Selidiki Dugaan Kejahatan Perang Israel Kala Serbu RS Jenin
Israel memakai taktik yang dilarang Konvensi Geneva. Selain itu, hukum perang juga melarang membunuh musuh yang dirawat
WASHINGTON DC, RABU — Serbuan Israel ke Rumah Sakit Ibnu Sina di Jenin perlu diselidiki. Ada dugaan pelanggaran Konvensi Geneva dalam serbuan yang menewaskan tiga orang tersebut.
Desakan penyelidikan disampaikan pakar hukum dari Inggris dan Amerika Serikat. Dari AS, desakan disampaikan dosen Princeton University, Kenneth Roth. ”Perlu penyelidikan atas pembunuhan oleh Israel terhadap tiga orang di rumah sakit Tepi Barat,” tulis mantan Direktur Eksekutif Human Right Watch (HRW) itu di media sosial, Rabu (31/1/2024).
Baca juga: Menyamar sebagai Warga Sipil, Unit Komando Israel Serbu RS di Tepi Barat
Ia merujuk pada serbuan regu pasukan Israel ke RS Ibnu Sina di Jenin pada Selasa (30/1/2024). Dalam rekaman kamera pengawas terlihat, mereka masuk dengan mengenakan baju perawat. Sebagian lagi mengenakan baju perempuan dan berkerudung.
Jika pun orang-orang Palestina itu merupakan milisi, dengan masuk ke RS untuk perawatan kesehatan, maka dia mendapatkan perlindungan. Jika dia melakukan kesalahan, seharusnya cukup ditangkap, bukan ditembak (apalagi dieksekusi), ini kejahatan perang.
Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben Gvir membagikan rekaman video serangan itu ke media sosial. ”Selamat atas pembuktian kekuatan komando laut kepolisian Israel atas serangan kemarin malam bersama Tzahal dan Shin Bet di kamp pengungsi Jenin yang berhasil menumpas tiga teroris,” tulis Ben Gvir.
Pernyataan itu menunjukkan, serbuan ke RS dilakukan pasukan dari tiga unit berbeda. Shin Bet merupakan badan intelijen dan keamanan dalam negeri. Tzahal merupakan sebutan dalam bahasa Ibrani untuk militer Israel, IDF. Serbuan juga melibatkan anggota kepolisian Israel.
Pelanggaran konvensi
Roth menyebut, busana para penyerbu membuat Israel berpeluang dinyatakan menerapkan hal yang disebut mengecoh dengan tujuan menyasar lawan. Protokol Tambahan I Konvensi Geneva 1949 melarang serangan dengan metode itu. Protokol itu melarang lawan dibunuh, dilukai, atau ditangkap dengan cara pengecohan seperti dilakukan Israel di RS tersebut.
Baca juga: Hamas Gunakan Senjata Israel untuk Melawan Israel
Taktik Israel di RS itu tidak hanya melanggar Konvensi Geneva. Taktik juga bisa membahayakan orang-orang yang benar-benar menjadi tenaga medis di Tepi Barat. Orang-orang itu bisa dicurigai sebagai tentara Israel yang menyamar. Akibatnya, mereka bisa diserang musuh Israel.
Masalah lain, regu pasukan Israel diduga mengeksekusi sasarannya. Padahal, para target sedang dirawat. ”Bahkan, jika pun orang-orang Palestina itu merupakan milisi, dengan masuk ke RS untuk perawatan kesehatan, maka dia mendapatkan perlindungan. Jika dia melakukan kesalahan, seharusnya cukup ditangkap, bukan ditembak (apalagi dieksekusi, ini kejahatan perang (oleh Israel),” lanjut Roth.
Dosen hukum pada Universitas Exeter di Inggris, Aurel Sari, juga menyoroti dugaan pelanggaran hukum perang dalam serbuan itu. Hukum internasional melarang pembunuhan pasien dan kombatan yang terluka atau sakit. ”Mereka (sasaran serbuan Israel) tidak melakukan tindakan kekerasan sehingga pembunuhan mereka adalah pelanggaran hukum perang,” ujarnya.
Pakar hukum pada Oxford Institute for Ethics, Law & Armed Conflict, Janina Dill, juga menduga ada pelanggaran hukum dalam serangan itu. ”Pasukan Israel sepertinya melanggar larangan penyamaran dan pengecohan dalam konflik bersenjata. Pembunuhan pejuang cedera yang tidak dalam kondisi siaga perang juga dilarang,” ujarnya.
Eksekusi
Menurut pengelola RS Ibnu Sina, seluruh sasaran sedang dirawat. Mereka sedang di ranjang saat regu pasukan Israel menyerbu lalu menembak para sasaran. Seluruh sasaran serbuan ditembak di kepala.
Baca juga: Pejabat Intelijen Gagal Sepakati Penghentian Pertempuran di Gaza
Pada rekaman kamera pemantau di RS terlihat, salah satu sasaran sudah meletakkan tangan di belakang kepala. Pria itu juga berlutut. Meski demikian, pasukan Israel tetap menembaknya di kepala.
Menurut Israel, dua sasaran merupakan anggota Jihad Islam dan satu lagi anggota Hamas. Mereka dinyatakan sedang merancang serangan ke Israel. Seluruhnya tergabung dalam Brigade Pejuang Jenin, aliansi kelompok perlawanan di Tepi Barat.
Salah satu korban diketahui bernama Muhammad Jalamneh (27). Sementara dua lagi merupakan kakak beradik Basel Al Ghazawi dan Muhammad Al Ghazawi.
Sayap militer Hamas, Brigade Al Qassam, membenarkan Jalamneh anggotanya. ”Dia menjadi martir atas serangan komando tentara penjajah yang menyerbu RS Ibnu Sina di Jenin. Jalamneh gugur bersama dua temannya, Muhammad dan Basel Ayman Al Ghazawi. Mereka adalah pejuang martir,” demikian pernyataan Hamas.
Serangan berulang
Sementara itu, menurut pengelola RS, Basel sedang dirawat karena terkena serpihan roket. Israel menembakkan roket itu ke Jenin pada 29 Oktober 2023. ”Tidak pernah ada pembunuhan di dalam rumah sakit sebelummya. Ada penangkapan dan penyerangan, tapi bukan pembunuhan,” demikian pernyataan RS Ibnu Sina.
Memang, bukan kali ini saja Israel menyerbu RS Ibnu Sina dan Jenin. Pada akhir Oktober 2023, dengan 100 kendaraan tempur, Israel menyerbu Jenin. Kawasan di sekitar RS Ibnu Sina ikut diserbu.
Dalam serangan itu, Israel menggunakan pesawat nirawak. Pesawat menembak membabi buta ke berbagai penjuru. Israel juga menembakkan roket.
Baca juga: Israel Bunuh Pemimpin Hamas di Lebanon, Konflik Dikhawatirkan Meluas
Kementerian Kesehatan Palestina mengecam serangan pada Selasa. Kemenkes Palestina juga mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa mendorong perlindungan bagi fasilitas dan pekerja media.
”Kejahatan ini terus terjadi setelah begitu banyak kejahatan dilakukan tentara penjajah terhadap rumah sakit dan pekerja medis. Hukum internasional melindungi obyek sipil, termasuk rumah sakit,” demikian pernyataan Kemenkes Palestina.
Israel sesumbar
Beberapa jam selepas serangan ke Jenin, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengklaim seperempat anggota Hamas telah tewas dan setidaknya seperempat lainnya terluka.
Meski demikian, perang tidak akan segera berakhir dalam waktu dekat. Bahkan, Hamas dinyatakan akan selalu ada.
Karena itu, IDF diminta senantiasa siap berperang. Menurut Gallant, IDF unggul karena persenjataan dan perbekalan lebih banyak dari Hamas. Berbagai kelompok bersenjata Palestina dinyatakan kekurangan senjata hingga makanan.
Baca juga: Kerja Keras Mewujudkan Palestina Merdeka
Tidak hanya melawan Hamas, IDF juga diminta bersiap melawan Hezbollah di Lebanon. Israel akan meningkatkan kekuatan di perbatasan dengan Lebanon. Israel-Hezbollah saling serang sejak 8 Oktober 2023.
Sejauh ini, Israel-Hezbollah masih melancarkan serangan jarak jauh. Para pihak menerbangkan pesawat nirawak berpeledak hingga menembakkan rudal, roket, dan mortar.
Pada awal pekan ini, Hezbollah menembakkan roket Falaq-1. Roket itu menyasar fasilitas IDF di daerah dekat perbatasan Lebanon-Israel.
Pada pertengahan Januari 2024, berbagai pihak khawatir Israel-Hezbollah akan kembali berperang. Berbagai pihak mencoba mencegah perang itu.
Kepala Staf IDF Herzi Halevi mengatakan, peluang perang di perbatasan Israel-Lebanon meningkat. ”Saya tidak tahu kapan perang di utara terjadi. Saya tahu kemungkinan terjadinya perang dalam beberapa bulan mendatang jauh lebih tinggi dibandingkan di masa lalu,” ujarnya.
Baca juga: Perang Hamas-Israel Kini Seret Hezbollah
Lebih dari 200 orang, sebagian besar anggota Hezbollah, tewas di Lebanon selatan akibat serangan Israel sejak 7 Oktober 2023. Di sisi perbatasan Israel, sembilan tentara dan enam warga sipil tewas, menurut pejabat Israel.
Perburuan
Serangan Hamas dan kelompok bersenjata lain ke Israel membuat Israel marah besar. Direktur Mossad David Barnea sudah beberapa kali menyatakan akan memburu Hamas. Pernyataan terbaru disampaikan pada awal Januari 2024.
Barnea mengatakan, seluruh yang terlibat dalam serangan 7 Oktober 2023 akan diburu. Selain ke Shin Bet dan Mossad, perintah perburuan diberikan juga ke Direktorat Intelijen IDF, Aman.
Perburuan tidak hanya dilakukan pada orang-orang yang masuk ke Israel. Perburuan juga menyasar orang-orang yang tidak langsung mendukung serbuan itu.
Israel membuktikan itu, antara lain, lewat serangan ke Beirut, Lebanon, pada awal Januari 2024. Serangan itu menewaskan Wakil Kepala Biro Politik Hamas, Saleh Mohammed Al-Arouri.
Baca juga: Beirut Nyatakan Israel Langgar Kedaulatan Lebanon
Sejumlah komandan Hamas dan anggota biasa kelompok itu juga tewas dalam serangan tersebut. Kematian Arouri membuat Hamas kehilangan salah satu penghubung penting dengan Iran dan kelompok perlawanan di Lebanon dan Suriah.
Israel juga melancarkan berbagai serangan lain ke Palestina dan Suriah. Serangan Israel juga menyasar para komandan Jihad Islam.
Israel tidak pernah mengakui serangan-serangan itu. Walakin, bukti-bukti menunjukkan senjata penyerang dibuat Israel. (AP/AFP/REUTERS)