Gangguan terhadap pelayaran di jalur utama perdagangan dunia diperkirakan berlangsung sampai beberapa bulan ke depan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
Sejak triwulan IV-2023, gangguan terhadap pelayaran niaga global belum surut. Ketidakpastian situasi akibat krisis di Laut Merah dan dampak El Nino pada Terusan Panama diperkirakan berlangsung sampai beberapa bulan ke depan.
Raksasa pelayaran Maersk, Kamis (8/2/2024), memperingatkan ketidakpastian pendapatan pada 2024 terkait pasokan berlebih kapal kontainer dan serangan kelompok Houthi di Laut Merah. ”Ketidakpastian masih seputar berapa lama dan berapa parah gangguan di Laut Merah,” sebut Maersk dalam pernyataan, dikutip kantor berita AFP.
Para pemimpin Maersk mengatakan, dalam laporan pendapatan, tahun 2023 diakhiri dengan banyaknya serangan terhadap kapal kargo di Laut Merah dan Teluk Aden. Kapal-kapal perusahaan itu tak luput dari target serangan. Mereka khawatir terhadap eskalasi konflik di Timur Tengah yang berdampak pada pelayaran global.
Kelompok pemberontak Houthi di Yaman sejak November 2023 menyerang kapal-kapal kargo di Laut Merah. Mereka menyebut serangan itu sebagai dukungan bagi kelompok Hamas yang tengah berperang melawan militer Israel. Houthi terutama menyasar kapal-kapal milik Israel dan sekutu-sekutunya, atau memiliki kaitan dengan Israel.
Tak hanya menggunakan roket, Houthi pun meluncurkan rudal dan pesawat nirawak (drone) saat menyerang targetnya, dari kapal kontainer hingga kapal tanker. Melansir data Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD), sejak November 2023 hingga Januari 2024 terjadi 34 serangan terhadap kapal-kapal komersial yang hendak melintas ke Terusan Suez.
Gara-gara serangan itu, Laut Merah sebagai jalur pelayaran internasional tersibuk yang menghubungkan Eropa-Asia dan sebaliknya menjadi jalur paling berbahaya. Perusahaan-perusahaan pelayaran memilih mengubah rute pelayaran demi keamanan kapal mereka.
Sampai awal 2024, setidaknya 300 kapal kontainer mengubah jalur pelayaran meski memerlukan waktu lebih lama dan biaya lebih besar. Kapal-kapal kargo raksasa yang mengangkut peti kemas dari Asia memilih melewati Tanjung Harapan di ujung Benua Afrika untuk sampai ke Eropa.
Seiring memburuknya situasi keamanan di Laut Merah, WFP (Program Pangan Dunia) menghadapi peningkatan biaya dan penundaan pengiriman. Keamanan pangan diperkirakan memburuk dalam beberapa bulan ke depan.
Ahli ekonomi pada Universitas Massachusetts, Amerika Serikat, Anna Nagurney, menyatakan, pengalihan rute pelayaran dengan memutari Tanjung Harapan terlalu ekstrem. Namun, perusahaan pelayaran tidak memiliki rute alternatif lain dengan banyaknya volume kargo yang harus dikirim. Sementara angkutan kargo dengan kereta atau pesawat banyak keterbatasan.
Lembaga-lembaga kemanusiaan di Yaman juga memperingatkan, membengkaknya biaya pelayaran dan pengiriman akibat serangan di Laut Merah memperburuk krisis kemanusiaan di negara itu. Setelah konflik selama sembilan tahun, lebih dari separuh penduduk Yaman memerlukan bantuan kemanusiaan.
”Seiring memburuknya situasi keamanan di Laut Merah, WFP (Program Pangan Dunia) menghadapi peningkatan biaya dan penundaan pengiriman. Keamanan pangan diperkirakan memburuk dalam beberapa bulan ke depan,” sebut pernyataan WFP, Kamis (8/2/2024).
Perubahan iklim
Pada waktu yang bersamaan, jalur pelayaran internasional yang tak kalah sibuk pun terganggu. Lalu lintas di Terusan Panama terdampak perubahan iklim. Fenomena El Nino menyebabkan kemarau di Panama lebih panjang. Normalnya musim kemarau berlangsung dari Januari hingga Mei.
Akibatnya, Danau Gatun yang menjadi sumber air bagi operasionalisasi Terusan Panama mengalami kekeringan parah. Suhu yang tinggi juga membuat air waduk dan daerah aliran sungai di sekitarnya menguap.
Air muka danau terus menurun. Dibutuhkan sedikitnya 50 juta galon air untuk setiap manuver perpindahan kapal melalui terusan itu untuk menaikkan dan menurunkan kapal melalui pintu air.
Surat kabar The New York Times edisi 26 Januari 2024 melaporka, Otoritas Terusan Panama (PCA) telah mengurangi lalu lintas kapal hingga 40 persen dibandingkan dengan jumlah normal. Jan Hoffman, Kepala Cabang Logistik Perdagangan UNCTAD yang berbasis di Geneva, menyebutkan, total kapal yang transit di terusan Panama turun 36 persen pada Desember 2023 dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
PCA mencatat, pengurangan lalu lintas kapal mengakibatkan penurunan pendapatan hingga 100 juta dollar AS per bulan sejak Oktober 2023. Sama seperti di Laut Merah, perusahaan pelayaran yang selama ini menggunakan jasa Terusan Panama terpaksa mengubah rute pelayaran menjadi lebih jauh.
Tujuannya supaya barang-barang bisa sampai ke konsumen meski ongkos kirim naik. Hoffman mencontohkan, biaya pengiriman peti kemas dari Shanghai, China, ke Eropa naik 256 persen. ”Kami melihat dampak global dari krisis di jalur-jalur pelayaran utama karena kapal-kapal mencari alternatif guna menghindari Terusan Suez dan Terusan Panama,” katanya.
Dampak lebih jauh yang harus diperhatikan adalah pada lingkungan. Meningkatnya lalu lintas pelayaran di satu jalur secara tiba-tiba bisa memicu perubahan dramatis pada kebisingan bawah air. Itu dapat memengaruhi populasi ikan dan mamalia laut.
Selain itu, kapal yang berlayar ribuan mil lebih jauh menggunakan lebih banyak bahan bakar. Karbon yang dilepaskan ke atmosfer tentu lebih banyak. Padahal, Organisasi Maritim Internasional menetapkan target nol emisi rumah kaca pada 2050 dan mengurangi emisi sedikitnya 20 persen pada 2030.
PCA berupaya mengatasi kekeringan dan kerusakan hutan agar sumber air untuk Danau Gatun terjaga. Mereka juga berupaya mencari sumber air baru untuk menambah pasokan air bagi Terusan Panama. Upaya itu pun harus berpacu dengan dampak perubahan iklim global.
Lantas, sampai kapan krisis pelayaran niaga akan terjadi. Perusahaan pelayaran dan para ahli tak bisa memprediksinya. ”Saya tidak membayangkan krisis akan berlangsung bertahun-tahun. Namun, siapa yang bisa memperkirakan?” kata Eddie Anderson, profesor manajemen rantai pasok pada Imperial College London.