Hati-hati, Kasus Sifilis Melonjak di Sejumlah Negara
Kasus sifilis melonjak, terbanyak ditemukan pada perempuan yang tertular dari pasangan dan bayi yang terinfeksi dari ibu
Kasus sifilis di Amerika Serikat mencapai jumlah tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Sedikitnya terdapat 207.000 kasus yang dilaporkan pada 2022. Ini jumlah kasus tertinggi di AS sejak tahun 1950.
Dibandingkan tahun 2018, jumlah kasus sifilis naik dua kali lipat. Sifilis melonjak 32 persen pada periode 2020-2021 dan naik 17 persen pada 2021-2022.
Sifilis kongenital adalah penyakit akibat bakteri yang muncul sebagai luka genital yang tidak menimbulkan sakit. Namun, jika tidak diobati, dapat menyebabkan kelumpuhan, gangguan pendengaran, demensia, bahkan kematian.
Sifilis tidak hanya terjadi pada laki-laki homoseksual dan biseksual, tetapi juga meluas pada laki-laki dan perempuan heteroseksual. Penyakit ini bahkan semakin banyak memengaruhi bayi yang baru lahir akibat terinfeksi dari ibunya saat kehamilan. Sifilis kongenital dari seorang ibu yang menularkan infeksi ke anak saat hamil sering kali terjadi karena ibunya tertular dari pasangannya.
Baca juga: Kasus Penularan Sifilis Melonjak, Risiko Penularan dari Ibu ke Bayi Tinggi
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, Rabu (31/1/2024), memperingatkan, epidemi sifilis yang terjadi di AS tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Dikhawatirkan akan terjadi lonjakan infeksi secara tiba-tiba.
Infeksi tersebut bisa mengakibatkan keguguran, kelahiran prematur, bayi lahir mati, kematian bayi, berat badan lahir rendah. Selain itu, sifilis juga mengakibatkan komplikasi jangka panjang pada bayi, seperti kehilangan penglihatan atau pendengaran dan kelainan bentuk tulang.
Lonjakan kasus ini membuat banyak pakar kesehatan terguncang. Direktur Divisi Pencegahan Penyakit Menular Seksual CDC Leandro Mena mengatakan, banyak orang mengira 15 atau 20 tahun yang lalu AS sudah hampir berhasil menghilangkan sifilis. ”Namun, ini mengejutkan karena angka peningkatan sifilis seperti ini belum pernah kita lihat dalam 20 tahun terakhir,” kata Mena kepada BBC, Jumat (2/2/2024).
Sifilis adalah salah satu infeksi menular seksual tertua yang diketahui. Sejak pertama kali tercatat ada infeksi pada awal 1940-an, sifilis mendapat banyak julukan, seperti ”penyakit Perancis”, ”penyakit Neapolitan”, ataupun ”penyakit Polandia”.
Apa pun nama julukannya, yang jelas sifilis terkenal dengan sebutan “peniru yang hebat”. Sifilis ahli dalam meniru infeksi lain dan gejala awalnya kerap kali tidak terdeteksi atau mudah terlewat. Akan tetapi, jika tidak segera ditangani, konsekuensinya bisa serius.
Tetapi, ini mengejutkan karena angka peningkatan sifilis seperti ini belum pernah kita lihat dalam 20 tahun terakhir.
Infeksi sifilis baru menurun drastis di AS mulai akhir 1940-an ketika antibiotik mudah didapat dan turun ke angka terendah pada 1998. Sekitar 59.000 kasus dari seluruh kasus tahun 2022 diketahui bentuk sifilis yang paling menular. Dari jumlah itu, sekitar seperempatnya dialami perempuan dan seperempat lagi diderita laki-laki heteroseksual.
”Infeksi ini ternyata tanpa disadari sudah menyebar pada populasi heteroseksual. Selama ini kita tidak mencarinya di populasi itu,” kata Philip Chan, yang mengajar di Brown University dan Kepala Medis di Open Door Health, pusat kesehatan untuk pasien gay, lesbian, dan transjender di Provindence, Rhode Island, AS.
Baca juga: Menumpas Penyakit Raja Singa
Laporan CDC juga menunjukkan jenis sifilis yang paling menular meningkat paling banyak pada kelompok penduduk Indian Amerika dan penduduk asli Alaska. South Dakota melampaui negara bagian lain dalam hal tingkat penularan sifilis tertinggi, yakni 84 kasus per 100.000 orang, dua kali lebih tinggi dibandingkan New Mexico dengan infeksi tertinggi kedua.
Baca juga: Perilaku Seksual Remaja Kian Berisiko, Waspadai Kanker Serviks
Kepala Petugas Kesehatan Masyarakat pada Dewan Kesehatan Pemimpin Suku Great Plains di Rapid City Meghan O’Connell mengatakan, peningkatan kasus di South Dakota didorong oleh wabah di komunitas penduduk asli Amerika. Hampir seluruh kasus penyakit menular seksual terjadi pada orang heteroseksual.
Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS tahun lalu membentuk satuan tugas sifilis yang berfokus pada penghentian penyebaran infeksi menular seksual (IMS) dengan penekanan pada tempat-tempat dengan tingkat infeksi sifilis tertinggi. Laporan CDC tahun ini juga menyoroti kasus penyakit menular seksual (PMS) yang lebih umum, yakni klamida dan gonore.
Kasus klamida relatif datar pada 2021-2022, yakni sekitar 495 kasus per 100.000 orang dan angkanya menurun pada perempuan usia awal 20-an tahun. Penurunan yang sama juga terjadi untuk gonore. Para ahli belum mengetahui penyebab angka gonore menurun. Akan tetapi, ada dugaan angkanya turun karena tes PMS sempat terganggu selama pandemi Covid-19.
Direktur Pusat Nasional untuk HIV, Hepatitis Viral, PMS, dan Pencegahan TBC pada CDC Jonathan Mermin memperkirakan ada kemungkinan pengujian dan diagnosis belum stabil pada 2022. ”Kami penasaran dengan besarnya jumlah penurunan ini. Kami masih perlu kaji lagi,” ujarnya.
Infeksi global
Secara global, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 7,1 juta kasus sifilis baru pada 2020. Seperti halnya AS, kasus sifilis pada 2022 juga tertinggi di Inggris sejak tahun 1948. Kasus di Kanada pun meningkat sampai 389 persen pada periode 2011-2019.
Ada pula studi tentang sifilis di Australia pada 2020 yang menunjukkan kasusnya meningkat hampir 90 persen dari 2015. Sekitar 4.000 kasus sifilis diidentifikasi di komunitas Aborigin dan penduduk pribumi Selat Torres yang mencakup 3,8 persen dari total populasi Australia.
Dokter penyakit menular dan peneliti pada Universitas Toronto, Kanada, Isaac Bogoch, menilai, peningkatan kasus ini memprihatinkan karena secara umum sifilis sebenarnya sangat mudah diobati. Pengobatannya pun mudah didapat di mana-mana.
Sifilis disebabkan oleh bakteri bernama Treponema pallidum dan gejalanya dibagi menjadi empat tahap. Yang paling awal ditandai dengan luka yang tidak menimbulkan rasa sakit di tempat kontak atau ruam.
Dosis penisilin intramuskular adalah cara paling efektif untuk mengobati infeksi. Namun, jika tidak diobati, sifilis dapat menyebabkan penyakit neurologis dan kardiovaskular jangka panjang. ”Banyaknya kasus sifilis ini menunjukkan buruknya layanan kesehatan masyarakat,” kata Bogoch kepada BBC.
Baca juga: Korban Kekerasan Seksual Rentan Mengalami Infeksi Menular Berkepanjangan
Ilmuwan peneliti pada Marshfield Clinic Research Institute di Wisconsin, AS, Maria Sundaram, menilai, tingginya kasus sifilis pada perempuan dan anak mencerminkan ketidakadilan dan rasisme dalam layanan kesehatan masyarakat dan infrastruktur medis. Kelompok perempuan yang paling rentan, seperti mereka yang kehilangan rumah atau berjuang melawan penyalahgunaan narkoba, juga merupakan kelompok yang paling terdampak. Banyak dari kesenjangan ini diperburuk oleh pandemi Covid-19.
Di antara kesenjangan yang mungkin menjadi penyebab masalah ini adalah akses terhadap tempat tes PMS, stigma yang masih ada seputar sifilis, dan kemungkinan kendala bahasa. Sebuah penelitian di Brasil menemukan hubungan antara perempuan kulit hitam yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan tingkat sifilis kongenital yang lebih tinggi. Dalam banyak kasus, perempuan kesulitan mengakses layanan pranatal yang sesuai untuk penapisan sifilis.
Para peneliti di Jepang menyimpulkan, penggunaan aplikasi kencan berhubungan secara signifikan dengan kasus sifilis. Peneliti menemukan kaitan antara penggunaan aplikasi kencan dan tingginya hubungan seks kasual tanpa kondom.
Baca juga: Topik Kesehatan Reproduksi Masih Tabu Dibicarakan Remaja
Hal ini juga ditemukan Sasaki Chiwawa yang menulis tentang budaya remaja Jepang dan pekerja seks. Chiwawa mengatakan, semakin banyak pekerja seks yang tidak menggunakan kondom dan tidak ada kewajiban dari pelanggan untuk dites PMS. ”Jika pekerja seks tertular infeksi, mereka cenderung menganggapnya sebagai nasib buruk. Kebanyakan dari mereka memprioritaskan uang daripada mengambil risiko,” ujarnya.
Sifilis bisa diobati. Obatnya sudah ada dan tersedia dengan mudah. Penisilin masih menjadi pengobatan terbaik meski ada peningkatan resistensi antibiotik. Yang penting untuk terus dilakukan adalah mendorong masyarakat agar lebih aman berhubungan seksual, tes IMS, dan melawan stigma yang melekat pada IMS. Stigma ini yang biasanya sulit karena ketika didiagnosis IMS orang biasanya malu dan takut dihakimi orang lain. (AFP/AP)