Tudingan Pencurian Teknologi Guncang Proyek Jet Tempur Indonesia-Korsel
Dalam beberapa tahun, terus ada sandungan dalam proyek KF-21. Proyek itu memacu kemampuan Indonesia membuat jet tempur.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerja sama pengembangan jet tempur KF-21 Indonesia-Korea Selatan diguncang tudingan pencurian teknologi. Salah seorang insinyur Indonesia dalam proyek itu diperiksa aparat Korea Selatan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, Indonesia masih mengumpulkan informasi soal itu. Kedutaan Besar RI di Seoul telah berkomunikasi dengan Kemenlu Korsel dan sejumlah instansi terkait di negara tersebut. ”KBRI Seoul juga telah berkomunikasi langsung dengan insinyur Indonesia tersebut dan memastikan bahwa yang bersangkutan saat ini tidak ditahan,” ujarnya, Jumat (2/2/2024).
Insinyur yang tidak diungkap identitasnya itu dinyatakan telah bekerja di proyek tersebut sejak 2016. Karena itu, ia sudah paham prosedur dan aturan kerja dalam proyek tersebut.
Iqbal mengatakan, KF-21 adalah proyek strategis bagi Indonesia ataupun Korea Selatan. ”Kedua negara akan mengelola berbagai masalah yang muncul dalam kerja sama ini sebaik mungkin,” ujarnya.
Meski tidak ditahan, insinyur itu dilarang meninggalkan Korsel sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian. Insinyur itu disebut memindahkan data dari komputer di lokasi proyek ke diska lepas. Penyelidikan difokuskan untuk mengetahui apakah ada data strategis yang dipindahkan oleh pelaku.
Dilaporkan kantor berita Yonhap, Badan Pengelola Pengadaan Pertahanan (DAPA) Korsel mengungkap dugaan pencurian itu. Pemeriksaan dilakukan bersama badan intelijen Korsel. ”Saat ini sedang dilakukan untuk menyelidiki dugaan pencurian teknologi yang dilakukan oleh warga negara Indonesia (WNI),” ujar salah satu pejabat DAPA.
Setidaknya ada 129 teknologi yang terkandung dalam ”tubuh” KF-21 Boramae. Ada empat teknologi kunci, di antaranya radar dan pengindra inframerah yang hanya dibagikan Amerika Serikat kepada Korsel.
KF-21 dibayangkan sebagai versi lebih murah dari jet tempur generasi kelima buatan Amerika Serikat (AS), F-35 Lightning II. Pada Juli 2022, pesawat itu sukses melewati uji terbang.
Dengan keberhasilan terbang perdana KF-21, Korea menjadi satu dari sedikit negara yang berkemampuan nasional dalam pembuatan jet tempur supersonik canggih. Sebelum ini, Korsel juga sudah membuat jet tempur latih T-50 Golden Eagle, bekerja sama dengan perusahaan AS, Lockheed Martin.
Tambah sandungan
Kasus itu menambah sandungan dalam proyek tersebut. Sebelum ini, Korsel bolak-balik menanyakan kapan Indonesia membayar iuran pengembangan pesawat. Indonesia seharusnya menanggung 20 persen biaya pengembangan pesawat yang belakangan dinamai KF-21 Boromae tersebut.
Dengan kata lain, kontribusi Indonesia bernilai 6,6 miliar dollar AS. Dengan biaya itu, Indonesia berhak mendapat 48 KF-21. Indonesia juga dilibatkan dalam proses pengembangan. Sayangnya, Indonesia tidak kunjung melunasi iuran dalam proyek itu. Seoul harus bolak-balik mengirimkan pejabat ke Jakarta untuk membahas pembayaran kontribusi.
Padahal, Indonesia menaruh harapan besar dalam proyek tersebut. PT Dirgantara Indonesia berharap bisa memproduksi, antara lain, sayap, ekor, hingga pylon atau adaptor penghubung senjata pada pesawat tempur. PT DI juga mengupayakan agar bisa melakukan perawatan dan perbaikan pesawat tersebut.
Meskipun hanya memproduksi sejumlah bagian, PT DI berharap sebagian KF-21 bisa dirakit penuh di Indonesia. Dengan kata lain, proses perakitan, pengujian, hingga sertifikasi kelaikan bisa dilakukan di Indonesia. Hal itu akan memacu kemampuan Indonesia dalam produksi pesawat tempur.
Dari luar, Boromae paling mirip dengan F-22 Raptor. Boramae juga dilengkapi meriam luar di atas ruang masuk udara sebelah kiri, seperti F-35A.
Dari segi persenjataan, jet ini bisa mengangkut rudal udara-ke-udara, termasuk rudal Meteor buatan MBDA, yang empat tiruannya sudah ikut dipasang di bawah badan pesawat saat terbang perdana. Tidak tertutup kemungkinan jet ini akan dipersenjatai rudal jelajah luncur udara, juga rudal udara-ke-darat.
Jika ada teknologi luar pada Boramae, itu tak lain kursi lontar yang khusus dibuat perusahaan Martin-Baker, baik untuk varian kursi satu maupun kursi dua (The Aviationist). Persenjataan KF-21 memang tidak bisa (atau tak dirancang) untuk diangkut di dalam badan pesawat. Hal ini membuatnya tidak sesiluman F-35 dan itu juga membuatnya tetap dikategorikan sebagai jet generasi 4,5. (AFP/REUTERS)