menyiapkan penampungan darurat kalau-kalau warga Palestina terpaksa diungsikan ke sana. Media AS, The Wall Street Journal, Kamis (15/2/2024), mengutip beberapa pejabat Mesir dan analis keamanan, melaporkan, kamp-kamp penampungan tersebut dibangun di Semenanjung Sinai atau wilayah Mesir yang berbatasan dengan Jalur Gaza. Luas area yang dikelilingi tembok itu adalah 8 mil persegi atau sekitar 5.120 hektar.
Gubernur Sinai Utara Mohamed Shousha membantah laporan yang menyebutkan bahwa Mesir tengah membangun area terpencil di Sinai guna menampung para pengungsi.
Sementara itu, di Gaza bagian utara, warga mengalami bencana kelaparan. Mereka terpaksa mengais makanan ternak. ”Kami akan mati karena kelaparan, bukan karena bom,” kata Mohammed Nassar, warga Gaza dari Jabalia. (AFP)